Apa yang Dianjurkan Setelah Selesai Witir
Apa yang Dianjurkan Setelah Selesai
Witir
Imam Ahmad, Abu Daud, an-Nasa`i dan selain mereka meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam salam dari shalat witir,
beliau membaca:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((سُبْحَانَ اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ))
(Maha Suci Allah, Maha Raja lagi Maha
Suci) tiga kali. Memanjangkan di akhirnya.
Dalam hadits Ibnu Abza radhiyallahu
‘anhu: ‘Apabila Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam salam,
beliau shallallahu ‘alahi wa sallam membaca:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((سُبْحَانَ اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ)) [رواه أحمد النسائي]
(Maha
Suci Allah, Maha Raja lagi Maha Suci) tiga kali. Dan beliau shallallahu
‘alahi wa sallam meninggikan suaranya pada yang ketiga. HR. Ahmad dan
an-Nasa`i.
Maka dianjurkan bagi orang yang telah
selesai dari witirnya agar membaca sesudahnya:
(سُبْحَانَ اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ
اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ اْلمَلِكِ الْقُدُّوْسِ)
Dan meninggikan suaranya pada yang
ketiga.
Perhatian: diriwayatkan dalam Sunan
ad-Daraquthni dan dalam Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi ada tambahan:
(رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوْحِ) [رواه الدارقطني]
Rabb para malaikat dan ruh (Jibril asl). Dan
tentang keshahihannya perlu ditinjau kembali, maka cukuplah (kita membaca)
menurut riwayat yang shahih.
Faedah: imam Muslim rahimahullah
meriwayatkan dalam shahih-nya, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia
berkata –menceritakan dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam-
bahwa beliau shallallahu ‘alahi wa sallam: shalat witir, kemudian shalat dua rekaat
sambil duduk. Apabila beliau ingin ruku’ beliau berdiri lalu ruku’, kemudian
beliau shalat dua rekaat di antara adzan dan iqamah dari shalat Subuh.’
An-Nawawi rahimahullah berkata:
‘Hadits ini dipakai oleh al-Auza’i rahimahullah dan Ahmad rahimahullah
menurut dzahirnya, menurut hikayat al-Qadhi dari keduanya. Mereka membolehkan
dua rekaat setelah witir sambil duduk. Ahmad rahimahullah berkata: ‘Aku
tidak melakukannya dan tidak melarang yang melakukannya.’ Ia berkata: ‘Dan
Malik rahimahullah mengingkarinya.’ Saya katakan bahwa yang benar adalh
dua rekaat ini dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam setelah
witir dalam kondisi duduk untuk menjelaskan boleh shalat setelah witir dan
menjelaskan boleh shalat sunnah sambil duduk, dan beliau shallallahu ‘alahi
wa sallam tidak menekuni hal itu. Akan tetapi beliau shallallahu ‘alahi
wa sallam melakukannya sekali, atau dua kali, atau beberapa kali yang
sedikit. Janganlah engkau terperdaya dengan ucapannya: ‘kaana yushalli’
(beliau shalat), karena sesungguhnya yang dipilih oleh mayoritas dan para
muhaqqiq dari kalangan ushuliyun: sesungguhnya lafazh kaana tidak mesti
berarti terus menerus dan tidak pula berarti berulang-ulang, namun ia adalah
bentuk madhi (masa lampau) yang menunjukkan pernah terjadi satu kali.
Jika ada dalil yang menunjukkan berulang- ulang niscaya diamalkan dengannya,
dan jika tidak maka tidak menuntutnya dengan meletakkannya.[1]
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
‘Adapun shalat dua rekaat setelah witir, maka sungguh telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
dari beberapa jalur dan al-Bukhari rahimahullah tidak meriwayatkan
sedikitpun darinya.
Nampaknya: sesungguhnya dua rekaat yang
dilakukan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam dalam kondisi duduk adalah
setelah witir-nya dan bisa juga sebelumnya.
Imam Muslim rahimahullah
meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir,
dari Abu Salamah, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam shalat tiga belas
rekaat, shalat delapan rekaat kemudian witir,
kemudian shalat dua rekaat dan beliau sambil duduk. Bila beliau shallallahu
‘alahi wa sallam ingin ruku’, beliau shallallahu ‘alahi wa sallam
berdiri lalu ruku’, kemudian beliau shallallahu ‘alahi wa sallam shalat
dua rekaat di antara adzan dan iqamah dari shalat Subuh.
Ia (imam Muslim) meriwayatkan pula dari
riwayat Zurarah bin Aufa rahimahullah, dari Sa’ad bin Hisyam rahimahullah,
dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam shalat witir dengan sembilan rekaat –dan ia menyebutkan sifatnya-
kemudian beliau shalat dua rekaat setelah salam dan beliau melakukannya sambil
duduk. Maka tatkala beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bertambah tua
dan mulai gemuk, beliau witir delapan rekaat, beliau melakukan
pada dua rekaat seperti perbuatannya yang pertama.
Dan dalam riwayat Abu Daud rahimahullah
dalam hadits ini dikatakan bahwa beliau shalat delapan rekaat tidak salam
kecuali pada akhir shalatnya, kemudian beliau shalat dua rekaat sambil duduk
setelah salam, kemudian shalat satu rekaat...
Kemudian ia berkata, "dan para
ulama berbeda pendapat pada dua rekaat setelah witir?
Di antara mereka ada yang mensunnahkan
dan menyuruh dengannya, di antara mereka adalah Katsir bin Dhamrah dan Khalid
bin Ma’dan.
Dan al-Hasan rahimahullah
melakukannya sambil duduk, dan telah lewat penjelasan dari Abu Mizlaj bahwa ia
melakukannya.
Di antara ulama kita ada yang
berpendapat: Ia termasuk sunnah rawatib..
Di antara ulama ada yang meringankan
padanya dan tidak memakruhkannya, ini adalah pendapat Auza’i dan Ahmad.
Dan ia berkata: Saya berharap jika ia
melakukannya agar jangan menyempitkan akan tetapi hendaklah hal itu sambil
duduk, sebagaimana dalam hadits. Dikatakan kepadanya: Apakah engkau
melakukannya? Ia (Imam Ahmad) menjawab: Tidak.’
Ibnul Mundzir berkata: ‘Tidak
dimakruhkan hal itu.’[2]
Syaikhul Islam rahimahullah
berkata: ‘Kebanyakan ulama tidak mendengar hadits ini, dan karena alasan ini
mereka mengingkarinya. Sementara Ahmad dan selainnya mendengar hadis ini dan
mengetahui keshahihannya. Imam Ahmad rahimahullah memberi keringanan
bahwa dilaksanakan dua rekaat ini dan ia sambil duduk, seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Siapa yang melakukan hal
itu tidak diingkari atasnya, namun tidak wajib menurut kesepakatan ulama, tidak
dicela yang meninggalkannya dan tidak dinamakan ‘zuhafah’. Seseorang tidak
boleh memaksa orang lain melakukannya dan tidak boleh pula mengingkari yang
melakukannya. Namun yang diingkari adalah yang dilakukan sebagian orang berupa
dua sujud yang murni setelah witir. Sesungguhnya hal ini dilakukan
oleh sebagian kelompok yang dikatakan ulama dan ahli ibadah dari pengikut
mazhab Syafi’i dan Ahmad...hingga ia berkata: ‘Adapun shalat ‘zuhafah’ dan
ucapan mereka: Siapa yang tidak menekuninya maka ia bukan termasuk Ahlus
Sunnah. Maksud mereka adalah dua rekaat setelah witir. Kaum muslimin sudah
ijma’ (konsensus) bahwa ini tidak wajib, sekalipun ia meninggalkannya sepanjang
hidupnya, sekalipun ia tidak pernah melakukannya walau hanya sekali dalam
hidupnya, niscaya ia bukan termasuk ahli bid’ah, tidak pula termasuk orang yang
pantas dicela, tidak boleh dihajr, dan tidak pula ditandai dengan tanda
yang tercela. Bahkan jika seseorang meninggalkan yang lebih kuat dari hal itu
seperti memanjangkan qiyamul lail sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alahi
wa sallam memanjangkannya, dan seperti shalat sebelas rekaat sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melakukan hal itu dan
semisalnya, niscaya ia tidak keluar dari sunnah, bukan termasuk ahli bid’ah,
dan tidak pantas mendapat celaan.
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata: Diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam pernah shalat dua rekaat setelah witir sambil duduk, dan terkadang
membaca padanya sambil duduk, apabila beliau shallallahu ‘alahi wa sallam
ingin ruku’, beliau berdiri lalu ruku’. Dalam Shahih Muslim, dari Abu Salamah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata: ‘Aku bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha
tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, ia radhiyallahu
‘anhu berkata: ‘Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam shalat tiga
belas rekaat, shalat delapan rekaat, kemudian shalat witir kemudian shalat dua
rekaat sambil duduk. Apabila beliau ingin ruku’ beliau berdiri lalu ruku’.
Kemudian beliau shallallahu ‘alahi wa sallam shalat dua rekaat di antara
adzan dan iqamah dari shalat Subuh.
Dan dalam Musnad, dari Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam shalat dua rekaat
setelah witir dua rekaat yang ringan sambil duduk...hingga ia berkata: yang
benar bahwa dikatakan: Sesungguhnya dua rekaat ini berlaku seperti sunnah dan
menyempurnakan witir, sesungguhnya witir adalah ibadah yang tersendiri.[3]
Perhatian: shalat setelah witir
adalah bagi orang yang shalat sendirian, seperti yang disebutkan dalam
hadits-hadits ini. Adapun imam dan makmum maka mereka tidak boleh melakukan hal
itu karena tidak ada dasarnya.’[4]
Post a Comment