Indahnya Hukum Qishash
Indahnya Hukum Qishash
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya.
Semua
syariat Allah Shubhanahu wa ta’alla,
termasuk di dalamnya qishash, hudud, dan jihad fi sabilillah adalah keindahan
dan bukti kebesaran Allah Shubhanahu
wa ta’alla sebagai Dzat Yang Maha sempurna. Dari sisi mana pun syariat
Islam ditinjau, orang yang berakal pasti akan bersimpuh menyaksikan cahaya
keindahannya, sebagaimana ia akan bersimpuh mengagumi kesempurnaan dan
keindahan penciptaan semesta. Allah Shubhanahu
wa ta’alla berfirman :
“Maha
suci Allah yang di tangan -Nyalah
segala kerajaan, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh
langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang
Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi,
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (al-Mulk:1- 4) Hanya orang-orang yang tidak berakal
lagi angkuh sajalah yang memandang syariat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan pandangan sinis sembari membusungkan
dadanya, bahkan mencoba-coba menjelekkan Islam dengan hawa nafsunya.
Sungguh,
mereka terancam tidak akan masuk jannah karena sifat takabur yang ada pada mereka,
berupa penolakan terhadap al-haq. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ
كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا
وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ
بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ » [رواه مسلم]
Tidak akan masuk jannah orang yang dalam kalbunya
ada seberat dzarrah kesombongan. Seseorang bertanya, “Bagaimana dengan orang
yang suka memakai baju yang bagus dan alas kaki yang bagus (apakah ini termasuk
kesombongan)?” Rasul Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya
Allah Maha indah dan menyukai keindahan ,kesombongan adalah menolak kebenaran
dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Qishash dalam Sorotan Musuh Allah Shubhanahu wa ta’alla
Qishash,
hukum hadd dan jihad fi sabilillah, seringkali dipakai kaum zindiq, munafik,
dan musuh-musuh Allah Shubhanahu wa
ta’alla untuk menyudutkan Islam. Dengan syariat ini, mereka menggambarkan
Islam sebagai agama yang sadis, kasar, atau tidak berperikemanusiaan.
Propaganda-propaganda
tersebut membuat orang-orang yang dungu atau lemah iman mengatakan bahwa Islam
adalah agama yang kejam, atau setidaknya mengatakan bahwa hukum qishash dan
hukum had tidak lagi relevan di masa masa ini, serta lebih pas jika qishash dan
hudud lalu diganti dengan hukuman lain, seperti denda atau kurungan.
Wahai
orang yang masih sedikit memiliki akal, jawablah dengan jujur, “Seorang
pembunuh yang ditegakkan qishash atasnya, yang dengan itu dirinya diampuni oleh
Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan
dengan itu keluarga korban terobati dari kezaliman, dengan itu pula terhalangi
pembunuhan berikutnya, yang seperti ini lebih baik; ataukah vonis bagi pembunuh
dengan kurungan sekian tahun yang kemudian bisa diganti dengan denda, kemudian
dia beraksi kembali melakukan pembunuhan, keluarga korban juga tidak terobati
dari kezaliman tersebut. Jawablah dengan sisa akalmu, manakah yang lebih baik?
Sebagai
jawaban, cukup kita bacakan ayat Allah Shubhanahu
wa ta’alla yang menunjukkan keindahan qishash,
قال الله تعالى: ﴿ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
١٧٩﴾ [البقرة : 179]
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
(al-Baqarah: 179)
Bagi yang beriman dengan firman Rabbul ‘Alamin
ini, ia akan mendapatkan kemuliaan. Namun, siapa yang mencoba-coba
menyimpangkan ayat atau mengingkarinya, bersiaplah menikmati azab Allah Shubhanahu wa ta’alla. Berilah kabar
gembira kepadanya berupa jahannam, wal ‘iyadzubillah.
Pengertian Qishash dan Dalil
Pensyariatan
Secara bahasa, “qishash” (قِصَاصٌ) berasal dari bahasa Arab yang berarti
“mencari jejak”, seperti “al-qashash”. Adapun secara istilah, qishash adalah:
Membalas pelaku kejahatan seperti perbuatannya, apabila ia membunuh
maka dibunuh dan bila ia memotong anggota tubuh maka anggota tubuhnya juga
dipotong. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Shubhanahu wa ta’alla,
قال الله تعالى: ﴿ وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ
بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ وَٱلۡأُذُنَ
بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاصٞۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ
فَهُوَ كَفَّارَةٞ لَّهُۥۚ وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٤٥﴾ [المائدة : 45]
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka
didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa( dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,
hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka
(pun) ada qishashnya.” (al- Maidah: 45)
Qishash disyariatkan dalam al- Qur’an dan
as-Sunnah, serta ijma’. Di antara dalil dari al-Qur’an adalah firman Allah Shubhanahu wa ta’alla,
قال الله تعالى: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ
عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ
بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ
فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖۗ ذَٰلِكَ تَخۡفِيفٞ
مِّن رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٞۗ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ
أَلِيمٞ ١٧٨ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٧٩ ﴾ [البقرة : 179-178]
“Wahai orang-orang yang beriman, qishash
diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka,
barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Rabbmu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu
ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 178-179)
Demikian
pula firman Allah Shubhanahu wa
ta’alla pada surat al-Maidah ayat 45 di atas. Adapun dalil dari as-Sunnah,
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ
النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أنَْ يَقْتُلَ» [ رواه الجماعة ]
“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh maka ia
memiliki dua pilihan: bisa memilih diyat, dan bisa juga membunuh (meminta qishash).” (HR.al-Jama’ah)
At-Tirmidzi rahimahumullah
meriwayatkan dengan lafadz,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَمَّا فَتَحَ اللهُ عَلَى رَسُولِهِ
مَكَّةَ قَامَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ:
وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ
وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ » [رواه الترميذي]
Ketika Allah Shubhanahu wa ta’alla
membukakan kemenangan untuk Rasul -Nya atas kota Makkah, beliau berdiri memuji
Allah Shubhanahu wa ta’alla dan menyanjungnya lalu bersabda,“Siapa menjadi
keluarga korban terbunuh maka ia diberi dua pilihan: memaafkannya atau membunuhnya.” (HR. at-Tirmidzi,
no. 1409)
Betapa Indahnya Qishash
Di antara nama-nama Allah Yang Maha indah (al-Asmaul
Husna) adalah al-Hakim.
Nama ini menunjukkan bahwa Dialah Dzat yang memiliki hukum, Dialah yang
menetapkan dan memutuskan, serta Dialah yang menetapkan segala sesuatu dengan
sempurna dan penuh hikmah.
Di antara bukti keimanan kita terhadap nama Allah
al-Hakim, kita meyakini bahwa semua hukum yang ditetapkan -Nya penuh dengan maslahat,
kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat, dan diliputi hikmah yang sangat
sempurna. Termasuk qishash, syariat ini penuh dengan hikmah, sebagian kecilnya
diketahui oleh manusia dan banyak yang menjadi rahasia Allah Shubhanahu wa ta’alla. Di antara
hikmah-hikmah qishash adalah:
1.
Dengan ditegakkannya qishash,
masyarakat akan terjaga dari kejahatan. Sebab, hukuman ini mencegah setiap orang
yang akan berbuat zalim dan menumpahkan darah orang lain. Dengan demikian,
terjagalah kehidupan manusia dari pembunuhan. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyebutkan hikmah ini dalam firman -Nya,
قال الله تعالى: ﴿ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي
ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ١٧٩ ﴾ [البقرة : 179]
“Dan dalam
qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 179)
2.
Dengan qishash tegaklah
keadilan, dan tertolonglah orang yang dizalimi, dengan memberikan kemudahan
bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku sebagaimana yang diperlakukan
terhadap korban. Allah Shubhanahu wa
ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿وَمَن قُتِلَ
مَظۡلُومٗا فَقَدۡ جَعَلۡنَا لِوَلِيِّهِۦ سُلۡطَٰنٗا فَلَا يُسۡرِف فِّي
ٱلۡقَتۡلِۖ إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورٗا ٣٣﴾ [الإسراء : 33]
“Dan barang siapa
dibunuh secara zalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam embunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)
3.
Qishash adalah kebaikan bagi
pelaku kejahatan yang dengan ditegakkannya qishash atas dirinya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan hukuman
tersebut sebagai kafarat (penghapus dosa) sehingga di akhirat tidak lagi
dituntut, tentu saja jika dia seorang muslim.
Al-Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahumullah menerangkan, “Barang siapa berjumpa
dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla
dalam keadaan telah ditegakkan had di dunia atas dosa yang ia lakukan, had tersebut
adalah kafarat (penebus dosanya), sebagaimana telah sahih berita dari
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Ushulus Sunnah)
Di
antara hadits yang dimaksud oleh al-Imam Ahmad rahimahumullah adalah hadits Ubadah bin ash-Shamit
radhiyallahu anhu , beliau berkata,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ تُبَايِعُونِي
عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ
فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ
كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ
فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ عَفَاعَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ » [متفق عليه]
“Suatu hari kami
bersama dengan Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam disebuah majelis.
Beliau bersabda,‘Berbaiatlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan
Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sesuatu pun, tidak berzina, tidak mencuri,
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla selain dengan haq. Barang siapa di antara kalian
yang menunaikannya, pahalanya ada pada Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan
barangsiapa melanggar sebagiannya lalu dihukum (seperti qishash, potong tangan
–pen) maka hukuman itu sebagai penghapus dosa baginya. (Adapun) barang
siapa melanggarnya lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menutupinya maka urusannya
diserahkan kepada Allah .Jika Dia berkehendak, Dia mengampuninya, dan apabila
Dia menghendaki,Dia akan mengazabnya’.” (Muttafaqun ‘alaihi dan ini lafadz
al-Imam Muslim Shubhanahu wa ta’alla)
Demikian
pula hadits Khuzaimah bin Tsabit radhiyallahu anhu , Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَصَابَ ذَنْبًا أُقِيمَ عَلَيْهِ
حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ » [رواه الإمام أحمد]
“Barang siapa
melakukan dosa yang telah ditegakkan had atas dosa tersebut, itu menjadi
penebus baginya.” (HR. al-Imam Ahmad [5/214—215]
4.
Terwujudnya kemakmuran dan
berkah bagi negeri yang menegakkan qishash atau had. Hal ini ditunjukkan oleh
hadits Abu Hurairah rahimahumullah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
حَدٌّ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْأَرْضِ خَيْرٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِنْ أنَْ
يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا » [رواه ابن ماجه]
“Satu hukuman had
yang ditegakkan dimuka bumi lebih baik bagi penduduk bum itu daripada hujan
yang menimpa mereka empat puluh hari.” (HR. Ibnu Majah, 2/111, dinyatakan sahih
oleh al-Albani dengan syawahidnya dalam ash-Shahihah, 1/461 no. 231)
Qishash Ada Aturannya
Di samping keindahan qishash yang tampak dalam
hikmah-hikmahnya, syariat ini juga indah dari sisi aturan-aturannya. Qishash
tidak sembarang diterapkan sebagaimana gambaran atau tuduhan orang-orang yang
jahil. Qishash tidak sembrono tanpa aturan, tetapi ia adalah hukum Allah Shubhanahu
wa ta’alla yang mempunyai tatanan yang indah dan penuh
kesempurnaan. Di antara aturannya, qishash tidak ditegakkan kecuali jika
terpenuhi syarat-syaratnya.
Syarat-syarat tersebut adalah:
1.
Semua wali korban yang berhak
menuntut qishash adalah mukallaf.
Jika ada di antara mereka anak kecil atau orang gila, hak penuntutan qishash
tidak bisa diwakilkan kepada walinya, karena qishash mengandung tujuan
memuaskan/melegakan (keluarga korban) dengan pembalasan.
Dalam
keadaan ini, pelaksanaan qishash wajib ditangguhkan dengan cara memenjarakan
pelaku pembunuhan hingga anak kecil tersebut baligh atau orang gila tersebut sadar,
untuk kemudian meminta pertimbangan mereka apakah qishash akan ditegakkan atau
dimaafkan. Hal ini dilakukan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhu
yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam qishash, hingga anak korban baligh.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِنَّ مُعَاوِيَةَ حَبَسَ هُدْبَةَ بْنَ خَشْرَمٍ فِي قِصَاصٍ حَتَّى بَلَغَ ابْنُ
الْقَتِيلِ » [ صححه الألباني في الإرواء]
“Sesungguhnya Mu’awiyah memenjarakan Hudbah bin
Khasyram dalam kasus qishash hingga anak korban mencapai umur baligh.”
(Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Irwaul Ghalil, 7/276)
Amalan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan ini dilakukan di zaman para sahabat dan tidak ada
seorang pun yang mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma’ di masa
beliau. Apabila anak kecil atau orang gila keduanya membutuhkan nafkah dari
para walinya, hanya wali orang gila saja yang boleh memberi pengampunan qishash
kepada pembunuh dengan meminta diyat, karena orang gila tidak jelas kapan
sembuhnya, berbeda dengan anak kecil.(al-Mulakhash al-Fiqh, 2/476)
2.
Adanya kesepakatan dari para
wali korban untuk ditegakkannya qishash dan tidak dimaafkan. Apabila sebagian
mereka—walaupun hanya seorang—memaafkan si pembunuh dari qishash, gugurlah
qishash tersebut. (asy-Syarhul Mumti’, 14/38)
Dari Zaid bin Wahb al-Juhani,
Dimasa
Umar seseorang membunuh istrinya. Umar lalu memanggil tiga saudara wanita
tersebut. Lalu salah seorang dari ketiganya memaafkan. Umar pun mengatakan,
“Ambillah oleh kalian berdua 2/3 diyat, karena sungguh tidak ada lagi jalan
untuk membunuhnya.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam as- Sunan al-Kubra [8/60]
dengan sanad yang sahih)
3.
Pelaksanaan qishash aman dari
perilaku melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan, dengan dasar firman
Allah Shubhanahu wa ta’alla,
قال الله تعالى: ﴿ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۗ وَمَن قُتِلَ مَظۡلُومٗا فَقَدۡ جَعَلۡنَا لِوَلِيِّهِۦ سُلۡطَٰنٗا فَلَا يُسۡرِف فِّي ٱلۡقَتۡلِۖ إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورٗا ٣٣ ﴾ [الإسراء : 33]
“Janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya), selain dengan suatu
(alasan) yang benar. Barang siapa dibunuh secara
zalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)
Apabila
qishash menyebabkan sikap melampaui batas, hal tersebut terlarang, sebagaimana
dijelaskan dalam ayat di atas. Dengan demikian, apabila ada kasus wanita hamil
akan diqishash misalnya, qishash tidak ditegakkan hingga ia melahirkan anaknya.
Sebab, membunuh wanita tersebut dalam keadaan hamil akan menyebabkan kematian
janinnya padahal janin tersebut tidak berdosa. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَلَا تَزِرُ
وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۚ ١٦٤﴾ [الأنعام: 164]
“Dan seseorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (al- An’am: 164)
Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam menunda
ditegakkannya rajam atas wanita al-Ghamidiyah karena ia dalam keadaan hamil.
Rasulullah Shalallahu’alihi wa
sallam memerintah wanita ini menanti kelahiran anaknya dan menyusuinya
hingga sang anak tidak lagi tergantung dengan susu ibunya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي. وَإِنَّهُ رَدَّهَا
فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ ، لِمَ تَرُدُّنِي؟ لَعَلَّكَ
أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا، فَوَاللَهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ:
إِمَّا لَا، فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي. فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ
فِي خِرْقَةٍ، قَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ. قَالَ: اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ
حَتَّى تَفْطِمِيهِ. فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ
كِسْرَةُ خُبْزٍ، فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ اللهِ، قَدْ فَطَمْتُهُ
وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ
فَرَجَمُوهَا فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ بِحَجَرٍ فَرَمَى رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ
الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ فَسَبَّهَا فَسَمِعَ سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ،
مَهْ يَا خَالِدُ، نَبِيُّ اللهِ
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ
مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ » [رواه
مسلم]
Seorang wanita dari kabilah Ghamidiyah datang kepada Rasululah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia berkata,“ Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina
maka (tegakkan rajam) untuk menyucikanku.” Namun, Rasul berpaling darinya
(tidak membalas permohonannya), hingga keesokan hari ia berkata,“Wahai Rasulullah,
kenapa engkau tolak aku , apakah engkau menolak aku sebagaimana engkau tolak
Ma’iz? Demi Allah, aku telah hamil (yakni benar benar
berzina).”Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam bersabda, “Tidak sekarang,
pergilah engkau hingga engkau melahirkan (kandunganmu).” Setelah melahirkan,
datang sang wanita membawa bayi pada sebuah kain (yang digendongnya), ia
berkata,“Ini anakku, aku telah melahirkannya.” Kemudian
Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam bersabda, “Pergilah, susui anakmu
hingga engkau sapih.” Setelah menyapihnya, ia datang membawa anaknya yang
sedang memegang sepotong roti.
Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah menyapihnya dan ia sudah bisa
memakan makanan.” Nabi lalu menyerahkan si anak kepada salah seorang muslimin.
Setelah itu, beliau memerintahkan penggalian tanah dan memendam si wanita
hingga dadanya, lantas memerintahkan manusia merajamnya.
Khalid bin Walid radhiyallahu anhu datang dan melempari kepala wanita
itu dengan sebuah batu. Memancarlah darah ke wajah Khalid sehingga Khalid mencelanya.
Nabi Muhammad mendengar celaan Khalid terhadap wanita tersebut. Beliau
bersabda, “Tunggu, hai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan -Nya,
sungguh dia telah bertobat dengan sebuah tobat yang apabila dilakukan oleh
pemungut pajak, tentu akan diampuni dosanya.” Selanjutnya, Nabi memerintahkann
manusia menyalati dan menguburkan. (Shahih Muslim, bab “Orang yang Mengaku
Berbuat Zina”, no. 3208)
Kisah
yang sangat mengagumkan. Kesungguhan tobat seorang wanita, kesungguhan rasa takut kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Di sisi lain, kita saksikan kasih sayang Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam dan keindahan syariat Islam. Tidak
sia-sia sang wanita menundukkan dirinya di hadapan syariat Allah Shubhanahu wa ta’alla, Allah Subhanahu wa ta’la telah
menerima tobatnya.
Hukum Islam Tidak Memandang Status Sosial
Hukum
qishash dan hadd yang sangat indah dan dipenuhi maslahat, semakin tampak
keindahannya dengan keadilan hukum Islam. Islam tidak membedakan penegakan
hukum ini apakah diterapkan pada bangsawan atau orang biasa, hukuman Allah Shubhanahu wa ta’alla berlaku atas
seluruh umat.
Tidak
seperti umat-umat terdahulu, hukum hanya diberlakukan bagi kaum lemah, adapun
kaum bangsawan mereka kebal hukum. Hadits berikut menggambarkan dengan jelas
betapa indah dan adilnya hukum Islam. Dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Kabilah
Quraisy merasa sedih dengan perkara wanita Makhzumiyah yang terbukti telah
mencuri (dan telah sampai urusannya kepada Rasulullah Shalallahu’alihi wa
sallam ), mereka berkata, “Siapa kiranya yang menyampaikan kepada
Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam tentang wanita ini (agar mendapat
keringanan dan tidak dipotong tangannya)?” Diantara mereka ada yang berkata,
“Tidak ada yang berani selain Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Usamah lalu menyampaikannya kepada beliau.
Rasulullah Shalallahu’alihi wa sallam mengatakan, “Apakah engkau hendak
memberi syafaat pada salah satu hukum had Allah?”Beliau kemudian berdiri
berpidato, “Sesungguhny ayang membinasakan umat sebelumkalian adalah apabila
ada diantara orang-orang mulia mereka melakukan pencurian, mereka
membiarkannya; dan apabila yang mencuri dari kalangan lemah, mereka menegakkan
hukum had atasnya.Demi Allah, seandainya Fathimah bintu Muhammad mencuri,
sungguh aku akan potong tangannya.”
Inilah Amerika
Serikat (AS), Sang Pembela HAM
Yahudi, dengan AS sebagai keledai tunggangannya,
adalah kaum yang paling getol mencela qishash dan hukum Islam lainnya. Tidak
ketinggalan pula seluruh orang kafir, munafikin, dan orang-orang yang
berpenyakit hati ikut berbaris membawa misi yang sama. Sebagai penutup
pembahasan kita, marilah kita lihat bagaimana keadaan negara pembela HAM, apakah
mereka mendapatkan ketenteraman dengan menyelisihi hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla?
Dalam sebuah berita dilaporkan bahwa di Amerika
Serikat, setiap tahunnya terjadi 20 juta kasus kejahatan, dan itu yang
tercatat. Juru bicara kantor pendataan di Kementerian Kehakiman AS mengatakan
bahwa berdasarkan data yang tercatat, pada 2009 angka kejahatan yang meliputi
pencurian dan pembunuhan meningkat tajam.
Dari keseluruhan angka tersebut 4.300.000 kasus
lebih terkait dengan aksi pemerkosaan, perampokan, dan penganiayaan.
Ditambahkannya, kasus pencurian rumah dan pencurian mobil tercatat sebanyak
15,6 juta kasus. Sementara itu, situs penerangan Kepolisian Federal AS dalam
laporannya menyebutkan bahwa pada 2009 terjadi setidaknya 16.000 kasus
pembunuhan yang dilaporkan secara resmi ke kepolisian.
Di sejumlah kota, khususnya Detroit, di negara
bagian Michigan, tingkat kejahatan sedemikian tinggi sehingga disamakan oleh
sebagian kalangan dengan kawasan perang. Dinyatakan pula bahwa setiap tahunnya
tercatat ratusan ribu kasus pemerkosaan, dengan 90% pelaku pemerkosaan tidak
pernah ditahan.
Inilah Amerika yang dielukan. Inikah para pembela
HAM? Dengan dalih membela HAM, mereka campakkan hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla. Mereka akan
menuai hasilnya di dunia dan akhirat. Demi Allah, sebentar lagi mereka akan
tumbang, negeri mereka akan hancur, sebagaimana halnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menumbangkan
benteng-benteng kokoh Yahudi di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
قال الله تعالى: ﴿ هُوَ الَّذِي
أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِن دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ
الْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا ۖ وَظَنُّوا أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ
حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا ۖ
وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ
وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ﴾ [الحشر : 59]
“Dia-lah yang mengeluarkan
orang orang kafir diantara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat
pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar.
dan pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan
mereka dari (siksaan) Allah ; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman)
dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Allah mencampakkanketakutankedalam
hati mereka; mereka memusnahkan rumah rumah mereka dengan tangan mereka
sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk
menjadi pelajaran, hai orangorang yang mempunyai pandangan.” (al-Hasyr: 59)
Post a Comment