AT- TSABAT (TEGUH HATI)
AT- TSABAT (TEGUH HATI)
ياَمُقَلِّبَ الْقًُلُوْبِ ثَبِّتْ
قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Ya
(Allah) Yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu
Banyak sekali kita menemukan pemuda yang merindukan saat-saat
pertama yang terpancar padanya gairah hidup, memiliki semangat yang
menggebu-gebu, sangat bersungguh-sungguh melaksanakan sunnah, sangat jauh dari
lingkaran yang haram dan syubhat. Kemudian apa? Jiwa menjadi tumpul, semangat
menjadi kendur, dan setiap pemuda sudah cukup sebagai salah satu individu di
tengah-tengah kaum muslimin. Ini lebih baik kondisinya dari pada yang berbalik
ke belakang memusuhi dakwah, mengolok-olok para du'at dan mengancam jalannya.
Sesungguhnya ia adalah pertarungan akhir di antara mundur ke belakang dan tetap
teguh.
Yang kami maksudkan tsabat (teguh) adalah tetap
berada di jalur petunjuk, konsisten di atas jalan ini, istiqamah di atas
kebaikan dan terus berusaha untuk menambah. Setiap
kali seseorang mulai melemah, di sana
ada tingkatan penolong yang tidak menerima penurunan darinya atau kurang
padanya. Dan jika tergelincir tumitnya maka dia langsung bertaubat. Bisa jadi
setelah taubat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah kondisi orang yang
bersifat dengan akhlak tsabat.
Tsabat memiliki beberapa gambaran yang mencakup sisi-sisi
kehidupan seorang muslim, di antaranya tsabat di dalam peperangan
sebagaimana tsabatnya golongan yang banyak bersama para nabi mereka, dan
ucapan mereka adalah:
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
:"Ya
Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-berlebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, …".
(QS. Ali Imran:147)
Dan kelompok yang sabar dengan
kepemimpinan Thaluth yang Allah I berfirman tentang mereka:
وَلَمَّا
بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَآ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
Tatkala
Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, merekapun berdo'a:"Ya Rabb
kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami …".
(QS. al-Baqarah:250)
Dalam hal itu merupakan
bimbingan bagi setiap mukmin agar berlindung kepada Allah I seraya memohon keteguhan
dari-Nya.
Dan Umat ini (kaum muslimin) diseru dengan firman Allah I:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kamu …(QS. al-Anfal:45)
Dan termasuk dosa besar dalam
agama kita adalah berlari (kabur) dari peperangan, karena itulah ia termasuk
sepuluh wasiat yang diberikan Rasulullah r kepada Mu'adz bin Jabal t:
...إِيَّاكَ وَالْفِرَارَ مِنَ الزَّحْفِ وَإِنْ هَلَكَ النَّاسُ.
وَإِذَا أَصَابَ الناسَ مَوْتَان وَأَنْتَ فِيْهِمْ فَاثْبُت
"Hindarilah berlari dari medan perang sekalipun manusia
telah binasa, sekalipun kematian menimpa manusia dan engkau berada di tengah
mereka maka berteguh hatilah."[1]
Karena teguh hati menambah
kekuatan kepada orang-orang yang beriman dan memberikan rasa takut di hati
musuh, serta membuat musuh kecewa. Rasulullah r telah menanamkan pengertian
ini di hari perang Ahzab sambil mengangkat tanah, sedangkan tanah mengotori
perutnya, dia bersabda:
لَوْلاَ أَنْتَ
مَااهْتَدَيْنَا وَلاَتَصَدَّقْنَا وَلاَصَلَّيْنَا, فَأَنْزِلِ السَّكِيْنَةَ
عَلَيْنَا وَثَبِّتِ اْلأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا إِنَّ الألى قَدْ بَغَوْا
عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوْا فِتْنَةً أَبَيْنَا
"Jika bukan karena Engkau niscaya kami tidak mendapat
petunjuk, kami tidak bersedakah dan tidak shalat, maka turunkanlah ketenangan
kepada kami, teguhkanlah pendirian kami jika kami bertemu (musuh), sungguh
mereka berbuat aniaya kepada kami, apabila mereka ingin berbuat fitnah
(kekacauan) kami enggan."[2]
Sesungguhnya tsabat di atas agama cukup menyibukkan
seorang muslim, maka ia banyak berdoa dengannya. Rasulullah r memperbanyak do'anya:
ياَمُقَلِّبَ الْقًُلُوْبِ ثَبِّتْ
قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Ya
(Allah) Yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu[3]
Sungguh Rasulullah r merasa khawatir terhadap
dirinya dalam menghadapi kaum jahiliyah bahwa dia bersikap mudahanah
(menjilat/berpura-pura) atau lemah, karena itulah Rabb kita I berseru kepadanya r dengan karunia-Nya kepadanya agar dia r memurnikan loyalitasnya kepada
Allah I:
وَلَوْلآَ أَن
ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلاً . إِذًا
َّلأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ...
Dan
kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong
sedikit kepada mereka.* kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan
rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula
siksaan) berlipat ganda sesudah mati, (QS. al-Isra`:74-75)
Hendaklah para du'at
berhati-hati saat menghadapi orang-orang zhalim dari tergelincirnya pendirian
dan goncangnya sikap loyal (kepada Allah I).
Huzaifah t mengingatkan para ulama karena
mereka adalah panutan: 'Wahai para qari (maksudnya: ulama), istiqamahlah, jika
kamu mengambil jalan kanan dan kiri (menyimpang dari kebenaran), sungguh kamu
telah berada dalam kesesatan yang jauh.'[4]
Jika kesesatan orang yang berbolak-balik kanan dan kiri hanya terbatas pada
dirinya niscaya perkaranya ringan, akan tetapi orang lain terpengaruh dengan
kesesatannya.
Di antara sarana ahli kitab dalam mengacaukan barisan kaum muslimin
bahwa mereka berpura-pura masuk Islam, kemudian mereka murtad agar orang lain menjadi
murtad bersama mereka:
وَقَالَتْ طَآئِفَةُُ
مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ ءَامِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا
وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا ءَاخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Segolongan
(lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya):"Perlihatkanlah
(seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang
beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada
akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu'min) kembali (kepada kekafiran). (QS.
Ali Imran :72)
Maka orang yang beruntung adalah
orang yang diberi Allah I taufik untuk tsabat, diakhiri
dengan kebaikan dan wafat saat melakukan amal penghuni surga, hingga Allah I memberikan keteguhan padanya
saat ditanya.
Jika engkau merenungkan hadits-hadits haudh (telaga)
dari shahih Muslim niscaya engkau mendapatkan bahwa segolongan manusia
dihalangi darinya, sedangkan Rasulullah r bersabda: 'Wahai Rabb-ku,
para sahabatku.' Dikatakan kepadanya: 'Sesungguhnya engkau tidak
mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu.' Maka Rasulullah r berdoa atas mereka: 'Jauh,
jauh, bagi orang yang merubah sesudahku.' Dalam riwayat yang lain dikatakan
kepadanya: 'Demi Allah I mereka senantiasa kembali di
atas tumit mereka (murtad).' Ibnu Abi Mulaikah –salah seorang perawi hadits
ini- berkata: 'Ya Allah, kami berlindung kepadamu bahwa kami kembali ke
belakang kami (murtad) atau difitnah agama kami."[5]
Kalimat yang berbunyi: 'mereka
senantiasa kembali di atas tumit mereka (murtad)' mengisyaratkan mundur
perlahan serta terus menerus yang membawa kepada kejatuhan. Kemungkinan susah
kembali setelah lama berlalu. Selamatlah bagi orang yang menemukan dirinya agar
tidak tergelincir kakinya setelah teguhnya.
Kita banyak menemukan do'a-do'a yang mengfokuskan
pengertian tsabat, di antaranya do'a Abdullah bin Mas'ud t:
اللّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَيَرْتَدّ وَنَعِيْمًا لاَيَنْفَدُ
"Ya Allah, aku aku memohon kepadamu iman yang tidak kembali
(kepada keyakinan sebelumnya) dan nikmat yang tidak sirna…"[6]
Syaddad bin Aus t berkata: 'Rasulullah r mengajarkan kepada kami
beberapa kalimat yang kami berdoa dengannya di dalam shalat kami: 'Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepadamu keteguhan hati dalam perkara, dan aku memohon
petunjuk yang kuat.'[7]
Di antara gambaran tsabat di dalam fitnah: sabar di
hari-hari yang pahit yang digambarkan oleh Rasulullah r dengan sabdanya:
الصَّبْرُ فِيْهِنَّ
مِثْل الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرَةِ
"Sabar padanya seperti menggenggam bara api."
Dalam riwayat yang lain: 'Akan
datang suatu masa, orang yang sabar padanya di atas agamanya bagaikan orang
yang menggenggam bara api.' [8]
Siapakah yang bisa teguh
pendiriannya sambil memegang bara api? Karena itulah Rasulullah r memberikan kabar gembira bahwa
orang yang teguh dari mereka sama dengan pahala lima puluh (50) orang sahabat:
إِنَّ مِنْ
وَرَائِكُمْ أَيَّامُ الصّبْرِ, لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمَا
أَنْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ
"Sesungguhnya di belakangmu ada hari-hari yang pahit,
bagi yang berpegang padanya di hari itu sama dengan pahala lima puluh (50) orang darimu."[9]
Fitnah terberat yang dihadapi kaum muslimin adalah saat
keluarnya Dajjal dan berbuat kerusakan di kanan dan kiri, maka wasiat utama
Rasulullah r yang diberikan kepada umatnya saat itu adalah:
'Wahai hamba-hamba Allah, teguhkanlah pendirianmu.'[10]
Dan di antara gambaran tsabat yang terpenting adalah kontinyu dalam taat
ibadah, maka yang diminta dalam sebagiannya adalah terus menerus atasnya.
At-Tirmidzi meriwayatkan:
مَنْ ثَابَرَ
عَلَى ثِنْتَيْ عَشرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِى
الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang menekuni shalat sunnah dua belas (12)
rekaat niscaya Allah I membangun rumah untuknya di
surga."[11]
Dalam riwayat Muslim, Ummu
Habibah (yang meriwayatkan hadits) berkata: Amr bin Aus dan Nu'man bin Tsabit
(termasuk yang meriwayatkan hadits)
berkata: 'Aku tidak pernah meninggalkannya sejak mendengarnya.'[12]
Aisyah radhiyallahu 'anha bercerita tentang
Rasulullah r: 'Agama (ibadah) yang paling disukai beliau
adalah yang ditekuni oleh pelakunya.'[13] Dan dalam riwayat Muslim juga: 'Apabila
Aisyah radhiyallahu 'anha melakukan satu ibadah, ia menekuninya.'[14]
Ketika Rasulullah r ditanya: 'Ibadah apakah yang
paling disukai Allah I? Beliau menjawab, 'Yang
paling ditekuni, sekalipun sedikit.'[15]
Dan apabila keluarga Muhammad r melakukan satu ibadah, mereka
menetapkannya."[16]
An-Nawawi berkata: 'Maksudnya mereka menekuninya dan istiqamah atasnya.'[17]
Tsabat adalah bentuk nyata bagi istiqamah, karena
orang yang bingung lagi berbolak-balik tidak mampu bersikap tsabat dan
tidak kuat istiqamah. Salah seorang
sahabat berkata: 'Ya Rasulullah r, ceritakanlah kepadaku satu
amal ibadah yang aku istiqamah atasnya dan mengamalkannya. Maka beliau menjawab
dengan yang paling wajib pada waktunya: 'Kamu harus hijrah, maka ia tidak
ada bandingnya.'[18]
Di antara perhatian serius sahabat terhadap fenomena tsabat
dalam tingkah laku setiap orang, sesungguhnya Buraidah bin Hushaib t menemui Salamah bin Akwa' yang
datang dari desa, maka ia mengira bahwa ia memutuskan hijrahnya ke Madinah dan
tinggal di luar kota
Madinah, ia berkata kepadanya: 'Kamu kembali dari hijrahmu wahai Salamah?
Salamah berkata, 'Aku berlindung kepada Allah I, sesungguhnya aku mendapat
ijin dari Rasulullah r.'[19]
Termasuk yang dikutuk lewat lisan Rasulullah r: (Orang yang kembali
menjadi arab badawi setelah hijrahnya.)[20]
Inilah gambaran generasi percontohan, sangat bersemangat di atas keteguhan hati
dan saling berpesan dengannya serta khawatir kembali lagi (ke masa lalu). Di
tahun haji wada` (perantunan), Rasulullah r mengajak sahabatnya untuk
tetap teguh di atas hijrah mereka ke Madinah agar negara yang baru tumbuh
menjadi kuat: 'Ya Allah, teruskanlah hijrah para sahabatku dan janganlah
Engkau mengembalikan mereka ke belakang (maksudnya; kembali tinggal di Makkah,
pent.).'[21]
Dan ucapan jami' Rasulullah r dalam menjelaskan hakikat
Islam adalah: Iman dan tsabat: 'Katakanlah kepadaku satu kata di dalam
Islam yang aku tidak bertanya lagi kepada seseorang sesudahmu.' Beliau
bersabda: Katakanlah: Aku beriman kepada Allah I kemudian istiqamah."[22]
Ringkasan:
- Kebanyakan pemuda tidak bisa
meneruskan semangatnya di permulaan.
- Di antara gambaran tsabat:
1. tsabat dalam menghadapi musuh.
2. tsabat di atas agama Allah I.
3. tsabat di atas istiqamah.
4. tsabat di hari-hari fitnah.
- orang yang tidak teguh bisa
mengacaukan manusia karena tidak tsabatnya.
- Hakikat islam adalah iman dan tsabat.
[1] Musnad Ahmad 5/238 dan
permulannya (Rasulullah r memberikan wasiat
kepadaku dengan sepuluh perkara, beliau bersabda: 'Janganlah engkau
menyekutukan Allah I…)
[7] Musnad Ahmad 4/125,
dan awalnya (Tidak ada seorang laki-laki yang kembali ke tempat tidurnya…).
[8] Riwayat pertama dari Abu
Daud dan at-Tirmidzi, dan yang kedua dari at-Tirmidzi (syaikh al-Arna`uth
mendha'ifkan isnad keduanya dan menguatkannya dengan syawahidnya) Jami'ul ushul
10/403, no. 7453 dan 7454)
[11] Shahihul Jami' hadits
no. 6183 (Shahih).
[12] Shahih Muslim, kitab
musafirin, bab ke 15, hadits 728 (Syarh an-Nawawi 3/252)
[13] Shahih Muslim, kitab
musafirin, bab ke 31, hadits 221 (Syarh an-Nawawi 3/321)
[18] Shahih Sunan
an-Nasa`i, kitab bai'at, ba ke 14, hadits no. 3885.
[22] Shahih Muslim, kitab
iman, bab jami' sifat-sifat Islam.
Post a Comment