Shalat Jamaah
Shalat
Jamaah
Segala
puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala, shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam,
dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya
selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.
Amma Ba’du:
Sesungguhnya
shalat adalah tiang agama Islam, dia adalah kewajiban yang paling besar setelah
membaca dua kalimah syahadah, dan Allah subhanahu wa ta’ala memuji
orang yang menjaga pelaksanaan shalat ini secara kontinyu di mesjid. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
Bertasbih
kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan
dan disebut nama -Nya di dalamnya,
pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu
hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.
(QS. Al-Nur: 36-37).
Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
Hanyalah
yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, serta tetap
mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada
siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
Al-Taubah: 18)
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih mereka berdua dari Abi
Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam bersabda:
Shalat seorang lelaki secara berjama’ah akan lebih baik dari shalat yang
dilakukannya di rumahnya dan di pasarnya
dua puluh lima kali lipat, dan yang demikian itu apabila seseorang melakukan
wudhu, dan dia menyempurnakan waudhu’nya kemudian keluar menuju mesjid dan tidak
ada yang mengeluarkannya kecuali shalat, maka tidaklah dia melangkah dengan
suatu langkah pun kecuali diangkat dengannya satu derajat, dan dihapuskan
karenanya satu kesalahan, dan apabila dia menjalankan shalat maka malaikat
senantiasa membaca do’a untuk dirinya, selama dirinya berada di tempat
shalatnya: Ya Allah curahkanlah shalawat atas dirinya, Ya Allah berikanlah
rahmat atas dirinya, dan salah seorang di antara kalian senantiasa di dalam
shalatnya selama dia menunggu shalat”.[1]
Di
dalam riwayat yang lain disebutkan: Shalat berjama’ah itu lebih baik dari
shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat”.[2]
Diriwayatkan oleh Muslim dari
Jabir bin Abdullah RA berkata: Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam
bersabda: Tidakkah aku menunjukkan kepada kalian kepada apa-apa yang
menghapuskan kesalahan dan meninggikan derajat?. Mereka menjawab: Kami mau
wahai Rasulullah, Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam menjawab:
Menyempurnakan waudhu’ pada angauta wudhu’ yang wajib disiram dan yang sunnah
(sekalipun ia tidak menyukainya), memperbanyak langkah menuju masjid dan
menunggu satu shalat setelah shalat yang lain, maka itulah bentuk ribat
(berjaga-jaga di jalan Allah)”.[3]
Syekh Abdul Aziz bin Baz
rahimhullah berkata: Allah subhanahu wa ta’ala sering menyebut shalat di dalam kitab -Nya
yang mulia, mengagungkan kedudukannya, memerintahkan untuk selalu menjaganya
dan melaksanakannya secara berjama’ah, dan Allah subhanahu wa ta’ala juga memberitahukan bahwa meremehkan
pelaksanaan shalat termasuk sifat orang-orang munafiq. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
Peliharalah
segala salat (mu), dan (peliharalah) salat wusthaa. Berdirilah karena
Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. (QS. Al-Baqarah: 238).
Bagaimana orang lain bisa
mengetahui bahwa seseorang menjaga shalatnya dan mengagungkannya, kalau dirinya
selalu meninggalkan dan meremehkan pelaksanaan shalat berjama’ah bersama
sudara-saudaranya di mesjid[4].
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata,
(QS. Al-Nisa’: 102)
Dan syekh bin Baz rahimhullah
berkata : Maka Allah subhanahu wa ta’ala
mewajibkan pelaksanaan shalat
secara berjam’ah pada saat perang dan genting, maka apalagi dalam keadaan
damai?. Dan seandainya seseorang diberikan keringanan untuk meninggalkan shalat
berjama’ah maka orang-orang yang berbaris untuk menghadapi musuh dan terancam
dengan serangan musuh lebih utama untuk dibolehkan meninggalkan shalat
berjam’ah, lalu pada saat hal itu tidak terjadi maka diketahui dengannya bahwa
melaksanakan shalat secara berjama’ah termasuk kewajiban yang paling utama dan
tidak boleh bagi seorangpun untuk meninggalkannya”.[5]
Dan
nash-nash yang menjelaskan tentang diwajibkannya shalat berjama’ah sangat
banyak sekali, di antaranya apa yang diriwayatkan oleh Al-bukhari dan Muslim
dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam
bersabda: Sesungguhnya shalat yang
paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat isya dan shalat fajar,
seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat padanya niscaya mereka
pasti mendatanginya walaupun dengan cara merangkak, sungguh aku ingin untuk
mendirikan shalat, kemudian aku memerintahkan seorang lelaki untuk mengimami
shalat, kemudian aku pergi bersama sekelompok orang yang membawa kayu bakar
menuju kaum yang tidak menghadiri shalat berjama’ah untuk membakar rumah mereka
dengan api”.[6]
Sebagian ahlul ilmi berkata:
Sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam tidak mungkin
mengancam perbuatan tersebut kecuali karena orang yang meninggalkan shalat berjama’ah
telah melakukan dosa yang sangat besar, kita memohon kepada Allah subhanahu
wa ta’ala semoga Dia menyelamatkan kita darinya”.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab shaihnya dari Abi Hurairah RA
berkata: Datang kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alai wasallam seorang
lelaki yang buta dan berkata: Wahai Rasulullah sungguh aku tidak memiliki orang
yang bisa menuntunku menuju mesjid, dan meminta kepada Rasulullah shalallahu
‘alai wasallam agar diberikan keringanan dan melaksanakan shalat di rumahnya,
maka Rasulullah pun memberikannya keringanan. Lalu pada saat dia berpaling
pergi beliau memanggilnya dan berkata kepadanya: Apakah engkau mendengar azan?.
Shahabat itu menjawab: Ya. Rasulullah memerintahkan: Tunaikanlah shalat di
mesjid”.[7]
Di dalam riwayat Abu Dawud
Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam bersabda: Aku tidak mendapatkan
keringanan bagimu”.[8] Diriwayatkan oleh Abu Dawud di
dalam kitab sunannya dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shalallahu ‘alai
wasallam bersabda: Barangsiapa yang mendengar panggilan shalat dan tidak
ada satu halanganpun yang menghalanginya untuk memenuhi penaggilan tersebut”. Para shahabat bertanya: Apakah halangan itu wahai
Rasulullah?. Beliau menjawab: Rasa takut, sakit maka shalat yang dikerjakannya
tidak akan diterima”.[9]
Diriwayatkan
oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Mas’ud secara mauquf bahwa dia
berkata: Barangsiapa yang senang dan ingin berjumpa dengan Allah subhanahu wa
ta’ala pada hari esok dalam keadaan muslim maka
hendaklah dia menjaga shalat ini sebab dia akan diseru dengannya. Sesungguhnya
Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyari’atkan kepada Nabi kalian
sunnah-sunnah sebagai petunjuk, dan sungguh shalat termasuk sunnah-sunnah
petunjuk tersebut, seandainya kalian menjalankan shalat di rumah-rumah kalian seperti orang yang
meninggalkan shalat jama’ah ini maka sungguh kalian telah meninggalkan
sunnah-sunnah nabi kalian, dan jika kalian telah meninggalkan sunah-sunnah nabi
kalian maka sungguh kalian telah tersesat, tidaklah seorang lelaki bersuci
secara sempurna, kemudian berangkat menuju salah satu mesjid kecuali Allah subhanahu
wa ta’ala akan menuliskan baginya untuk setiap
langkahnya satu kebaikan dan mengangkat derajatnya satu tingkatan, dan dia akan
dihapuskan dengannya satu kesalahan, dan sungguh aku telah melihat kepada
masyarakat kami bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat berjama’ah kecuali
orang munafiq yang sudah diketahui kemunafiqannya, sesungguhnya seorang lelaki
didatangkan menuju mesjid dengan dipapah oleh dua orang sehingga dia bisa
berdiri di shaf shalat”.[10]
Dan
dijawab oleh para ulama tentang shalat seseorang secara berjama’ah lebih baik
dari shalat seseorang yang dilakukan di rumahnya, di pasarnya sejumlah dua
puluh lima derajat, maksudnya adalah penjelasan tentang jumlah pahala yang
diberikan kepada orang yang melakukan shalat berjama’ah, bahwa pahalanya lebih
besar bukan penjelasan tenatang hukum shalat berjama’ah. Dan penyebutan tentang
hukum shalat berjama’ah dengan kata “lebih utama” bukan menunjukkan bahwa
hukumnya tidak wajib, sebab banyak hadits-hadits yang shahih dan ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban shalat berjama’ah.
Selain itu terdapat maslahat
dan manfaat yang cukup besar yang mengisyaratkan bahwa hikmah shalat berjama’ah
menuntut diwajibkannya.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimhullah
berkata:
Pertama: Mamperlihatkan syiar Islam,
yaitu syi’ar shalat, sebab seandainya manusia tetap melaksanakan shalat di
rumah mereka maka tidak ada yang mengetahui bahwa di sana ada syari’at shalat.
Kedua: Menjalin kasih saying sesama
manusia, sebab saling bertemu dengan manusia dan saling berjabatan tangan akan
melahirkan rasa kasih sayang dan saling mencintai. Diriwayatkan oleh Imam
Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu
‘alai wasallam bersabda: Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian
beriman, dan tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai, tidakkah aku
tunjukkan kepada kalian suatu amalan yang apabila kalian kerjakan maka kalian
akan saling mencintai?. Sebarkanlah salam di antara kalian”.[11]
Ketiga: Terbentuknya rasa persamaan
sesama manusia. Sebab di dalam mesjid akan berkumpul orang yang paling kaya di
samping orang yang paling miskin, seorang penguasa bersebelahan dengan rakyat,
seorang hakim berjejer bersama orang yang dihakimi dan anak-anak atau remaja
berdampingan dengan orang yang sudah tua, dengan ini maka akan tercipta rasa
persamaan, oleh karena itulah Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam
memerintahkan untuk meluruskan shaf. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alai
wasallam bersabda: Luruskanlah shaf dan janganlah kalian bershaf bengkok
sehingga hati-hati kalian menjadi berselisih”.[12]
Keempat: Akan terbentuk rasa peka
dengan keadaan orang lain. Peka dengan keadaan orang-orang fakir dan
orang-orang yang sakit serta keadaan orang yang meremehkan shalat. Sebab jika
keadaan orang yang fakir diketahui oleh jama’ah mesjid maka mereka akan
bersedeqah kepadanya dan menghiburnya, begitu juga jika seseorang tidak
menghadiri shalat berjama’ah maka para jama’ah akan mengetahui jika dia sakit,
sehingga dengan ini para jama’ah akan membantunya, atau jika ada salah seorang
jama’ah yang meremehkan shalat berjama’ah maka mereka akan menasehatinya dengan
segera.
Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan
kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut
beliau.
[1] Al-Bukhari: 647 dan Muslim:
649
[2] Al-Bukhari: 645
[3] HR. Muslim: 251
[4] Majmu’ fatawa wa maqolat
mutanawwi’ah, Syekh bin Baz: 12/14-15
[5] Majmu’ fatawa wa maqolat
mutanawwi’ah, Syekh bin Baz: 12/15-16
[6] Al-Bukhari: 657 dan Muslim:
no: 651
[7] HR. Muslim: no: 653
[8] HR. Abu Dawud: no: 552
[9] HR. Abu Dawud: no: 551 Al-Bani
rahimhullah berkata: shahih tanpa
menyebutkan tentang beberapa halangan di atas dan dalam lafaz yang lain
disebutkan: Tidak ada shalat baginya, shahih sunan Abu Dawud, 1/110.
[10] HR. Muslim: no: 654
[11] Muslim: no: 54
[12] Shahih Muslim: no: 432
Post a Comment