Merenungi Tafsir Surat Al Ma’un
Merenungi Tafsir Surat Al Ma’un
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku
bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah
yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi
-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan -Nya..
Amma Ba’du:
Di antara surat yang agung kedudukannya yang sering
terdengar pada pendengaran kita, dan membutuhkan perenungan dan
tadabbur adalah surat Al-Ma’un. Allah SWT berfirman:
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah
orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong
dengan) barang berguna. (QS.
Al-Ma’un: 1-7)
Allah SWT berfirman:
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.
Maksudnya
adalah tidakkah engkau menyaksikan wahai Muhammad orang yang mendustkan hari
pembalasan, baik peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya berupa balasan dan
sisksaan?. Dikatakan bahwa ayat ini umum bagi setiap orang yang menjadi sasaran
perintah ini, mereka itulah orang-orang yang mengingkari hari pembalasan:
Dan
mereka selalu mengatakan: "Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya
kami
benar-benar
akan dibangkitkan kembali?. (QS.
Al-Waqi’ah: 47)
Dan di antara yang mendustakan
hari pembalasan itu ada yang berkata:
"Siapakah
yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang telah hancur luluh?. (QS.
Yasin: 78)
Allah SWT berfirman:
“Itulah
orang yang menghardik anak yatim”. Maksudnya adalah Mereka yang
mengahardik anak yatim, menzalimi hak-haknya, dan tidak memberinya makan, tidak
berbuat baik kepada mereka. Yatim adalah orang yang bapakanya telah meninggal
dan dia di bawah usia baligh
baik lelaki atau wanita.
Firman
Allah SWT:
“dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”.
Maksudnya
adalah tidak memerintahkan untuk memberi makan orang miskin karena kebakhilan atau
karena mendustakan hari pembalasan. Sebagaimana disebutkan di dalam firman
Allah SWT:
Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak
memberi makan orang miskin, (QS.
Al-Fajr: 17-18).
Firman Allah SWT:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya.
Kata
wail bermakna: Siksa bagi
mereka. Sebagian ahli tafsir berkata: mereka adalah orang yang mengakhirkan
shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan shalat kecuali setelah keluar
waktunya.
Diriwyatkan
oleh Abu Ya’la di dalam musnadnya dari hadits riwayat Mus’ab bin Sa’d dari
Sa’id bin Abi Waqqas berkata: Aku berkata kepada bapakku: Wahai bapakku,
bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah SWT:
(yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya.
Siapakah di antara kita yang
tidak lupa dan tidak membisikkan sesuatu pada dirinya?. Dia berkata: Bukan itu
maksudnya adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai sehingga menyia-nyiakan
waktu shalat.[1]
Allah SWT berfirman;
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek)
yang menyia-nyiakan
salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam: 59).
Dan ulama yang lain berkata:
Mereka meninggalkan shalat dan tidak pula menunaikannya. Penafsiran ini datang
dari Ibnu Abbas. Dan ada yang berkata: Mereka adalah orang-orang munafiq yang
meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya secara terang-terangan
saja.[2]
Ibnu
Katsir rahimhullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau biasanya
meninggalkan shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak mengerjakan shalat
dengan sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, mereka tidak
mengerjakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan, atau mereka tidak khusyu
dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi makna yang terkandung di
dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an tersebut mencakup semua
makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat seperti ini berarti dia
termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di atas, dan barangsiapa
yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang disebutkan di dalam penafsiran
ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam keburukan tersebut. Yaitu
kesempurnaan nifaq yang bersiat amali, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat
Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Itulah shalatnya
orang munafiq, duduk menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai pada dua
tanduk setan maka diapun bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat, tidak
menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.[3]
Mereka
mengerjakan pada waktu yang dimakruhkan, kemudian dia mengerjakannya pada waktu
tersebut, mereka mengerjakannya dengan cepat sama seperti burung gagak mematuk,
tidak thum’aninah dan tidak pula khusyu’, oleh karena itulah Rasulullah SAW
bersabda: “...tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.
Dan semoga yang mendorong mereka melakukan hal itu adalah untuk berbuat riya’
di hadapan orang lain bukan untuk mengharapa keredhaan Allah SWT, hal itu
sama saja dengan tidak shalat secara keseluruhan. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk salat, mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud
riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah
mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali.(QS. Al-Nisa’: 142).
Firman Allah SWT:
“orang-orang
yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. Artinya
mereka tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka dengan
mewujudkan keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah SWT, dan tidak pula berbuat
ihsan kepada makhluk -Nya walaupun
dengan memberikan pinjaman barang yang bisa dimanfaatkan, dan bisa digunakan
untuk keperluan tertentu padahal wujud barang tersebut tetap serta akan
dikemblikan kepada mereka selaku pemilik, seperti meminjam bejana, ember dan
parang. Maka orang yang bertipe seperti ini akan lebih gampang dalam
meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.
Di
antara pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini adalah:
Pertama: Ayat ini menjelaskan tentang anjuran memberi makan
kepada orang miskin dan anak yatim. Diriwyatkan oleh AL-Bukhari di dalam kitab
shahihnya dari Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda: Aku bersama orang yang
menanggung anak yatim seperti ini”. Dan
beliau menjadikan jari telunjuk berjejeran dengan jari tengah.[5]
Diriwyatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa
Nabi Muhammad SAW bersabda: Orang
yang berusaha untuk kebutuhan wanita janda dan miskin seperti seorang mujahid
di jalan Allah”, dan aku menyangka beliau bersabda: “Seperti orang yang bangun
malam tanpa merasa putus asa dan orang yang puasa yang tidak pernah
meninggalkannya”.[6]
Kedua:
Anjuran untuk menunaikan shalat pada waktunya. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Nisa’: 103)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: Aku
bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?.
Beliau SAW bersabda: Shalat tepat pada
waktunya”.[7]
Ketiga: Anjuran untuk mengerjakan
kebajikan, dan berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan meminjam harta
walaupun kecil, seperti meminjamkan
bejana, timba, buku, parang dan yang lainnya sebab Allah mencela orang yang
tidak berbuat demikian.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Amr bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Empatpuluh
kebaikan, dan yang paling tinggi adalah menghadiahkan seekor kambing betina.
Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari bagian tersebut karena mengharap
pahala dari Allah dan percaya akan dijanjikan kecuali Allah akan memasukkannya
ke dalam surga”.[8]
Hasan berkata:
Maka kami kembali dan menghitung apa saja yang termasuk dalam pemberian yang
nilainya di bawah kambing betina, seperti menjawab salam, mendo’akan orang yang
bersin, menjauhkan gangguan dari jalan umum dan yang lainnya, dan kami tidak
mampu menyebut lima belas kebaikan.[9]
Keempat: Anjuran untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya dan
sum’ah, sebagaimana firman Allah tentang sifat orang-orang yang beriman:
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya
kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (9)Sesungguhnya Kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan:
8-9)
Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits
riwayat Jundub RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan
memperdengarkannya dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah
akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.[10]
Maknanya
adalah barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan
menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat
bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat namun dia ingin memperdengarkan
kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah dikerjakannya begitu
pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah pun akan
memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan menyingkap kedoknya baik
cepat atau lambat.
Segala
puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta
seluruh pengikut beliau.
[1] Abu Ya’la di dalam musnadnya:
1/336 no: 700 dan Al-Munziri berkata di dalam kitab targib wat tarhib: 1/441; sanadnya hasan.
[2] Lihat tafsir Ibnu Katsir:
4/554
[3] HR. Muslim: no: 622
[4] Tafsir Ibnu Katsir: 4/554
[5] Al-Bukhari no: 6005
[6] Shahih Muslim: no: 2982 dan
ini adalah lafaz Muslim dan Al-Bukhari no: 6007
[7] Al-Bukhari no: 527 dan Muslim:
no: 85
[8] Al-Bukhari: no: 2631
[9] Halaman: 497
[10] Al-Bukhari : no: 6499 dan
Muslim: no: 2987
Post a Comment