SU’UL KHATIMAH



SU’UL KHATIMAH

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya… Amma Ba’du.
          Dari Sahl bin Sa’d Al-Sa’idi ra bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya seorang hamba mengerjakan suatu amalan di mana amal tersebut dilihat oleh manusia sebagai amal para penghuni surga, namun di terasmuk penghuni neraka, dan terkadang seseorang beramal suatu amalan yang menurut manusia dia beramal dengan amalan para penghuni neraka namun dia termasuk pernghuni surga, sesungguhnya semua amal sangat tergantung dengan amal terakhiri”.[1]
Ibnu Baththal berkata: Dirahasiakannya akhir amal seseorang memliki hikmah yang sangat besar dan sebuah pengaturan taqdir yang sangat tinggi, sebab seandainya manusia mengetahui akhir amalanya maka jika dia termasuk orang yang selamat maka dia akan menjadi sombong dan malas berbuat, dan jika dia termasuk orang  yang binasa maka dia akan bertambah sombong; maka perkara tersebut dirahasiakan agar manusia tetap hidup antara takut dan harap”.[2]
Oleh karena itulah ketakutan orang-orang shaleh terhadap su’ul kahtimah sangat besar, salah seorang mereka berkata: Takutnya orang yang shaleh terhadap su’ul khatimah terajdi pada setiap lintasan dan gerakan. Abu Darda’ berkata: Tidaklah seseorang merasa aman akan tercabutnya keimanan pada saat kematian kecuali iman tersebut akan tercabut[3] lalu pda saat Supyan Al-Tsauri akan meninggal dia menangis, seorang lelaki berkata kepadanya: Wahai Abu Abdullah apakah anda menangis karena merasa banyak dosa?. Dia berkata: Tidak, tetapi aku takut jika imanku tercabut sebelum kematianku.[4]
Oleh karena itu ulama salaf merasa khawatir terhadap dosa-dosa yang menyebabkan diri mereka terhijab dari husnul khatimah.
Ibnul Qoyyim rahimhullah berakata: Inilah fiqih yang terbesar, di mana seseorang merasa khawatir terhadap dosa-dosanya yang akan memperdayanya pada saat kematian, sehingga dia terdinding dari mendapatkan husnul khatimah”.[5]
Al-Hafiz Abdul Haq Al-Isybily berkata: Dan su’ul khatimah, semoga Allah melindungi kita darinya, memiliki pintu dan sebab, di antaranya tenggelam dalam merebut, menuntut dan mengkonsentariskan diri kepada harta dunia, berpaling dari mengingat akherat, dan memberanikan diri tenggelam dalam bermaksiat kepada Allah. Sebab bisa jadi seseorang tenggelam dalam sebuah kesalahan atau kemaksiatan, berpaling (dari kebenaran), dikuasai rasa angkuh dan berani dengan dosa, sehingga menguasai dan menawan hati dan akalnya lalu kematian dating menjemputnya dalam kondisinya yang seperti itu. Dan su’ul khatimah tidak terjadi pada orang yang lahiriyahnya tanpak komitmen dengan agama dan keadaan bathinnya baik. Perakra yang seperti ini tidak pernah terdengar dan diketahui, dan segala puji hanya milik Allah, dia hanya terjadai pada orang yang memiliki aqidah yang rusak, terus tenggelam dalam dosa-dosa besar, memberanikan diri berbuat dosa-dosa besar sehingga bisa jadi dia tenggelam dalam dosa-dosa tersebut lalu mati menjemputnya sebelum bertaubat”.[6]
Terkadang, seseorang yang sedang mengalami sakratul maut menampakkan tanda-tanda su’ul khatimah seperti tidak mau mengucapkan kalimat syahadataini dan menolak mengucapkannya, berbicara tentang keburukan dan perbuatan yang diharamkan serta menampakkan ketergantungannya terhadap dosa dan yang sepertinya baik berupa perkataan dan perbuatan yang mengindikasikan akan keadaan dirinya yang berpaling dari agama Allah dan merasa marah dengan ketentuan Allah yang turun kepadanya[7]
Ibnul Qoyyim berkata: Apabila engkau memperhatikan keadaan orang yang sedang menghadapi sakratul maut di mana mereka di saat itu dihalangi mendapat husnul khatimah  karena akbiat dari perbuatan buruk mereka[8]
Ibnu Rajab berkata: Sesungguhnya su’ul khatimah disebabkan oleh keburukan yang merasuk secara rahasia kepada seseorang di mana orang lain tidak mengetahuinya baik berupa perbuatan dan yang lainnya, maka perbuatan yang rahasia ini mengakibatkan su’ul khatimah pada saat kematian. Begitu juga, bisa jadi seseorang mengerjakan perbuatan para penghuni neraka namun di dalam batinnya tersimpan potensi kebaikan lalu potensi kebaikan ini muncul menguasai dirinya di akhir hayatnya akhirnya dia mendapat husnul khatimah.[9]
Para ulma telah menyebutkan beberapa amalan yang bisa mengakibatkan terajdinya su’ul khatimah:
1-Menunda bertaubat, terus tenggelam dalam kemaksiatan, meremehkan pelaksanaan kewajiban, terkadang seseorang menyembunyikan keinginannya untuk bertaubat namun….kapan? . Orang yang bujang berkata: Setalah aku menikah. Seorang siswa berkata: Aku bertaubat setelah lulus. Orang yang miskin berkata: Aku bertaubat setelah aku mendapat kerjaan. Orang yang masih kecil berkata: Setelah aku besar. Seperti inilah setiap orang dari mereka menentukan waktu pertaubatannya masing-masing, maka kepada mereka dikatakan: Siapakah yang menjamin bahwa kalian akan sampai kepada apa yang anda angan-angankan?, apakah kalian tidak takut jika kematian menjemput kalian secar tiba-tiba sebeluk kalian sampai pada angan-angan tersebut? Lalu pada saat kalian telah sampai kepada apa yang kalian angan-angankan apakah ada jaminan bahwa kalian akan diberikan taufiq untuk bertaubat sementara usia telah berlalu dalam dosa, kesesatan dan syahwat yang diharamkan, biasanya sebagai sebab bagi berbalik dan rusaknya hati. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan. QS. Al-Anfal: 24
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka. QS.Al-An’am: 110
Kemudian Allah menjelaskan tentang sebab berpalingnya hati mereka. Allah berfirman:
كَمَا لَمْ يُؤْمِنُواْ بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ
seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur'an) pada permulaannya,
maksudnya adalah karena mreka menolak kebenaran pada permulaannya. Kemudian Allah menjelaskan:
وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.
 Allah telah mencela suatu kaum yang tenggelam dalam angan-angan yang panjang shingga melalaikan mereka dari beramal untuk ladang ahkerat, lalu ajal datang menjemput semetara mereka tenggelam dalam kelalaian. Allah swt berfirman:
رُّبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ كَانُواْ مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُواْ وَيَتَمَتَّعُواْ وَيُلْهِهِمُ الأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka. QS. Al-Hijr: 2-3
Ali bin Abi Thalib ra berkata: Aku hanya takut kepada kalian dua perkara: panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu, adapun panjang angan-angan maka dia akan menyebabkan seseorang lupa terhadap akherat dan mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan seseorang berpaling dari kebenaran.
2- Senang bermaksiat. Apabila seseorang selalu berbuat kemaksiatan dan tidak segera bertaubat, akhirnya dirinya terbiasa dengan kemaksiatan dan menguasai hati dan pikirannya di akhir hayatnya sehingga dirinya mati dalam keadaan su’ul khatimah dan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu.
Dari Jabir ra dia berkata: Seorang hamba akan dibangkitkan dalam keadaan yang sama dengan keadaan kematiannya”.[10]
Ibnu Katsir berkata: Dosa-dosa, kemaksiatan, dan syahwat akan mengecewakan pelakunya pada saat kematian datang menjemput bersamaan dengan berkhianatnya setan terhadap hamba, maka telah terkumpul padanya dua kekecewaan di tambah dengan keimanan yang lemah, sehingga dirinya terjebak ke dalam su’u; khatimah[11]
Abdul Aziz bin Abi Ruwad berkata: Aku menyaksikan seseorang yang sedang menghadapi kematian dan dia ditalkinkan لا إله إلا الله  Pada akhir ucapannya orang tersebut berkata: Dia kafir terhadap apa yang engkau katakana dan dia meninggal dalam keadaan itu, lalu aku bertanya tentang lelaki itu: Ternyata dia adalah seorang yang kecanduan khamar. Abdul Aziz berkata: Takutlah kalian terhadap dosa sebab itulah yang telah mejerumuskannya. Dan cerita yang lain, seseorang dijemput kematian: lalu dikatakan kepadanya: Ucapkanlah: لا إله إلا الله namun dirinya mendendangkan lagu-lagu sehingga ruhnya tercabut.
Dan diperintahkan kepada seseorang saat kematiannya: Ucapkanlah
 لا إله إلا الله dia menjawab: Ah…Ah…aku tidak bisa mengucapkannya. Banyak cerita tentang masalah ini[12]
Ibnu Qudamah rahimhullah berkata: Apabila engkau telah mengetahui makna su’ul khatimah maka wasapadalah terhadap sebab-sebabnya, persiapakanlah perbuatan-perbuatan yang baik bagimu, janganlah menunda-nunda persiapan sebab usia ini sangat pendek, dan jadikanlah setiap hembusan nafasmu sebagai akhir dari hayatmu, sebab bisa jadi ruhmu tercabut pada saat itu, dan manusia akan mati dengan keadaan sama dengan hidupanya dan akan dibangkitakan dengan keadaan yang sama dengan kematiannya.[13]
Maka hendakalah seorang hamba tetap komitmen dalam ketaatan dan taqwa, dan menjauhkan dirinya dari apa yang diharamkan oleh Allah, bersegera taubat dari segala kemaksiatan, dan hendaklah dia memelas dalam bero’a agar diberikan husnu khatimah, berperasangka baiklah terhadap Allah. Dari Abdullah bin Amru ra bahwa dia mendengar Nabi saw bersabda:  Sesungguhnya seluruh hati anak Adam di dua jari dari jari-jari Allah Azza Wa Jalla seperti satu hati di mana Dia berbuat padanya sekehendakNya”. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Ya Allah yang Maha Kuasa memalingkan seluruh hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan kepadaMu”.[14]
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.




[1] Shahih Bukhari: 4/190 no: 6439 dan Shahih Muslim: 2/2042 no: 2651
[2] Fathul Bari: 11/338
[3] Mukhtashor minhajul Qoshidin, halaman: 391
[4] Mukhtashor minhajul Qoshidin, halaman: 391
[5] Al-Jawabul Kafi liman Sa’ala Anil Dawa’I Syafi, halaman: 148
[6] Al-Jawabul Kafi liman Sa’ala Anil Dawa’I Syafi, halaman: 146, 148
[7] Masyahidul Ihtidhar: halaman: 75
[8] Al-Jawabul Kafi liman Sa’ala Anil Dawa’I Syafi, halaman: 146
[9] Jami’ul ulum wal hikam, halaman: 172-173
[10] Shahih Muslim: 4/2206 no: 2878
[11] Al-Bidayah wan Nihayah: 9/163
[12] Lihat Jami’ul ulum wal hikam, halaman: 173, Al-Jawabul Kafi halaman: 147
[13] Mukhtashor minhajul Qoshidin: halaman: 393
[14] Shahih Muslim:4/2045 no: 2654

Tidak ada komentar