Pelajaran di Bulan Shafar



Pelajaran di Bulan Shafar


Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah.
Adapun selanjutnya:
Bulan Shafar adalah salah satu dari dua belas bulan hijriah setelah bulan Muharam. Dinamakan Shafar[1] karena kota Mekkah (seolah) kosong dari penghuninya jika orang-orang bersafar mendatanginya. Dikatakan pula: dinamakan Shafar karena dahulu suatu kabilah diperangi dan ditinggalkan tanpa memiliki barang apapun (dijarah). [Lihat Lisan al-Arab oleh Ibnul Mundzir 4/462-463.
Poin-poin pembicaraan mengenai bulan ini sebagai berikut:
1. Bulan Shafar di masa bangsa Arab Jahiliah.
2. Tuntunan syari'at yang menyelisihi umat Jahiliah di bulan Shafar.
3. Bid'ah-bid'ah serta keyakinan yang salah dari orang-orang yang mengaku Islam mengenai bulan Shafar.
4. Peperangan dan kejadian-kejadian penting semasa hidup Nabi r pada bulan ini.
5. Hadits-hadits palsu mengenai bulan Shafar.

Pertama: Bulan Shafar di masa bangsa Arab Jahiliah.

Ada dua kemungkaran besar yang ada pada bangsa Arab di bulan Shafar:
pertama: mempermainkan permulaan dan pengakhiran bulan Shafar.
Kedua: anggapan sial pada bulan ini.
1. Sudah dimaklumi bahwa Allah I menciptakan tahun dengan dua belas bulan. Dia menjadikan empat di antaranya sebagai bulan haram (bulan suci), yang diharamkan peperangan pada waktu itu sebagai pengagungan terhadap bulan-bulan tersebut, yaitu: Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab.
Hal itu disebutkan dalam al-Quran dengan firman-Nya:

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS.at-Taubah:36)
Orang-orang musyrik sudah mengetahui hal itu. Akan tetapi mereka mengakhirkan bulan-bulan tersebut dan memajukannya sesuai hawa nafsu mereka. Di antaranya mereka menjadikan bulan Shafar pengganti bulan Muharam.
Mereka berkeyakinan bahwa pelaksanaan umrah yang dilakukan pada bulan haji[2] adalah perbuatan yang paling keji. Kelompok yang berkeyakinan seperti ini disebutkan oleh para ulama seperti:
a. Ibnu Abbas t berkata, "Mereka (bangsa Arab jahiliah) menganggap bahwa umrah yang dilaksanakan pada bulan haji adalah perbuatan yang paling keji di muka bumi, mereka menjadikan bulan Muharam sebagai Shafar dan mengatakan:
(( إِذَا بَرَأَ الدَّبَرْ ، وَعَفَا الأَثَرْ ، وَانْسَلَخَ صَفَرْ ، حَلَّتِ الْعُمْرَةُ لِمَنِ اعْتَمَرْ ))
"Jika luka (yang ada di punggung onta disebabkan perjalanan haji) sudah sembuh, jejak telah hilang dan masuk bulan Shafar, dihalalkan berumrah bagi orang yang berumrah
[Hadits riwayat al-Bukhari no.1489 dan Muslim no.1240]

b. Ibnu al-Arabi berkata, "Permasalah kedua yaitu praktek النسيء
[an-Nasi' ] ada tiga pendapat:
Pertama: dari Ibnu Abbas, bahwa Junadah bin Auf bin Umaiyah al-Kinaani rutin di tiap musim setiap tahun, dia berseru: "Ketahuilah bahwa Abu Tsumamah tidak dicela dan tidak dibantah. Ketahuilah bahwa Shafar tahun pertama halal dan kita mengharamkannya, tahun depan kita menghalalkannya. Kita (bersekutu) bersama kabilah Hawazin, Ghathafaan dan Bani Salim.
Dalam lafal yang lain dia ungkapkan dengan: "Kita memajukan Muharam dan mengakhirkan Shafar.
Tahun berikutnya dia mengatakan: "Kita mengharamkan bulan Shafar dan mengakhirkan Muharam."
Pengakhiran inilah yang dimaksud (dengan an-Nasi').
Kedua: (an-nasi artinya) menambah: Qotadah berkata: "Kaum dari ahlu dhalalah (kaum yang sesat) biasa menambah hari bulan Shafar pada bulan Muharam. Jika datang musim yang dimaksud, berdirilah salah seorang dari mereka menyerukan: "Ketahuilah bahwa tuhan kalian telah mengharamkan bulan Muharam." Maka merekapun mengharamkan bulan tersebut di tahun itu. Pada tahun berikutnya berseru lagi: "Ketahuilah bahwa tuhan kalian telah mengharamkan bulan Shafar." Maka merekapun mengharamkan bulan itu. Mereka mengatakan الصفران 'dua bulan Shafar'.
Ibnu Wahab dan Ibnul Qosim dari Malik meriwayatkan seperti itu pula: "Dahulu umat jahiliah menjadikan dua bulan Shafar. Oleh karena itu Nabi r bersabda,
وَلَا صَفَرَ
"Dan tidak ada shafar[3]."
Demikian pula yang diriwayatkan oleh Asy'hab tentangnya.

Ketiga: mengganti (waktu pelaksanaan) haji. Mujahid berkata mengenai tafsir firman Allah:

"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. "
Mereka melaksanakan haji pada bulan Zulhijah selama dua tahun, lalu berhaji pada bulan Muharam dua tahun, lalu berhaji pada bulan Shafar dua tahun. Dahulunya mereka berhaji tiap tahun pada setiap bulannya selama dua tahun, sampai Abu Bakar berhaji pada bulan Zulkaidah. Kemudian Nabi r berhaji pada bulan Zulhijah. Demikian yang disabdakan Nabi r dalam hadits sahih dalam khotbahnya,
((إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ))
"Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana bentuknya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi."
[Hadits riwayat Ibnu Abbas dan selainnya]
Lafalnya yang lain dia berkata, bersabda Rasulullah r,
"Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku! Sungguh aku tidak tahu, mungkin saja aku tidak bertemu lagi dengan kalian setelah hari ini dan pada situasi seperti ini. Sesungguhnya darah dan harta kalian haram (terjaga) sampai kalian bertemu dengan Tuhan kalian, seperti haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini, di negeri kalian ini. Kalian akan bertemu dengan Tuhan kalian dan kalian akan ditanya akan amal kalian. Sungguh aku telah menyampaikan hal ini. Barang siapa yang memiliki amanah hendaknya menunaikannya kepada yang berhak. Sesungguhnya seluruh riba adalah batal, bagi kalian pokok harta kalian, janganlah menzalimi dan jangan saling berbuat zalim. Allah telah memutuskan tidak melegalkan riba. Dan setiap riba Abbas bin Abdul Muthalib batal seluruhnya. Sesungguhnya setiap hutang nyawa pada masa jahiliah batal. Sesungguhnya hutang nyawa pertama yang dibatalkan adalah darah Ibnu Rabi'ah bin al-Harits bin Abdul Muthalib, dahulu disusui pada Bani Laits tetapi dia dibunuh oleh Hudzail. Hudzail inilah yang memulai menumpahkan darah pada masa jahiliah.
Adapun selanjutnya:
"Wahai manusia, sesungguhnya setan telah putus asa untuk diibadahi di negeri kalian ini. Akan tetapi dia diberi yang selainnya dari apa yang kalian anggap sepele dari amalan kalian, tapi dia ridha dengan hal itu. Berhati-hatilah atas agama kalian, wahai manusia, sesungguhnya النسيء [an-Nasi'] adalah menambah kekafiran dan telah menyesatkan orang-orang kafir... Sesungguhnya zaman telah berputar seperti bentuknya pada hari langit dan bumi diciptakan. Dan sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah dua belas bulan, empat di antaranya adalah bulan haram (bulan suci), tiga berurutan, sedang bulan (haram) Rajab berada di antara Jumadil akhir dan Sa'ban.
[Disebutkan pula hadits-hadits yang lain. Lihat Ahkam al-Quran 2/503-504]

2. Adapun tasa'um (anggapan sial) di bulan Shafar sudah amat masyhur pada umat jahiliah. Sisa-sisa keyakinan itu masih ada dikalangkan mereka yang menisbatkan diri kepada Islam.
Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah r,
(( لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ ))
"Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa."
[Hadits riwayat al-Bukhari no.5387 dan Muslim no.2220]
Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata, "Kata 'Shafar' dalam hadits Nabi ditafsirkan dalam beberapa pengertian:
Pertama: bulan Shafar yang sudah dikenal. Orang-orang Arab menganggap sial bulan ini.
Kedua: Penyakit perut yang menyerang onta dan berpindah dari satu ke yang lainnya. Penyandaran penyakit tersebut kepada wabah itu sendiri sama dengan menyandarkan sesuatu yang khusus kepada yang umum.
Ketiga: shafar bermakna bulan Shafar. Yang dimaksud adalah النسيء [an-nasi'] yang telah menyesatkan orang-orang kafir. Mereka mengakhirkan pengharaman bulan Muharam di bulan Shafar. Mereka menghalalkannya setahun dan setahun berikutnya mengharamkannya.
Dari pendapat- pendapat di atas, yang paling kuat adalah bermakna bulan Shafar dimana umat jahiliah menjadikan bulan tersebut sebagai sebab kesialan.
Zaman (Waktu) tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh dan takdir Allah U. Ia sama seperti waktu- waktu yang lain, ada takdir buruk dan takdir baik.
Sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari kedua puluh lima dari bulan Shafar merasa lega, dan berkata, "Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Shafar dengan baik."
Ucapan itu termasuk mengobati bid'ah dengan bid'ah. Shafar bukanlah bulan baik atau bulan buruk. Karenanya sebagian Salafussoleh mengingkari jika ada orang yang ketika mendengar suara burung hantu mengucapkan: 'Akan datang kebaikan insyaAllah', dengan tidak mengatakan baik atau buruk. Burung itu bersuara seperti burung-burung yang lain.
Empat hal di atas inilah yang ditiadakan oleh Rasulullah r. Menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekat yang benar, agar orang yang kecewa tidak melemah dihadapkan perkara-perkara tersebut.
Bila seorang muslim pikirannya disibukkan dengan perkara-perkara tersebut, maka tidak terlepas dari dua keadaan:
Pertama: menuruti perasaan sialnya itu dengan mendahulukan atau meresponsnya, maka ketika itu dia telah menggantungkan perbuatannya dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya.
Kedua: tidak menuruti perasaan sial itu dengan melanjutkan aktivitasnya dan tidak memedulikan, tetapi dalam hatinya membayang perasaan gundah atau waswas. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali. Hendaknya bersandar hanya kepada Allah U.
Penolakan akan keempat hal di atas bukanlah menolak keberadaannya, karena mereka memang ada. Yang ditolak adalah pengaruhnya. Allah-lah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi, maka sebab itu adalah benar. Tapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi, maka sebab tersebut batil, sehingga yang ditolak (bukannya hanya keyakinan) bahwa ia dapat memberi pengaruh secara sendirinya (tetapi) juga penyebabnya. [Lihat Majmu Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin 2/113-115]

Kedua: keterangan syari'at yang menyelisihi umat jahiliah di bulan Shafar.
Telah dahulu disebutkan mengenai hadits Abu Hurairah dalam Shahihain, yang menjelaskan bahwa keyakinan umat jahiliah di bulan Shafar adalah tercela. Bulan ini merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang  tidak memiliki kehendak, ia berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.

Ketiga: bid'ah-bid'ah serta keyakinan yang rusak dari orang-orang yang mengaku Islam mengenai bulan Shafar.

Lajnah Daimah (Komite Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Arab Saudi) ditanya:
Sebagian orang alim di negeri kami menyangka bahwa dalam agama Islam ada shalat nafilah (sunah) yang dikerjakan pada hari Rabu di akhir bulan Shafar dan di waktu dhuha, sebanyak empat rakaat dengan satu salam. Dalam setiap rakaat membaca al-Fatihah, surat al-Kautsar tujuh belas kali, surat al-ikhlas lima puluh kali, muawizatain (surat al-Falaq dan an-Naas) masing-masing dibaca sekali. Itu dilakukan di setiap rakaat. Setelah salam bersegera membaca:

[Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya] sebanyak 360 kali.
Membaca Jauharul kamal tiga kali, dan diakhiri dengan:

[Maha suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan Kesejahteraan dilimpahkan atas Para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam]
Kemudian menyedekahkan roti kepada orang miskin. Kekhususan ayat-ayat tersebut untuk menolak bala yang turun pada hari Rabu di akhir bulan Shafar.
Mereka mengatakan bahwa setiap tahun turun 320.000 musibah, dan semuanya itu turun pada hari Rabu di akhir bulan Shafar. Sehingga hari itu akan menjadi hari yang paling sulit di tahun itu. Barangsiapa yang melaksanakan shalat sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dengan kemurahan-Nya, Allah akan menjaganya dari segala musibah yang turun pada hari itu. Tidak ada pengecualian bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Hendaknya meminum air (dari bekas usapan orang yang melaksanakannya) bagi siapa yang tidak mampu melaksanakan shalat tersebut, semisal anak-anak kecil. Apakah perbuatan itu benar?
Lajnah Daimah menjawab:
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam terhatur atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Adapun selanjutnya:
Shalat nafilah (sunah) yang  disebutkan tidak ada asalnya dari al-Quran maupun Sunnah. Kami tidak pernah mendapatkan ada seorangpun salafussoleh umat ini (tiga generasi pertama Islam) melaksanakan shalat tersebut. Bahkan ia adalah perbuatan bid'ah yang mungkar.
Telah valid dari Rasulullah r bahwa beliau bersabda,
((وَمَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَدٌّ))
"Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada ajarannya dari kami maka amalan itu tertolak."
Sabdanya yang lain,
((مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ))
"Siapa yang membuat-buat ibadah dalam agama kami yang bukan darinya maka tertolak."
Siapa yang menisbatkan shalat tersebut beserta apa-apa yang ada di dalamnya kepada Nabi r atau kepada salah seorang sahabat Nabi y, maka dia telah membuat kedustaan yang besar, dia berhak menerima hukuman yang pantas dari Allah atas kedustaannya.
[Fatwa al-Lajnah ad-Daimah 2/354]
Syaikh Muhammad Abdus Salam Asy-Syuqairi berkata, "Telah menjadi kebiasaan orang-orang bodoh menulis ayat salam seperti:
((سَلاَمٌ عَلَى نُوْحٍ فِي الْعَالَمِيْنَ))
"Keselamatan atas nuh diseluruh alam... dst"
pada hari Rabu akhir penutupan bulan Shafar, kemudian meletakkannya di wadah (berisi air), meminumnya dan bertabaruk dengan air tersebut, berharap mendapat petunjuk. Mereka meyakini bahwa perbuatan tersebut dapat menolak bala. Yang demikian itu adalah keyakinan yang rusak, ramalan sial yang tercela dan perbuatan bid'ah yang jelek yang harus diingkari bagi siapa saja yang melakukannya. [Lihat As-Sunan wa al-Mubtadi'aat hal.111-112]

Keempat: peperangan dan kejadian-kejadian penting semasa hidup Nabi r pada bulan Shafar.
Peristiwanya banyak sekali, kita pilih sebagiannya:
1. Ibnu Qoyyim –rahimahullah- berkata:
"Kemudian (Nabi) terlibat langsung dalam perang al-Abwa yang disebut juga dengan Waddaan yang menjadi perang pertama yang diikutinya. Hal itu terjadi pada bulan Shafar, bulan kedua belas dari masa hijrahnya ke Madinah. Pembawa panji perang saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika itu panji yang dibawa berwarna putih. Kepemimpinan kota Madinah sementara waktu diserahkan kepada Saad bin Ubadah. Dilalukan khusus menyergap kafilah Quraisy, tetapi tidak membuahkan hasil.
Pada peperangan ini Nabi berpesan kepada Makhsyi bin Amr adh-Dhamari, yang merupakan pemimpin Bani Dhamrah kala itu, untuk tidak saling berperang dan tidak membantu lawan. Perjanjian dibuat tertulis. Itu berlangsung selama lima belas malam. [Lihat Zaad al-Ma'aad 3/164-165]
2. Bulan Shafar tahun 3 H, datang kepada Nabi r kaum dari Bani 'Adhal dan al-Qaaroh dan menyatakan bahwa mereka masuk Islam. Kedua kabilah itu meminta dikirim orang-orang yang dapat mengajarkan mereka tentang Islam dan membacakan kepada mereka al-Quran. Nabi r mengutus kepada mereka enam orang. -Ibnu Ishaq dan al-Bukhari menyebutkan: sepuluh orang.- yang dipimpin oleh Mursyid bin Abi Mursyid al-Ghanawi, yang salah satunya Khabib bin Adi. Utusan itu berangkat bersama dua kabilah tersebut. Ketika tiba di suatu tempat yang bernama Raji', yaitu tempat air Kabilah Hudzail di pinggir perbatasan Hijaz, dua kabilah tersebut berkhianat. Mereka berseru, sehingga berdatanganlah kabilah Hudzail dan mengepung mereka. Para utusan Islam dibantai dan menawan Khabib bin Adi dan Zaid bin ad-Datsiah. Kemudian keduanya dijual di Mekkah. Mereka berdualah yang nantinya membunuh tetua kabilah Hudzail pada perang Badar.[Lihat Zaad al-Ma'aad 3/244]
3. Bulan shafar tahun keempat hijriah terjadi tragedi Bi'r Maunah (sumur Maunah)' yang singkat peristiwanya sebagai berikut:
Abu Baro' Aamir bin Malik yang dipanggil dengan Mulaib al-Asinnah mendatangi Rasulullah r di Madinah. Nabi r mengajaknya masuk Islam. Dia menolak, tetapi tidak pula menjauh.
Abu Baro berkata,
"Wahai Rasulullah, seandainya engkau mengirim sahabat-sahabatmu ke Najad untuk mengajak penduduknya masuk agamamu, aku berharap mereka akan menyambutnya.
"Aku khawatir penduduk Najad berbuat sesuatu terhadap mereka." Jawab nabi.
"Aku sebagai pelindung mereka." Kata Abu Baro.
Nabipun setuju dan mengutus empat puluh lelaki menurut perkataan Ibnu Ishaq. Dalam as-Shahih disebutkan tujuh puluh, dan ini yang benar. Dipimpin oleh al-Mundzir bin Amr, salah seorang dari Bani Saa'idah yang digelari dengan al-Mu'niq Liyamut. Mereka yang dikirim adalah muslimin pilihan, orang-orang utama, para tokoh dan penghafal al-Quran. Sesampainya di tempat yang bernama Bi'r Maunah dalam perjalanan mereka, yang terletak di antara wilayah Bani Aamir dan Hurrah bani Saliim mereka singgah di sana. Kemudian diutuslah Harram bin Milhan, saudara laki-laki Ummu Sulaim dengan surat dari Rasulullah kepada musuh Allah Aamir bin at-Tufail, tetapi dia tidak mau melihatnya. Bahkan dia memerintahkan seseorang untuk menikam Harram dari belakang menggunakan tombak. Ketika darah di tubuh Haram nampak bercucuran, Aamir berseru: 'jayalah tuhan ka'bah! Seraya langsung meminta kabilahnya, Bani Aamir untuk memerangi sisa utusan yang lain. Tetapi kabilah Bani Amir menolak karena adanya jaminan perlindungan (suaka) dari Abu Baro. (Gagal mendapat dukungan Bani Amir) dia mengajak kabilah Bani Sulaim dan mendapat sambutan dari Ushoyyah, Ro'l, dan Dzakwan. Mereka semua mengepung para sahabat Rasulullah r, sehingga pecahlah pertempuran, yang pada akhirnya semua utusan terbunuh kecuali Ka'ab bin Zaid bin an-Najjar walaupun terluka dan bergelimpangan bersama jasad-jasad lain. Dia hidup hingga gugur pada peristiwa perang Khandak.
Ketika Amr bin Amiah adh-Dhamari dan Mundzir bin Uqbah bin Aamir sedang roda memantau keadaan kaum muslimin, mereka melihat burung bangkai yang berputar-putar di tempat terjadinya pertempuran. Merekapun (mendatanginya dan) menceburkan diri dalam kancah pertempuran, memerangi kaum musyrikin hingga Mundzir terbunuh dan Amr ditawan. Ketika tahu bahwa Amr dari kabilah Mudhar, Aamir memotong rambut dahinya (jambulnya) dan membebaskannya dengan jaminan yang ada pada Amiah.
Amr bin Amiahpun kembali ke Madinah. Ketika sampai di Qorqorah di Sodr Qonaah (nama tempat) dia berteduh di sebuah pohon. Pada saat yang sama datanglah dua orang dari Bani Kilaab turut berteduh bersamanya. Manakala kedua orang dari bani Kilaab tertidur, Amr membunuh keduanya. Amr merasa sedikit telah membalaskan apa yang telah dilakukan terhadap para sahabatnya. Tetapi ayalnya, ternyata kedua orang yang dibunuh itu telah memiliki perjanjian dengan Rasulullah r, dan dia tidak menyadarinya. Ketika sampai di Madinah Amr mengabarkan apa yang terjadi kepada Rasulullah r dan apa yang dia lakukan terhadap dua orang dari Bani Kilaab.
(Mendengar itu) Nabi r pun bekata,
((لَقَدْ قَتَلْت قَتِيلَيْنِ لَأُودِيَنَّهُمَا))
"Sungguh engkau telah membunuh dua orang yang harus aku bayar diah (denda) pembunuhan keduanya."
[Lihat Zaadul Ma'aad 3/246-248]
4. Ibnu Qoyyim berkata:
Sesungguhnya keluarnya Rasulullah r ke Khaibar adalah di akhir bulan Muharram, bukan permulaannya. Fath (kemenangannya) adalah di bulan Shafar. [Lihat Zaadul Ma'ad 3/339-340]
5. Peristiwa blokade (pengepungan) yang dilakukan Qutbah bin Aamir bin Hadidah ke Khats'am.
Peristiwa terjadi pada bulan Shafar tahun kesembilan hijriah.
Ibnu Mas'ud berkata, "Mereka menceritakan:
Rasulullah r mengutus Qutbah bin Aamir dengan dua puluh orang ke distrik dari wilayah Khast'am pinggiran Tabbaalah. Nabi memerintahkannya untuk mengepung tempat itu. Merekapun keluar dengan berbekal sepuluh onta. Mereka manawan seorang lelaki dan menginterogasinya. Tetapi bahasa orang itu tidak dapat dimengerti dan dia berteriak-teriak. Karena membahayakan merekapun memenggal lehernya. Ketika penduduk al-Hadiroh telah tertidur lelap, pengepunganpun dilakukan, sehingga terjadilah pertempuran yang sengit, banyak yang terluka dari kedua belah pihak. Qutbah bin Aamir memerangi siapa saja yang melawan. Ternak, wanita dan apapun yang bisa dibawa digiring ke Madinah. Dikisahkan bahwa lawan berkumpul untuk menyusul dan mengikuti jejak mereka, tetapi Allah I mengirim banjir bandang yang mencegat mereka untuk bisa sampai kepada para sahabat dan apa yang mereka bawa. Kaum itu hanya bisa menatap hingga rombongan menghilang dari pandangan mereka, tidak dapat menyeberang. [Lihat Zaadul Ma'ad 3/514]
6. Datang kepada Rasulullah utusan dari Udzroh pada bulan Shafar, tahun kesembilan sebanyak dua belas orang. Di antaranya Jumroh bin an-Nu'maan. Rasulullah r bertanya,
"Siapa kalian?" 
Salah seorang perwakilan mereka menjawab,
"Kami dari kaum yang tidak engkau benci. Kami adalah Bani Udzrah saudara seibu Qushai. Kamilah yang membantu Qushai mengusir Khuza'ah dan bani Bakar dari Mekkah. Kami memiliki banyak kerabat dan keluarga sedarah."
Rasulullah r berkata,
"Selamat datang dan kami sambut perkenalan kalian."
Merekapun masuk Islam. Rasulullah r mengabarkan kepada mereka akan terjadinya fathu syam (kemenangan atas Syam) dan diperanginya Hireklius hingga akhir imperiornya. Rasulullah r juga melarang mereka untuk mendatangi dukun dan menyembelih sembelihan yang biasa mereka lakukan (untuk berhala) dan mengabarkan bahwa tidak ada sembelihan selain qurban. Mereka terus tinggal selama beberapa hari di dar romlah (tempat yang disediakan untuk musafir), kemudian pergi setelah diizinkan. [Lihat Zaadul Ma'aad 3/657]
Kelima: hadits-hadits palsu mengenai bulan shafar.
Ibnu Qoyyim –rahimahullah- berkata:
Pasal mengenai hadits-hadits yang mengabarkan waktu-waktu dimasa depan. Diantaranya:
Hadits yang menyebutkan waktu-waktu tertentu seperti menyebutkan "Jika tahun demikian dan demikian akan terjadi demikian dan demikian, dan jika bulan demikian dan demikian akan terjadi demikian dan demikian.
Seperti perkataan pendusta:
"Jika terjadi gerhana bulan pada bulan Muharam; harga-harga akan naik, terjadi pembunuhan dan penguasa akan membuat kesusahan. Jika gerhana pada bulan shafar akan terjadi demikian dan demikian.
Kedustaan terus dibuat pada semua bulan.
Semua hadits-hadits yang seperti ini seluruhnya adalah dusta yang dibuat-buat. [Lihat al-Manar al-Munif hal.64]
Wallahu A'lam.


[1] Secara harfiah صفر 'shafr' bermakna kosong atau nol.
[2] Bulan haji adalah Syawal, Zuhhijjah dan Zulqaidah.
[3] Imam Nawawi menyebutkan dua makna dari sabda Nabi r  "Tidak ada shafar". Yang pertama bulan shafar dimana umat jahiliah mengakhirkan pengharaman bulan Muharam pada bulan Shafar, dan Islam mengembalikan kepada asalnya. Yang kedua shafar bermakna cacing yang ada didalam perut atau penyakit perut yang dapat menyebabkan kematian. [lihat Aunul Ma'bud bab. Fit Thairah] –pent.

1 komentar

Jam Masjid Jakarta mengatakan...

Tulisannya sangat menginspirasi untuk penulisan khutbah jumat bulan safar terbaru