HIMMAH (SEMANGAT YANG TINGGI)
HIMMAH (SEMANGAT YANG TINGGI)
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ
الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan
malas."
Generasi para sahabat -radhiyallahu 'anhum- berada
di atas derajat yang tinggi berupa semangat dan aktivitas yang menuntut dari
Rasulullah r agar mengajak mereka di dalam beberapa situasi
kepada batas dari aktivitas yang lebih ini, dan kembali kepada derajat yang
sedang, pertengahan dan seimbang, beliau bersabda kepada mereka: "Bebankanlah
dari pekerjaan apa yang mereka mampu."[1]
Dan salah seorang dari mereka berkata: 'Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mampu
lebih dari itu."[2]
Dan ketika kekuatan telah menurun dan semangat telah
melemah, salah seorang manusia menjadi berkata saat diminta untuk menunaikan
sebagian kewajiban, jawabannya adalah: 'saya tidak mampu melakukan hal itu.'
Dan kita sangat membutuhkan untuk berlindung kepada Allah I dari keadaan ini:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ
الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan
malas."[3]
Sesungguhnya agama memanggil para pengikutnya dengan firman
Allah I:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن
رَّبِّكُمْ ...
Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu, (QS. Ali Imran:133)
سَابِقُوا ....
Berlomba-lombalah
kamu…. (QS. al-Hadid :21)
فَإِذَا فَرَغْتَ
فَانْصَبْ
Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (QS. an-Nasyrah:7)
يَايَحْيَى خُذِ
الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
Hai
Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. (QS. Maryam :12)
Inilah agama kita, ia tidak
menerima dari para pengikutnya sifat malas, lemah, terputus, dan lemah dalam
semangat.
Di antara isyarat yang baik yaitu yang terhadap dalam
sabdanya r:
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ
إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمنِ وَأَصْدَقُهَا حَارِثٌ وَهَمَّام
'Nama yang paling disukai kepada Allah I adalah Abdullah dan
Abdurrahman, dan yang paling jujur adalah Harist dan Hammam.[4]
Di mana benar seseorang dari
realita kondisinya dalam kehidupan ini bahwa ia tertimpa duka karena suatu
perkara, maka bangkitlah semangat padanya, lalu ia berusaha, bertani dan
bekerja, dan kedua nama itu menunjukkan atas bekerja keras, memperbaharui
keinginan, dan meneruskan pekerjaan.
Sesungguhnya Rasulullah r dipanggil dalam permulaan
dakwah dengan firman Allah I:
يَاأَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ . قُمْ فَأَنذِرْ
Hai
orang yang berkemul (berselimut), * bangunlah, lalu berilah peringatan! (QS.
74:1-2)
َيآأَيُّهَا
الْمُزَّمِّلُ . قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً
Hai orang yang berselimut (Muhammad), * bangunlah (untuk
shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (QS. 73:1-2)
Dan ketika dipanggil sesudahnya
kepada tidur, lisan halnya (kondisinya) berkata: telah lewat waktu tidur.
Pengarang Zhilal berkata: 'Rasulullah r mengetahui bahwa tidak ada
waktu lagi untuk tidur, sudah ada tugas berat, jihad yang panjang dan
sesungguhnya ia adalah kesungguhan dan usaha keras…dikatakan kepada Rasulullah r: Bangunlah, maka dia r terus berdiri sesudahnya lebih
dari dua puluh tahun. Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri kadang
hidup tenang, akan tetapi ia hidup sebagai orang kecil dan mati sebagai orang
kecil. Adapun orang besar yang memikul beban ini, adakah waktu tidur untuknya?
Adakah waktu istirahat baginya? Adakah untuknya selimut yang hangat, kehidupan
yang tenang, dan harta benda yang menyenangkan?...[5]
Apabila kaum nabi Musa u saat dipanggil untuk berjihad
dan memasuki tanah suci yang ditentukan Allah I untuk mereka, semangat mereka
kendur, mereka berkata:
فَاذْهَبْ أَنتَ
وَرَبُّكَ فَقَاتِلآَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
karena
itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja". (QS. al-Maidah:24)
maka sesungguhnya umat Muhammad
r dengan semangat tinggi
berkata: 'Pergilah engkau bersama Rabb-mu maka berperanglah, sesungguhnya kami
berjuang bersama kalian."[6]
Semangat yang lemah merupakan sifat orang-orang munafik dan
yang ketinggalan perang, yang merasa senang duduk di belakang Rasulullah r, mereka berkata:
لاَتَنفِرُوا فِي
الْحَرِّ
Janganlah
kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". (QS. at-Taubah
:81)
Benarlah ucapan Sayyid Quthb,
ia berkata: 'Barisan yang diisi oleh orang-orang yang lemah tidak akan bisa
bertahan kuat, karena sesungguhnya mereka
akan mengecewakan di saat susah.'[7] Karena itulah semangat tinggi harus menjadi
sifat mendasar dalam perilaku penganut agama ini agar mereka lebih mampu
bersikap teguh, tegar dan berdiri tegak.
Sesungguhnya bangsa Arab di masa Jahiliyah mempunyai semangat
tinggi dalam memikul tanggung jawab yang kita perlu menghidupkan dan
membangkitkannya. Dalam cerita bai'atul aqabah yang kedua, saat
Rasulullah r memberikan syarat:
تُبَايِعُوْنِي
عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى النَّشَاطِ وَالْكَسَلِ...
"Kalian melakukan bai'at kepadaku untuk mendengar dan
patuh di saat rajin dan malas…"[8]
Maka mereka membai'atnya r di atas semua syarat bai'at,
maka berdirilah As'ad bin Zurarah t, dia adalah yang paling muda,
dia ingin menguatkan semangat mereka dan memalingkan pandangan mereka kepada
pengorbanan yang menanti mereka, ia berkata: 'Perlahanlah, wahai warga Yatsrib,
sesungguhnya kita tidak melakukan perjalanan jauh kecuali kita mengetahui bahwa
dia adalah utusan Allah (Rasulullah r), dan sesungguhnya
mengeluarkannya pada hari ini adalah memisahkan bangsa arab secara menyeluruh
dan membunuh yang terpilih darimu dan pedang akan menggigitmu. Maka bisa jadi
kamu menjadi kaum yang sabar atas hal itu dan pahala kamu di sisi Allah I, dan bisa jadi kamu merasa
takut dari dirimu karena penakut, maka jelaskanlah hal itu, ia bisa menjadi
uzur bagimu di sisi Allah I.' Mereka berkata, 'Berlalulah
dari kami wahai As'ad! Demi Allah, kami tidak akan pernah meninggalkan bai'at
ini…'[9]
Sesungguhnya berusaha di jalan-jalan kebaikan menuntut
semangat tinggi, rajin dan teguh. Rasulullah r mengungkapkan hal itu dengan
sabdanya: "…dan engkau berusaha dengan kekuatan dua betismu menuju
kesedihan orang yang meminta tolong, engkau mengangkat dengan kemampuan dua
hastamu bersama orang yang lemah. Semua itu termasuk pintu sedakah darimu untuk
dirimu…"[10]
Orang yang memiliki semangat tinggi berusaha menegakkan dan
bersusah payah dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Sehingga
apabila dia telah selesai darinya, ia berdiri melaksanakan tugas lainnya dari
kewajiban yang sangat banyak yang tidak ada yang memikulnya. Zaid bin Tsabit t telah melaksanakan tugas yang
diberikan oleh khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq t untuk mengumpulkan al-Qur`an
dengan menunaikan tugas yang diberikan kepadanya, ia berkata: 'Demi Allah, jika
dia memberikan tugas kepadaku untuk memindahkan salah satu gunung niscaya tidak
lebih berat bagiku dari padanya perintahnya untuk mengumpulkan al-Qur`an.'[11]
Dia t telah melaksanakan tugasnya.
Ketika Rasulullah r menugaskan Zaid bin Tsabit t belajar bahasa Yahudi
berkobarlah semangatnya. Maka hasilnya adalah yang dia ungkapkan: 'Maka aku
belajar tulisan mereka, tidaklah berlalu lima
belas (15) malam hingga aku memahaminya. Dan aku membaca buku-buku mereka
untuknya r apabila mereka menulis kepadanya r dan menjawab darinya bila
beliau r menulis.'[12]
Dan dalam riwayat yang lain bahwa dia ditugaskan belajar bahasa Suryani, maka
ia mempelajarinya selama tujuh belas (17) hari. Kemampuan seperti ini tidak
pernah ada kecuali apabila di belakangnya ada semangat yang kuat dan etos kerja
yang tinggi.
Di antara gambaran semangat yang tinggi: teguh di atas
kebaikan, konsisten padanya, dan terus menerus atasnya. Seperti inilah tokoh
panutan di setiap zaman. Aisyah radhiyallahu 'anha pernah ditanya
tentang amal ibadah Rasulullah r, ia menjawab: 'Amal ibadah
beliau adalah terus menerus, siapakah di antara kalian yang mampu seperti
kemampuan Nabi r?'[13]
Menunda adalah salah satu gambaran kelemahan manusia yang
terkadang menghinggapi orang yang mempunyai semangat, maka ia kehilangan banyak
kebaikan. Inilah yang membakar hati Ka'ad bin Malik t ketika ketinggalan perang
bersama Rasulullah r dalam perang Tabuk. Dia dalam kondisi tenang
karena dia sudah siap dan sudah mempunyai bekal. Kemudian dia menceritakan
tentang dirinya bahwa dia bisa menyusul. Kemudian ia berkata: 'Tentara telah
berangkat dan aku berniat untuk berangkat hingga bisa menyusul mereka –andaikan
aku melakukannya- namun aku tidak ditaqdirkan melakukan hal itu…'[14]
setelah itu Ka'ab t hidup dalam perasaan tersiksa jiwanya hingga saat
Rasulullah r pulang, kemudian 50 hari dikucilkan, hingga turun
taubatnya. Dia menjalani hidup yang sempit sebagai dampak keterlambatan padanya
atau menunda pekerjaan.
Orang yang memiliki semangat tinggi harus menggantungkan
hatinya kepada Allah I, ikhlas kepada-Nya. Maka jiwa
yang celaka:
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ
. تَصْلَى نَارًاحَامِيَةً
bekerja
keras lagi kepayahan, * memasuki api yang sangat panas (neraka), (QS.
al-Ghasyiyah :3-4)
setelah kepayahan dan bekerja
keras yang dicemari sifat riya atau syirik, api neraka membakar setelah
membakar. Adapun di dunia, sesungguhnya orang yang memiliki semangat yang
tinggi mendapatkan diri mereka didorong dari dalam hati mereka kepada perkara
yang dimiliki hati mereka. Dan orang-orang seperti mereka bisa berhasil dengan
apa yang mereka kerjakan dan merealisasikan apa yang mereka inginkan. Ibnul
Qayyim rahimahullah menggambarkan hal itu dengan ucapannya: 'Itulah
semangat tinggi yang tidak bisa ditunda-tunda, tidak memiliki sabarnya, tidak
berpaling darinya,…dan pemilik semangat tinggi cepat sampainya dan keberhasilan
dengan tuntutannya.
Seorang dai yang bersemangat untuk cepat sampai dan
berhasil mencapai tujuannya, pintunya adalah semangat yang tinggi. Maka kita
berlindung kepada Allah I dari sifat lemah dan malas dan
kita memohon kepada-Nya agar bersemangat untuk mendapat ridha-Nya.
Kesimpulan:
- Rasulullah r berlindung dari sifat lemah
dan malas.
- Nash yang banyak mengajak kepada
perlombaan dan bersegera, ini tidak pernah ada tanpa semangat yang tinggi.
- Nama yang paling jujur di sisi
Allah I adalah Harits dan Hammam.
- Sejak permulaan dakwah, tugas
menuntut semangat yang tinggi.
- Semangat yang lemah adalah sifat
orang-orang munafik.
- Bangsa arab jahiliyah mempunyai
semangat tinggi yang membuat mereka pantas memikul risalah.
- Di antara gambaran semangat
yang tinggi:
1. Konsisten dalam amal kebaikan.
2. Tidak menunda.
3. Tidak mengutamakan lapang dan
selamat.
- Semangat tanpa disertai ikhlas
menyebabkan celaka dan kepayahan di dunia dan akhirat.
[3] Shahih al-Bukhari, kitab
jihad, bab ke 25, hadits no. 2823 (Fath 6/36) di mana ia berkata: Dan perbedaan
di antara lemah dan malas adalah bahwa malas meninggalkan sesuatu, padahal ia
mampu melakukannya, dan lemah adalah tidak mampu.).
[6] Sirah Nabawiyah karya
Ibnu Hisyam 2/266 diriwayatkan hadits bai'atul aqabah yang kedua dengan isnad
yang shahih, dan baginya banyak syahid (penguat). (Lihat Sirah Nabawiyah
Shahihah 2/359).
[7] Fi Zhilalil Qur'an
3/1683
[12] Musnad Ahmad 5/186,
dikeluarkan oleh Bukhari dalam shahihnya mu'allaq dan Tirmidzi berkata: hasan
shahih (lihat Buluhul Amani 22/242), hadits belajar bahaya Suryani di sisi
Ahmad 5/182, dan ia menyebutkan dua riwayat (belajar bahasa Yahudi dan
SuryaniyahP dalam Shahih Sunan Tirmidzi karya Albani, kitab ilmu, bab ke 22,
hadits no. 2183/2466 (Fath al-Bari 11/294).
Post a Comment