Yang Kita Lupakan dalam Menuntut Ilmu
Yang Kita
Lupakan dalam Menuntut Ilmu
Bertahun-tahun sudah kita luangkan waktu kita untuk menuntut ilmu. Suka
duka yang dirasakan juga begitu banyak. Mengingat masa lalu terkadang membuat
kita tersenyum, tertawa dan terkadang membuat kita menangis. Inilah kehidupan
yang harus kita jalani. Kehidupan sebagai seorang thalibul’ilmi.
Akan tetapi, mungkin kita sering melupakan, apakah ilmu yang kita dapatkan
adalah ilmu yang bermanfaat ataukah sebaliknya.
Penulis teringat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang
bernama Zaid bin Arqam radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah r pernah
berkata,
[ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ
قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ
لَهَا ]
Artinya : “Ya Allah.
Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari
hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa kenyang dan dari
doa yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim No.
6906 dan yang lainnya dengan lafaz-lafaz yang mirip)
Rasulullah r saja, yang dijamin oleh Allah untuk menjadi pemimpin Bani Adam
di hari akhir nanti, sangat sering mengulang doa-doa ini, apalagi kita, yang
sangat banyak berlumuran dosa, sudah seharusnya selalu membacanya.
Mengetahui ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat
sangatlah penting. Oleh karena itu, berikut ini penulis sebutkan beberapa ciri
ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat yang penulis ambil dari kitab
Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali yang berjudul Bayan Fadhli ‘ilmissalaf ‘ala
‘ilmilkhalaf.
Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat di dalam diri seseorang :
·
Menghasilkan rasa takut dan cinta kepada Allah
·
Menjadikan hati tunduk atau khusyuk kepada Allah dan merasa hina di
hadapan-Nya dan selalu bersikap tawaduk
·
Membuat jiwa selalu merasa cukup (qana’ah) dengan hal-hal yang halal walaupun sedikit
yang itu merupakan bagian dari dunia
·
Menumbuhkan rasa zuhud terhadap dunia
·
Senantiasa didengar doanya
·
Ilmu itu senantiasa berada di hatinya
·
Menganggap bahwa dirinya tidak memiliki sesuatu dan kedudukan
·
Menjadikannya benci akan tazkiah dan pujian
·
Selalu mengharapkan akhirat
·
Menunjukkan kepadanya agar lari dan menjauhi dunia. Yang paling menggiurkan
dari dunia adalah kepemimpinan, kemasyhuran dan pujian
·
Tidak mengatakan bahwa dia itu memiliki ilmu dan tidak mengatakan bahwa
orang lain itu bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah dan ahlussunnah.
Sesungguhnya dia mengatakan hal itu karena hak-hak Allah, bukan untuk
kepentingan pribadinya.
·
Berbaik sangka terhadap ulama-ulama salaf (terdahulu) dan berburuk sangka
pada dirinya.
·
Mengakui keutamaan-keutamaan orang-orang yang terdahulu di dalam ilmu dan
merasa tidak bisa menyaingi martabat mereka
·
Sedikit berbicara karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara
kecuali dengan ilmu. Sesungguhnya, sedikitnya perkataan-perkataan yang dinukil
dari orang-orang yang terdahulu bukanlah karena mereka tidak mampu untuk
berbicara, tetapi karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut pada
Allah Taala.
Adapun ciri-ciri ilmu yang tidak bermanfaat di dalam diri seseorang :
·
Ilmu yang diperoleh hanya di lisan bukan di hati
·
Tidak menumbuhkan rasa takut pada Allah
·
Tidak pernah kenyang dengan dunia bahkan semakin bertambah semangat dalam
mengejarnya
·
Tidak dikabulkan doanya
·
Tidak menjauhkannya dari apa-apa yang membuat Allah murka
·
Semakin menjadikannya sombong dan angkuh
·
Mencari kedudukan yang tinggi di dunia dan berlomba-lomba untuk mencapainya
·
Mencoba untuk menyaing-nyaingi para ulama dan suka berdebat dengan
orang-orang bodoh
·
Tidak menerima kebenaran dan sombong terhadap orang yang mengatakan
kebenaran atau berpura-pura meluruskan kesalahan karena takut orang-orang lari
darinya dan menampakkan sikap kembali kepada kebenaran
·
Mengatakan orang lain bodoh, lalai dan lupa serta merasa bahwa dirinya
selalu benar dengan apa-apa yang dimilikinya
·
Selalu berburuk sangka terhadap orang-orang yang terdahulu
·
Banyak bicara dan tidak bisa mengontrol kata-kata
Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata,”Di saat sekarang ini, manusia boleh
memilih apakah dia itu rida untuk dikatakan sebagai seorang ulama di sisi Allah
ataukah dia itu tidak rida kecuali disebut sebagai seorang ulama oleh manusia
di masanya. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang pertama, maka dia akan
merasa cukup dengan itu…Barang siapa yang tidak rida kecuali ingin disebut
sebagai seorang ulama di hadapan manusia, maka jatuhlah ia (di ancaman
Rasulullah r),
)من طلب العلم ليباهي به العلماء أو يماري به السفهاء أو يصرف وجوه
الناس إليه فليتبوأ مقعده من النار(
Artinya : “Barang siapa yang
menuntut ilmu untuk menyaing-nyaingi para ulama, mendebat orang-orang bodoh
atau memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, maka dia itu telah
mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.” [2]
Maraji’:
-
Bayan Fadhli ‘Ilmissalaf
“ala ‘Ilmilkhalaf oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali, Penerbit :Dar
Al-Basya’ir Al-Islamiah
-
Shahih Muslim,
Penerbit : Dar As-Salam
-
Sunan At-Tirmidzi,
Penerbit Maktabah Al-Ma’arif
)اللهم إني أسألك علما نافعا و رزقا طيبا و عملا متقبلا. آمين(
[2] Dengan Lafaz yang seperti
ini, penulis belum menemukannya dengan sanad yang shahih. Akan tetapi, terdapat
lafaz yang mirip dengannya di Sunan At-Tirmidzi No. 2653 dengan sanad yang
hasan, yaitu:
)من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو يصرف به
وجوه الناس إليه أدخله الله النار(
Post a Comment