Ada Apa Dengan Cinta Pada Ibu
Ada Apa Dengan
Cinta Pada Ibu
“Nina bobo’, o Nina bobo’, kalau tidak bobo’ digigit
nyamuk.“ Sedih juga rasanya mendengar kalimat-kalimat itu,
mengingatkan kita pada perngorbanan ibu saat membesarkan kita, sewaktu
mengandung, melahirkan, menyusui, sampai kita menjadi besar. Kasih sayang ibu
masih terasa sampai sekarang.
Bertahun-tahun telah berlalu, semakin banyak orang yang
melupakan ibunya, melupakan jasa-jasanya.padahal sudah tak terhitung lagi
berapa dosa yang telah diperbuat pada sang ibu. Akan tetapi, ibu selalu sabar,
tabah dan mendoakan kebaikan pada anaknya.
Begitu menyayat di hati, begitu pekak di telinga, begitu
menusuk di mata, ketika melihat dengan mata kepala sendiri seorang anak
berbicara kasar pada ibunya, memakinya, menghinanya bahkan sampai memukulnya.
Inikah ang dinamakan balas budi?
Allah ta’ala berfirman :
] فلا تقل لهما أف
[
Artinya : “Janganlah kamu katakan pada mereka
berdua uf (ah)!”(QS Al-Isra’ :23)
Ungkapan ah yang dianggap remeh oleh manusia ternyata
telah dinilai suatu kedurhakaan oleh Allah, apalagi sampai memakinya dan
memukulnya.
Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam :
(( الجنة تحت أقدام الأمهات ))
Artinya : “Surga di bawah telapak kaki ibu.” Tapi
sayang hadits ini sangat lemah (dha’if jiddan).[1]
Jika diartikan bahwa dengan berbakti kepada ibu dapat
memasukkan orang ke surga, maka hadits di atas memiliki banyak pendukung.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
(( رغم انف ثم رغم انف ثم رغم انف من ادرك ابويه عند الكبر احدهما او
كلاهما فلم يدخل الجنة ))
Artinya : “Sungguh hina/sungguh rendah/sungguh
merugi orang yang hidup bersama orangtuanya yang sudah lanjut usia, salah satu
atau kedua-duanya, tapi tidak masuk kedalam surga.” (Muslim)
‘Irafah bin Iyas berkata, “Saya
melihat Al-Harits Al-Akali di dekat kubur ibunya sedang
menangis, kemudian dia ditanya, “Kamu menangis?” Dia
menjawab, “Bagaimana tidak, sebuah pintu dari pintu-pintu surga telah
ditutup bagiku.“[2]
Jihad atau berbakti pada orang tua?
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam “Amalan apa yang
paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab, “Shalat pada
waktunya.” Saya berkata, “Kemudian apa?”Beliau
menjawab, “Berbakti pada kedua orangtua.” Saya bertanya lagi,”Kemudian
apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (Muttafaqun
‘alaih)
Allah lebih mencintai bakti kepada orangtua dibanding
seseorang berjihad di jalan Allah sedang orang tuanya membutuhkannya. Hal itu
juga dengan tegas dinyatakan oleh Rasulullahh r ketika menolak salah seorang
sahabat yang tidak mendapatkan izin dari orangtuanya dan menyuruhnya kembali ke
orangtuanya karena di keduanya terdapat jihad. Begitu juga terdapat atsar dari
‘Umar radhiyallahu’anhu dan yang lain.
Ada apa dengan cinta pada ibu?
Cinta pada sang ibu lebih diutamakan daripada
ayah. “Untuk ibu tiga perempat bagian dari kebaikan,” kata
Imam Ahmad.[3]hal ini
dikarenakan ibu adalah orang yang paling dekat dengan anaknya dan paling banyak
mengorbankan waktunya dibandingkan dengan ayah.
Kebanyakan tindakan durhaka terjadi pada sang ibu. Ibu
adalah seorang wanita dan wanita itu lemah dari segi fisik dan perasaan. Ketika
seorang anak sudah merasa besar dan cukup dewasa, bisa saja dia melawan ibunya
dengan lisannya atau dengan fisiknya.
Penulis pernah mengunjungi suatu
desa. Di desa itu seolah-olah anak laki-laki sudah biasa berkata kasar pada
ibunya, membantahnya dan tidak patuh. Akan tetapi,, terhadap ayahnya dia bisa
berbicara sopan, patuh dan tunduk. Hati ibu mana yang tidak sakit jika
diperlakukan seperti itu?
Al-jaza’u min jinsil’amal (Balasan
itu semisal dengan perbuatan), ini adalah salah satu kaidah di dalam agama
kita. Apabila seorang anak durhaka pada orangtuanya, maka dia harus bersiap-siap
untuk didurhakai oleh anak-anaknya. “Telah banyak cerita-cerita nyata
di antara manusia, siapa yang berbakti pada orangtuanya, maka anak-anaknya juga
berbakti padanya. Demikian pula dengan perbuatan durhaka. Seseorang yang
durhaka pada orangtuanya, maka anak-anaknya akan mendurhakainya,” kata Syaikh
Ibnu Al-‘Utsaimin.[4] Maukah
kita didurhakai oleh anak-anak kita?
Mulai detik ini dan seterusnya mari kita menghitung
berapa banyak kesalahan yang telah kita perbuat pada kedua orangtua kita
terutama pada sang ibu. Entah itu berupa perbuatan, perkataan atau bahkan
ejekan kita di dalam hati.
Taat kepada orangtua merupakan ketaatan pada Allah ta’ala.
Sudah semestinya kita membahagiakan hati mereka dan tidak melukainya.
Muhammad bin Al-Munkadir berkata,”Saya
pernah semalaman memijat-mijat kaki ibuku sedangkan pamanku mengisi malamnya
dengan shalat.Tapi malamnya itu tidak sesenang malamku (bersama
ibuku-pent).”[5]
Adz-dzahaby menceritakan tentang Ibnu ‘Aun,”Suatu
saat ibunya memanggil, dan dia pun menyahut panggilan itu. Akan tetapi,
suaranya lebih keras dari suara ibunya maka dia pun memerdekakan dua orang
budaknya.”[6]
Penulis terkesan setelah mendengar
cerita dari seorang teman (guru TPA), dia mengisi kajian anak-anak TPA di suatu
desa tentang wajibnya berbakti pada orangtua. Setelah kajian anak-anak
TPA itu kembali ke rumahnya masing-masing dan dengan segera menjabat tangan
orangtuanya dan meminta maaf pada keduanya. Mereka itu adalah anak-anak
yang notabene belum dibebani hekum syar’i (gairu mukallaf), bagaimana
dengan kita?
Demikian jangan sampai air susu dibalas dengan air tuba.
Na’udzu billahi mindzalik.
" رب اغففرلي ولوالدي
وارحمهما كما ربياني صغيرا "
[1] Musnad
Asy-Syihab :119, disanadnya ada Manshur bin Al-Muhajir dan Abu An-Nadhar
al-Abar keduanya majhul. Lihat Biirrulwallidain li Ath-Tharthusyi, muhaqqiq
Muhammad bin Al-Hakam Al-Qadhi hal. 70
[2] Birrulwalidain
li Ibnu Aljauzi hal. 78
[3] Jami’uladab
li Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah jilid IV hal. 179
[4] Makarimulakhlak
hal. 41
[5] Al-adab
asy-syar’I li Ibnu Muflih Al-Maqdisy jilid II hal. 83
[6] Siyar
A’lam An-Nubala’ jilid VI hal. 366 dan Aina nahnu min akhlaqissalaf hal. 107
Post a Comment