Tawakkal



Tawakkal

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.. Amma Ba’du.
Di antara ibadah hati yang paling agung adalah bertawakkal kepada Allah Ta’ala dalam segala perkara. Sebagian ahlul ilmi berkata: Tawakkal adalah berpegang teguhnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza Wa Jalla dalam keyakinan mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan baik dalam perkara-perkara duniawi atau perkara-perkara ukhrawi. Seorang hamba menyerahkan segala urusannya hanya kepada Allah, dan mewujudkan bukti keimanannya itu dengan meyakini bahwa tidak ada yang mampu memberi, tidak ada yang mampu mencegah dan tidak pula memudharatkan serta tidak mampu memberi manfaat kecuali Allah Azza Wa Jalla.[1]
Allah swt berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. QS. Al-An’am: 17
Allah telah memerintahkan  para hambaNya untuk bertawakkal kepada Allah  pada banyak tempat di dalam kitabNya, bahkan disebutkan secara jelas dalam jumlah yang melebihi lima puluh ayat di dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman:
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا
Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”. QS. Al-Furqon: 58
قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللّهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal." QS. Al-Taubah: 51
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيم  وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. QS. Al-Syu’ara: 217-219
Dari Umar bin Al-Khattab ra bahwa Nabi saw bersabda: Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal maka dia pasti memberikan rizki kepada kalian sama Dia telah memberi rizki kepada seekor burung yang pergi pada waktu pagi dengan perut yang kosong dan pulang waktu sorenya dengan perut yang kenyang”.[2]
Ibnu Rajab berkata: Hadits ini sebagai dasar bagi tawakkal dan sebagai sebab yang terbesar untuk mendapatkan rizki. Allah swt berfirman:
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا   وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS.Al-Thalaq: 2-3
Hadits Umar ra ini menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia diberikan rizki mereka karena sedikitnya rasa tawakkal yang mereka meiliki dan mereka mementingkan sebab-sebab yang lahir dan tenang dengannya, oleh karena itulah mereka  lelah berusaha dalam urusan sebab dan bersungguh-sungguh padanya dengan kesungguhan yang tinggi namun mereka tidak mendapatkan kecuali apa yang telah ditaqdirkan oleh Allah bagi mereka. Seandainya mereka mewujudkan tawakkal ini dengan sebenar-benarnya di dalam hati mereka maka Allah pasti mengalirkan rizki mereka dengan sebab yang paling kecil sebagaimana Allah memberikan rizki kepada burung yang mendpatkan rizkinya hanya dengan pergi pada waktu pagi dan datang pada waktu sore, ini adalah salah satu bentuk pencarian dan usaha namun pencarian dan usaha yang sangat mudah”.[3]
Sebagian ulama salaf berkata: Bertawkkallah kepada Allah niscaya akan dialirkan rizki tanpa lelah dan usaha yang memaksa”.[4]
Sa’id bin Jubair berkata: Bertawakkal kepada Allah mengumpulkan keimanan”.[5]
Ibnul Qoyyim rahimhullah berkata: Bertawakkal kepada Allah adalah sebab yang paling kuat bagi seorang hamba untuk menolak segala gangguan, kezaliman dan keburukan orang lain yang tidak sanggup dihadapi oleh dirinya. Dan dia juga berkata: Tawakkal itua dalah setangah dari agama, dan setengah yang lain adalah inabah (atau kembali) kepada Allah. Maka sesungguhnya agama ini adalah meminta tolong kepada Allah dan  beribadah kepadaNya, bertawakkal adalah bentuk isti’anah (meminta tolong kepada Allah) sementara Inabah adalah bentuk dari ibadah”.[6]
Dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi saw bersabda: Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu berkata:
بسم توكلت على الله لا حول ولا قوة إلا بالله
(Dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri kepada Allah dan tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah). Rasulullah saw bersabda: Dikatakan kepadanya pada saat itu: Engkau telah diberikan petunjuk, telah dipelihara dan dijaga, lalu setanpun akan menjauh darinya, lalu setan yang lain akan berkata kepadanya: Bagiamana engkau bisa memperdaya seorang lelaki yang telah diberi petunjuk, telah dipelihara dan dijaga”.[7]
Dari Ibnu Abbas ra berkata: حسبنا الله ونعم الوكيل  (Cukuplah Allah sebagai Zat yang menjaga dan Dia adalah sebaik-baik tempat untuk bertawakkal), perkataan yang pernah diucapkan oleh Ibrahim alaihis salam pada saat dia dilempar ke dalam api, dan telah diucapkan oleh Muhammad pada saat orang-orang kafir berkata:
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُواْ لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَاناً وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."  QS. Ali Imron: 17
Maka Nabi Ibrahim alaihis salam pada saat dia mengatakan: حسبنا الله ونعم الوكيل  maka kesudahannya adalah seperti apa yang difirmankan oleh Allah Azza Wa Jalla:
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". QS. Al-Anbiya’: 69
Ketika Muhammad saw mengucapkan: حسبنا الله ونعم الوكيل   maka kesudahannya adalah seperti apa yang difirman oleh Allah Azza Wa Jalla:
فَانقَلَبُواْ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُواْ رِضْوَانَ اللّهِ وَاللّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar: QS. Ali Imron: 174
Dan seorang yang beriman dari keluarga fir’aun, ketika kaumnya memperdaya dirinya dia berkata:
وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ  فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya". Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. QS. Gafir: 44-45
Terdapat satu masalah yang semestinya dipahami oleh seorang muslim dengan pemahaman yang benar, yaitu masalah yang berhubungan dengan penggabungan antara tawakkal dan perwujudan sebab, maka saya jelaskan bahwa:
Pertama: Tawakkal adalah amalan hati dan berpegang teguh kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan dalam semua urusan baik dunia dan akherat, adapun sebab maka dia adalah perbuatan nyata anggota badan baik dalam bentuk berusaha mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.
Kedua: Sebagian orang ada yang meninggalkan sebab-sebab terwujudnya sesuatu lalu mendakwakan bahwa dirinya bertawakkal, dan di antara mereka juga ada yang bergantung kepada sebab dan berkeyakinan bahwa sesuatu tidak akan sempurna kecuali dengan mengerjakan sebab tersebut, kedua kelompok ini telah menjauhi kebenaran.
          Yang benar bahwa orang bertawakkal yang sebenarnya adalah orang yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah kemudian dia melihat, seandainya perkara ini memiliki sebab yang disyari’atkan maka dia segera mengerjakannya sebagai wujud ketundukannya kepada syara’ bukan bergantung kepada sebab dan bukan pula sebagai bentuk ketundukan kepada sebab tersebut, dia hanya sebagai bentuk perwaujudan terhadap perintah syara’, namun jika tidak terdapat sebab-sebab yang disyari’atkan maka dia mencukupkan diri dengan bertwakkal kepada Allah.
Sebagai dasar atas penjelasan di atas asalah apa yang sebutkan di dalam hadits dari Anas ra bahwa seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah apakah saya akan mengikat onta saya kemudian saya bertawakkal atau saya melepaskannya kemudian saya bertawakkal. Rasulullah saw menjawab: Ikatlah kemudian barulah bertawakkal”.[8]
Adapun kelompok yang lain, yaitu kelompok yang menggantungkan hati mereka dengan sebab-sebab, sebenarnya hati mereka sangat lemah dengan penjagaan Allah bagi orang yang bertawakkal kepadaNya, engkau melihat mereka bersungguh sungguh dalam mengerjakan sebab-sebab yang bisa jadi tidak dituntut oleh syari’at dan akal. Mereka salah pada saat berkeyakinan bahwa suatu perkara tidak sempurna kecuali dengan mewujudkan sebab.
Allah swt memberi dan mencegah dengan sebab dan tanpa sebab, dan Allah swt memberitahukan di dalam banyak ayat di dalam AL-Qur’an bahwa bertwakkal kepada Allah sudah cukup bagi seorang hamba.
Allah swt berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. QS. Al-Zumar: 36
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS.Al-Thalaq: 2-3
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara. QS. Al-Ahzab: 3
Ketahuilah wahai hamba Allah bahwa sesungguhnya bertwakkal adalah  kedudukan yang sangat tinggi yang tidak bisa diraih kesempurnaannya kecuali oleh sedikit orang dari hamba-hamba Allah, dan orang-orang yang bertawakkal kepada Allah adalah wali dan kekasih Allah. Allah swt berfirman:
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya  QS. Ali Imron: 159
Seandainya seorang hamba benar-benar bertwakkal kepada Allah maka dia tidak membutuhkan orang lain, namun pada saat Allah mengetahui kelemahan manusia maka Dia mensyari’atkan beberapa sebab untuk menyempurnakan makna tawakkal dan itulah wujud dari rahmat Allah dan kasih saying kepada hambaNya.
Maka hendaklah seorang muslim memahami hakekat ini, khususnya saudara-saudara kita yang mencari rizkinya dengan cara yang haram dan syubahat, seperti mereka yang bekerja pada bank-bank riba, berdagang dengan barang-barang yang diharamkan oleh Allah, seperti alat-alat permainan dan barang-barang yang memabukkan, menjual minum-minuman keras, rokok, bermu’amalah dengan bohong, menipu, berkhianat dan culas hanya untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar. Maka cukuplah bagi orang-orang yang seperti ini hadits Nabi saw yang telah diwahyukan oleh Jibril yang jujur kepada Rasul yang mulia, Nabi Muhammad saw, renungkan dan dengarkanlah hadits ini. Hadits ini mengandung banyak hikmah yang agung.
Dari Abi Umamah ra bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya ruh kudus telah meniupkan di dalam jiwaku bahwa satu jiwa tidak akan mati sehingga dia mengambil rizkinya secara sempurna dan menyempurnakan ajal yang telah ditentukan baginya, takulah kepada Allah, bertindak baiklah dalam meminta, dan janganlah keterlambatan datangnya rizki mendorong sesorang untuk menuntutnya dengan cara bermaksiat, sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapatkan kecuali dengan ketaatan kepada Allah”.[9]
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.





[1] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/497
[2] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/502
[3] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/502
[3] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/502
[3] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/497

[4] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/502
[5] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/497
[6] Tafsir Ibnul Qoyyim, halaman: 587 dan Madarijus salikin: 2/118
[7] Sunan Abi Dawud: 4/325 no: 5095
[8] Sunan Turmudzi: 5/668 no: 2517
[9] Hilyatul Auliya’: 10/27 dan dishahihkan oleh Albani di dalam shahihul jami’is shagir: 1/420 no: 2085

Tidak ada komentar