Ketika senang, ingatlah saat susah
Ketika senang, ingatlah saat susah
Dalam
hidup kita sehari-hari, dua hal berbeda yang silih berganti adalah adalah
kesenangan dan kesusahan. Bahkan menurut beberapa orang, kalau hidup itu indah
karena perbedaan tersebut. Bayangkan kalau orang senang terus atau susah terus,
tentu bukan sesuatu yang baik. Ketika kita senang, maka kita diharapkan ingat
ketika dulu pernah susah. Dan ketika kita susah ingatlah bahwa suatu saat akan
ada kesenangan. Hal ini seperti firman Allah SWT:
“Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal penting yang perlu
diperhatikan bagaimana sifat dasar seorang manusia dalam menghadapi kedua hal
tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam
ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap kesenangan terlebih
dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari ‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata:
Rasulullah mengutus Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a. ke Bahrain untuk menagih
pajak penduduk. Kemudian ia kembali dari Bahrain dengan membawa harta yang
sangat banyak dan kedatangan kembali Abu ‘Ubaidah itu terdengar oleh sahabat
Anshar maka mereka pun shalat Shubuh bersama Rasulullah saw. Kemudian setelah
selesai shalat mereka menghadap Rasulullah saw maka beliau tersenyum melihat
mereka kemudian bersabda, “Mungkin
kamu telah mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab mereka, “Benar,
ya Rasulullah.” Lalu
Nabi saw bersabda, “Sambutlah
kabar baik dan tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu.
Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku
khawatir kalau terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar
untuk orang-orang yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana
mereka berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah
membinasakan mereka.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pada
saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia tidak sabar maka yang
dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang menjadi tersangka KPK
telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal ini menunjukkan orang
tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini tersebut dalam Al
Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan berdoa kepada Allah,
tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih” (QS. Al Israa 67)
Secara
psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka dia akan mendekat
kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil biasanya memiliki ego
bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih payahnya.
Kembali kepada sifat manusia jika
mendapat kebahagian seperti yang tertera pada QS. Al Israa 83. Jika mendapatkan
kesenangan maka dia memiliki dua kecenderungan yaitu berpaling dari Allah SWT
dan sombong terhadap manusia. Jika kesuksesan terjadi pada orang yang tidak
beriman maka akan memperkuat keyakinannya bahwa tidak perlu percaya kepada
Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Mereka akan mencibirkan kaum Muslim yang
rajin sholat tapi kehidupannya masih miskin. Sedang bila keberhasilan pada
orang munafik, maka mereka berkata “Buat
apa sholat? Toh saya masih bisa mendapatkan rizki dari Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi pada setiap manusia
di dunia ini tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau mengingkari.
Bagi seorang muslim, keberhasilan
masih membuat dia melaksanakan sholat dan ibadah lain. Tapi ada hal lain yang
mungkin tidak kalah bahayanya, yaitu adanya perasaan sombong terhadap apa yang
didapatkannya. Apa sombong itu? Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
Hal
ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses terkadang sulit untuk
menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, apalagi dari orang yang
lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya. Penolakan kebenaran
tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain, karena dia menganggap
dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih berkuasa.
Demikianlah, kita semoga kita
selalu bisa menjaga hati dalam setiap keadaan.
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
“Alangkah menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar, dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan memang kita harus siap dalam
setiap kondisi, seperti yang disampaikan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor unta, maka aku
tidak peduli unta mana yang aku kendarai” (‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin hal.144).
Wallahu a’lam.
Post a Comment