Sifat TERUS TERANG
Sifat TERUS TERANG
لاَخَيْرَ فِيْكُمْ إِذاَ لَمْ
تَقُوْلُوْهَا
”Tidak ada kebaikan padamu apabila kamu tidak
mengatakannya”
Apakah di antara konsekuensi berterus terang adalah adab
yang buruk, membangkitkan fitnah, mengungkap aib, dan sikap sombong? Ataukah merupakan nasehat yang
jujur, kritik membangun, dan keberanian yang sopan…?
Sharahah
secara bahasa adalah berarti jelas dan bersih dari terlipat. Dan pengarah
kitab (al-Khuluqul kamil) mendefinikan secara istilah bahwa ia adalah:
seseorang menampakkan yang ada dalam jiwanya, tanpa penyimpangan dan tidak
bertele-tele. Di mana pemikirannya jelas lagi nyata, perbuatannya sesuai
ucapannya…[1]
Banyak
sekali orang yang mengingkari sikap terus terang, mengajak kepada sifat mudarah
(mudah bergaul) yang menggiring kebanyakan orang kepada sifat mudahanah.
Dan ketika manusia terlalu berlebihan dalam sikap mudarah, sudah
seharusnya mengingatkan mereka dengan terus terang, hakikat mudarah dan
tempatnya secara syar'i.
Disebutkan
dalam Fath dalam syarh (bab mudarah bersama manusia): 'Ibnu
Baththal rahimahullah berkata: 'Mudarah termasuk akhlak
orang-orang beriman, yaitu rendah diri kepada manusia, lembut ucapan, dan
meninggalkan sifat kasar dalam ucapan. Hal itu adalah penyebab paling kuat
untuk keakraban…dan mudahanah diharamkan, dan para ulama menjelaskan
bahwa ia adalah bergaul dengan orang fasik, menampakkan sikap ridha dengan apa
yang ada padanya, tanpa mengingkari. Dan mudarah adalah lemah lembut
dengan orang jahil dalam mengajar dan dengan orang fasik dalam melarang dari
perbuatannya,…serta mengingkarinya dengan ucapan dan perbuatan lembut, terutama
apabila dibutuhkan mengakrabkannya.'[2]
Kamu melihat bahwa mudarah dengan pengertian ini adalah terus terang
dengan lembut di tempat yang seharusnya bersikap lembut.
Dan
tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersikap mudarah
kecuali terhadap orang fasik yang jahat, yang dikhawatirkan kejahatannya, atau
baru masuk islam yang masih lemah imannya. Selain yang demikian itu, beliau
bersikap tegas dengan lisannya dan diketahui rasa tidak suka diwajahnya. Itulah
sikap terus terang seorang mukmin bersama orang yang dipandangnya sebagai
saudara seiman bagaimanapun kedudukannya.
Dan ketika jelas bagi para sahabat
bahwa Rasulullah SAW shalat dua rekaat karena lupa, bukannya empat rekaat, Dzul
Yadain RA berkata dengan beradab: 'Ya Rasulullah, Wahai nabi Allah, apakah
engkau lupa atau diqashar? Beliau SAW bersabda: 'Aku tidak lupa dan tidak
diqashar.' Saat itulah para sahabat menjawab dengan tegas: 'Bahkan, engkau
lupa, wahai Rasulullah.'[3] Beliau tidak bersikap keras kepada mereka dan
tidak marah terhadap sikap terus terang mereka…dan mereka belajar sujud sahwi…
Di antara sikap terus terang para
sahabat y:
yang diriwayatkan dalam cerita shalat jenazah terhadap Abdullah bin Ubay
pemimpin besar kaum munafik, dan yang paling nampak adalah pendirian Umar RA,
ketika ia mengingkari Rasulullah SAW bahwa beliau shalat di atas kepala orang-orang
munafik.
Berapa
banyak kerugian persahabatan karena tidak ada keterbukaan dan sikap terus
terang. Ali RA berkata: 'Janganlah engkau memutuskan saudaramu
karena keraguan dan janganlah engkau meninggalkannya tanpa meminta penjelasan.'[4]
Karena bisa jadi engkau memutuskan hubungan tanpa meminta penjelasan disebabkan
keraguan, maka engkau mengira waham (prasangka) itu adalah kebenaran dan
terkadang engkau meninggalkannya tanpa adanya alasan, maka engkau membayangkan
was-was itu sebagai sebuah realita. Para sahabat y
melakukan bai'at untuk mengatakan kebenaran sekalipun pahit, celaan orang yang
mencela tidak akan menahan mereka dalam agama Allah SWT, bahwa mereka
mengatakan kebenaran di manapun mereka berada, dan memberi nasehat kepada
setiap muslim…..dan bersama semua ini, kenapa kita tidak merasa senang dengan
sikap terus terang?
Apakah orang-orang yang membenci sikap
terus terang tidak memperkirakan bahwa manusia bisa berpura-pura kepada mereka
secara lahiriyah dan membenci mereka secara batin, seperti perkataan Abu Darda
RA: 'Sesungguhnya kami menyeringai di hadapan beberapa kaum dan sesungguhnya
kami mengutuk mereka.'[5] Ketika itu, apakah yang lebih
disukai oleh orang yang berakal sehat, apakah seorang teman yang jujur lagi
berterus terang, ataukah seorang munafik dalam takaran memuji yang fasih?
Di
antara tarbiyah al-Qur`an untuk berterus terang dan menerima dengan baik: adab
meminta ijin yang Allah SWT mengajarkannya kepada kita dengan firman-Nya:
وَإِن قِيلَ لَكُمُ
ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ ازْكَى لَكُمْ
“Dan jika dikatakan kepadamu "Kembali
(saja)lah", maka hendaklah kamu kembali.Itu lebih bersih bagimu”. (QS.
an-Nur:28)
Kembali
lebih bersih bagi yang dikunjungi agar tidak dipengaruhi rasa malu sedangkan ia
merasa tidak senang, dan lebih bersih bagi yang berkunjung agar dia tidak
memberatkan orang lain. Maka jika tidak ada sifat terus terang dan dikuasai
sifat kepura-puraan, niscaya kunjung mengunjungi kehilangan tujuan utamanya dan
hati tidak mendapatkan kebersihannya.
Terus
terang dalam memberi nasehat adalah tuntutan yang dijalani para pemimpin dan
peringatan yang dikejar para ulama. Diriwayatkan bahwa Umar RA, disebutkan di
sisinya keburukan seorang perempuan hamil sedang suaminya sedang tidak ada dan
sesungguhnya banyak laki-laki yang masuk kepadanya. Maka Umar
RA mengutus kepadanya, maka ia berkata: 'Celaka, tidak ada baginya dan bagi
Umar.' Maka tatkala ia berada di tengah jalan, ia merasa sakit karena saking
takutnya kepada Umar RA lalu ia melahirkan seorang anak. Lalu orok itu berteriak dua kali
kemudian meninggal. Umar RA bermusyawarah kepada para sahabat Nabi Muhammad
SAW. Sebagian mereka memberi pendapat bahwa tidak ada kewajiban apa-apa
terhadapmu. Engkau hanya seorang pemimpin dan mengajarkan adab. Sedangkan Ali
RA diam, lalu Umar RA datang kepadanya seraya berkata: 'Apa pendapatmu, wahai
bapak Husain? Ia menjawab: 'Jika mereka mengatakan berdasarkan pendapat mereka
maka sungguh pendapat mereka itu keliru, dan jika mereka mengatakan karena
sesuai keinginanmu maka mereka tidak memberi nasehat kepadamu, sesungguhnya
diyatnya adalah kewajibanmu karena engkau membuat ia ketakutan, lalu ia
melahirkannya.' Dan (akhirnya) Umar RA menjamin pembayaran diyat janin
tersebut.[6]
Dengan sikap terus terang ini, hak-hak tidak terabaikan dan pemilik tidak ragu
dalam mendapatkan hak mereka.
Seorang
mukmin yang bersikap terus terang tidak mengenal sifat nifaq dan pura-pura,
karena itulah sesungguhnya ia bergaul dengan satu wajah. Dan
sungguh Rasulullah SAW bersabda tentang orang-orang berbolak-bolik dan para penjilat:
تَجِدُ مِنْ
شِرَارِ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللهِ ذَااْلوَجْهَيْنِ, يَأْتِي
إِلَى هؤُلاءِ بِوَجْهٍ وَهؤُلاَءِ
بِوَجْهٍ.
"Engkau mendapatkan
sejahat-jahat manusia di hari kiamat di sisi Allah SWT yang mempunyai dua
wajah, datang kepada mereka (suatu kaum) dengan satu wajah dan kepada mereka
(kaum yang lain) dengan wajah yang berbeda.'[7]
Dan
karena manusia menyadari kelemahan jiwanya, maka sesungguhnya banyak kondisi
yang menuntut dia bersikap terus terang karena menghindari perlakuan buruk yang
terkadang muncul darinya atau dari yang lainnya. Karena itulah salah salah
seorang sahabat yang agung Abdullah bin Abdullah bin Ubay berkata: 'Wahai
Rasulullah, sungguh sampai berita kepadaku bahwa engkau ingin membunuh Abdullah
bin Ubay. Maka jika engkau benar-benar ingin melakukan maka perintahkanlah saya
maka saya akan membawa kepalanya kepadamu. Demi Allah, sungguh aku mengetahui
suku Khajraj, tidak ada seorang laki-laki yang lebih berbakti kepada bapaknya
selain aku, dan sesungguhnya aku merasa khawatir bahwa engkau menyuruh orang
lain untuk membunuhnya lalu ia membunuhnya, maka jiwaku tidak membiarkan aku
melihat pembunuh Abdullah bin Ubay berjalan di tengah manusia, lalu aku
membunuhnya, maka aku membunuh orang beriman karena orang kafir, lalu aku masuk
neraka.' Dengan sikap terus terang dan tegas ini ia menjaga dirinya. Maka
jawaban Rasulullah SAW:
بَلْ نَتَرَفَّقُ
بِهِ وَنُحْسِنُ صُحْبَتَهُ مَا بَقِيَ مَعَنَا
'Bahkan kita bersikap lembut
kepadanya dan menggaulinya dengan baik selama ia masih tinggal bersama kita.'[8]
Seperti
inilah kita melihat bahwa tarbiyah untuk loyal hanya kepada kebenaran,
memunculkan generasi yang berterus terang, tidak mengenal sikap kepalsuan.
Kesimpulan:
- Sikap manusia yang berlebihan dalam mudarah bisa berbalik menjadi sikap mudahanah.
- Perbedaan rinci di antara mudarah dan mudahanah
- Di antara sikap terus terang para sahabat y bersama Rasulullah SAW:
- Apakah shalat diqashar atau
engkau lupa?
- Ya Rasulullah, apakah terhadap
musuh Allah, cukuplah bagi kita Kitabullah.
- Tarbiyah para sahabat RA di atas sikap terus terang membuat mereka tidak melihat kebaikan pada orang yang tidak berterus terang.
- Terus terang mengakui kesalahan meninggikan kedudukan orang yang berterus terang.
- Untuk membantu manusia berterus terang hendaklah kita menerima terus terang mereka dengan sikap lemah lembut.
- Terus terang saat bai'at suatu keharusan karena mengandung pertanggung jawaban.
- Terus terang di antara saudara memutuskan sikap saling meninggalkan.
- Terus terang lebih bersih bagi kedua belah pihak.
- Nasehat yang tulus tidak muncul kecuali dari sikap terus terang.
- Yang bermuka dua berlari dari sikap terus terang, maka ia terjerumus dalam sifat nifaq.
- Sikap terus terang jelas bersama jiwa dan bersama manusia.
[4] Khuluqul Kamil 4/248
[6] Dari al-Mughni 12/35,101,
cet Kairo 1990, dan cerita tersebut terdapat dalam Mushannaf Abdurrazzaq (kitab
uqul- bab dikejutkan oleh penguasa).
[7] Shahih al-Bukhari,
kitab Adab, bab ke 52, hadits no. 6058 (Fath 10/474)
[8] Sirah Ibnu Hisyam 3/305.
diriwayatkan sebagian sikap ini secara rinci dalam beberapa riwayat yang
sebagiannya dengan sanad yang perawinya semuanya tsiqah dan yang lain dengan
sanad yang perawinya adalah perawi shahih, dan asalnya dalam Shahihain (Sirah
Nabawiyah Shahihah (2/410)
Post a Comment