Qunut dalam Shalat Witir
Qunut dalam Shalat Witir
Tidak ada riwayat yang shahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau qunut pada shalat witir.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: ‘Tidak ada sedikit pun riwayat
padanya dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.’[1]
Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata: ‘Saya tidak tidak menghapal
satu riwayat pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam qunut.’[2]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: ‘Tidak shahih dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam qunut dalam shalat Witir satu hadits yang musnad.’[3]
Dan kelengkapan pembicaan maka sesungguhnya di sini ada dua bagian:
Bagian pertama: qunut dalam shalat Witir di luar bulan Ramadhan. Ini
disyari’atkan menurut pendapat mayoritas ulama, dan ia diriwayatkan dari
sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhu.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Qunut dalam shalat Witir
diriwayat dari Umar radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, dan riwayat dari mereka lebih shahih dari pada qunut dalam shalat
fajar.[4]
Atha` rahimahullah berkata: ‘Para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukannya (qunut shalat Witir).’[5]
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
‘Umar radhiyallahu ‘anhu qunut dari tahun ke tahun.’[6]
Bagian kedua: Qunut dalam shalat Witir
di bulan Ramadhan. Inilah yang diperdebatkan para ulama atas beberapa pendapat,
yang paling nampak ada dua pendapat:
Pertama: disyari’atkan sebulan penuh, ia
diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, al-Hasan rahimahullah,’Atha` rahimahullah, Abu Tsaur rahimahullah,
an-Nakha`i rahimahullah, Ishaq rahimahullah, al-Auza`i rahimahullah.
Ia adalah madzhab Hanbali dan pendapat mazhab Hanafi.[7]
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
‘Sebelumnya saya berpendapat bahwa qunut pada pertengahan (kedua) dari bulan
Ramadhan, kemudian saya berpendapat agar tidak menyempitkan manusia agar qunut
sepanjang tahun.[8]
Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah
berkata ketika disebutkan pendapat imam Ahmad rahimahullah dalam satu
riwayat darinya bahwa ia tidak berpendapat qunut kecuali pada separo kedua:
‘Menurut pendapat kami bahwa dia telah menarik pendapat ini, karena ia telah
menyatakan hal itu dalam riwayat Khathab.’[9]
Pendapat kedua: Tidak disyari’atkan
qunut kecuali pada separo kedua dari bulan ini. Ibnu Mundzir rahimahullah
berkata: hal itu diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalih radhiyallahu ‘anhu
dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dan Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhu melakukan hal itu...dengannya berpendapat Muhammad bin Sirin rahimahullah,
az-Zuhri rahimahullah, Malik bin Anas rahimahullah, dan Syafi’i rahimahullah.[10]
Az-Zuhri rahimahullah berkata:
‘Tidak ada qunut dalam setahun kecuali di pertengahan kedua dari bulan
Ramadhan. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq rahimahullah dalam
Mushannafnya.
At-Tirmidzi rahimahullah berkata:
para ulama berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat Witir: Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berpendapat disyari’atkan qunut dalam shalat
Witir sepanjang tahun, dan ia adalah pendapat sebagian ulama. Ini juga pendapat
Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, Ishaq, dan para ulama Kufah rahimahumullah.
Dan diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu: Tidak ada qunut kecuali pada pertengahan kedua dari
bulan Ramadhan, sebagian ulama mengambil pendapat ini.[11]
Syaikhul Islam rahimahullah
berkata: Adapun qunut witir, ada tiga pendapat para ulama: ada yang
berpendapat: Tidak disunnahkan sama sekali, karena tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau qunut dalam shalat Witir.
Ada yang berpendapat: bahkan disunnahkan
sepanjang tahun, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu dan yang lainnya, dan karena dalam Sunan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma doa
yang dibaca dalam qunut Witir.
Ada yang berpendapat: bahwa qunut pada
pertengahan kedua dari bulan Ramadhan, seperti yang dilakukan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
‘anhu.
Kesimpulan: Sesungguhnya qunut Witir
termasuk jenis do’a dalam shalat, siapa yang menghendaki ia boleh melakukannya
dan siapa yang ingin meninggalkannya tidak mengapa.. apabila seseorang menjadi
imam dalam qiyam Ramadhan, jika ia qunut sebulan penuh berarti ia melakukan
kebaikan. Jika ia qunut di pertengahan kedua sungguh ia telah berbuat baik, dan
jika ia tidak qunut sama sekali berarti ia sudah melakukan kebaikan.[12]
Ia berkata: ‘Semuanya boleh, siapa yang
melakukan salah satunya maka tidak ada celaan atasnya.’[13]
Post a Comment