KITAB PUASA
KITAB
PUASA
Meliputi hal-hal berikut ini:
1.
Pengertian puasa, hukum, dan
keutamaannya.
2.
Hukum-hukum puasa.
3.
Sunnah-sunnah puasa.
4.
Yang wajib, sunah, boleh, dan makruh
bagi yang berpuasa.
5.
Puasa sunnah.
6.
I'tikaf.
- Pengertian puasa, hukum, dan keutamaannya
. Allah
SWT memerintahkan menjalankan beberapa ibadah untuk menguji hamba, apakah ia
mengikuti hawa nafsunya atau menjunjung perintah Rabb-nya. Dia SWT menjadikan
perkara agama terbagi pada hal-hal yang bersifat menahan diri dari yang disukai
seperti puasa, sesungguhnya ia adalah menahan diri dari yang disukai berupa
makanan, minuman, jima' karena mengharap wajah Allah SWT.
Dan termasuk di antara perkara agama
adalah memberikan yang disukai seperti zakat dan sedekah, dan hal itu adalah
memberikan yang disenangi yaitu harta karena mengharap ridha Allah SWT.
Terkadang
mudah bagi seseorang memberikan seribu riyal akan tetapi sulit baginya untuk
berpuasa walau sehari, atau sebaliknya. Maka Allah SWT membuat beberapa jenis
ibadah untuk menguji hamba.
.
Kebaikan hati:
Kebaikan
hati dan istiqamahnya adalah dengan menghadapnya secara total kepada Rabb-nya
SWT dan suka dengan-Nya SWT. Karena berlebihan dalam makanan, minuman,
pembicaraan, tidur, dan pergaulan dengan manusia termasuk yang memutuskannya
dari Rabb-nya SWT, menambahnya tidak teratur, dan mencerai-beraikannya di
setiap jurang, kasih sayang Yang Maha Perkasa lagi Penyayang kepada hamba-Nya
menuntut untuk mensyari'atkan puasa kepada mereka yang menghilangkan yang
berlebihan dari makanan dan minuman, dan mengosongkan dari hati campuran
syahwat yang menghalangi jalannya kepada Allah SWT.
Dan Dia SWT mensyari'atkan i'tikaf
kepada mereka yang tujuannya adalah berhentinya hati kepada Allah SWT dan
bergabungnya kepada-Nya, berkhalwah dengan-Nya, memutuskan diri dari
selain-Nya. Dan Dia SWT mensyari'atkan kepada umat menahan lisan dari segala
sesuatu yang tidak berguna di akhirat. Dan mensyari'atkan bagi mereka shalat
malam hari yang bermanfaat kepada hati dan badan.
. Puasa:
adalah menahan diri dari makan, minum, jima' dan segala yang membatalkan mulai
dari terbit fajar kedua hingga tenggelam matahari dengan niat puasa karena
beribadah (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
. Hikmah
disyari'atkannya puasa:
1. Puasa
adalah wasilah (sarana) untuk bertaqwa kepada Allah SWT dengan melakukan
kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan.
2. Puasa
membiasakan manusia menahan jiwa dan mengekang hawa nafsunya, dan latihan
memikul tanggung jawab dan sabar terhadap kesulitan.
3. Puasa
membuat seorang muslim dapat merasakan penderitaan saudara-saudaranya, lalu hal
itu mendorongnya berinfak dan berbuat baik kepada fakir miskin, maka dengan hal
itu terwujudlah cinta kasih dan persaudaraan.
4. Dengan
puasa dapat membersihkan diri dan mensucikannya dari akhlak yang kotor dan
campuran yang hina. Dan saat berpuasa merupakan waktu istirahat bagi
pencernaan, lambung beristirahat, lalu saat berbuka mengembalikan aktivitas dan
kekuatannya.
. Puasa
Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, Allah SWT menisbatkan kepada-Nya
sebagai kemuliaan dan pengagungan. Dia SWT mewajibkannya pada tahun kedua
Hijriyah. Rasulullah SAW berpuasa Ramadhan selama sembilan kali.
. Bulan
Ramadhan adalah bulan yang paling utama, dan sepuluh malam terakhir di bulan
Ramadhan lebih utama dari pada sepuluh malam Bulan Dzulhijjah, karena
didalamnya terdapat lailatul qadar. dan sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama
dari pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Hari Jum'ah adalah hari
paling utama dalam seminggu, dan hari berkurban (10 Dzulhijjah) adalah hari
paling utama dalam setahun, dan lailatul Qadar adalah malam paling utama dalam
setahun.
.
Hukum Puasa Ramadhan:
Puasa Ramadhan hukumnya wajib atas
setiap muslim, baligh, berakal, mampu berpuasa, muqim (tidak bepergian),
laki-laki atau perempuan, tidak ada penghalang seperti haid dan nifas, dan ini
khusus bagi perempuan.
Allah SWT mewajibkan berpuasa kepada
umat ini, sebagaimana Dia SWT mewajibkannya kepada umat-umat sebelumnya. Firman
Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ
عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
١٨٣ ﴾ [البقرة: ١٨٣]
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah :183)
.
Keutamaan Bulan Ramadhan:
1. Allah
Ta'ala berfirman:
2. Dari
Abu Hurairah r.a, 'Ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila telah tiba
bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, dan
syetan-syetan dibelenggu.' Muttafaqun 'alaih.[1]
.
Keutamaan Puasa:
1. Dari
Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Setiap amal ibadah
anak Adam a.s (manusia) dilipat gandakan. Satu kebaikan berlipat sepuluh hingga
tujuh ratus kali. Allah SWT berfirman, 'Kecuali puasa, ia adalah milikku dan
Aku yang akan membalasnya. Ia meninggalkan nafsu syahwat dan makanannya karena
aku. Bagi yang berpuasa ada dua kebahagiaan: bahagia saat berbuka dan gembira
saat bertemu Rabb-nya. Sungguh bau mulutnya lebih wangi di sisi Allah SWT dari
pada aroma minyak kesturi.' Muttafaqun 'alaih.[2]
2. Dari
Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya
yang terdahulu.' Muttafaqun 'alaih.[3]
3. Dari
Sahl bin Sa'ad r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Di surga ada delapan
pintu, padanya ada satu pintu yang bernama ar-Rayyan, tidak bisa memasukinya
selain orang-orang yang berpuasa.' Muttafaqun 'alaih.[4]
2. HUKUM-HUKUM PUASA
.
Berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala hukumnya wajib bagi
setiap muslim agar ia memperoleh pahala, bukan karena riya dan sum'ah, dan
bukan pula karena mengikuti manusia atau mengikuti penduduk negerinya. Maka ia
berpuasa karena Allah SWT menyuruhnya dan mengharapkan pahala di sisi Allah
SWT, demikian pula semua ibadah.
. Puasa
Ramadhan hukumnya wajib dengan salah satu dari dua perkara:
1. Bisa
jadi dengan dilihatnya hilal (bulan tsabit) dari seorang muslim yang adil, kuat
penglihatan, laki-laki atau perempuan.
2. Menyempurnakan
Bulan Sya'ban tiga puluh (30) hari.
.
Hukum melihat hilal Bulan Ramadhan:
Apabila hilal tidak kelihatan,
disertai terangnya malam tiga puluh (30) dari Bulan Sya'ban, maka mereka tetap
berbuka. Demikian pula apabila terhalang oleh awan atau gelap. Apabila
orang-orang berpuasa dua puluh delapan (28) hari, kemudian mereka melihat
hilal, mereka berbuka dan wajib berpuasa (qadha`) satu hari setelah hari raya.
Jika mereka berpuasa selama tiga puluh hari dengan persaksian satu orang, dan
hilal belum juga terlihat, maka mereka tetap tidak berbuka sampai melihat
hilal.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
'Nabi SAW bersabda, 'Puasalah karena melihatnya dan berbukalah karena
melihatnya. Maka jika ditutupi atasmu, maka sempurnakanlah hitungan Bulan
Sya'ban menjadi tiga puluh' Muttafaqun 'alaih.[5]
.
Apabila penduduk sebuah negeri melihat hilal, mereka harus berpuasa. Karena
tempat munculnya hilal itu berbeda-beda, maka bagi setiap wilayah atau daerah
ada hukum yang menentukannya pada permulaan puasa dan akhirnya, menurut rukyah
mereka. Dan jika kaum muslimin berpuasa serentak di seluruh penjuru bumi dengan
satu rukyah, maka ini sesuatu yang baik. Ia merupakan fenomena yang menunjukkan
persatuan, persaudaraan dan kebersamaan, dan menuju terwujudnya hal itu, Insya
Allah. Setiap muslim harus berpuasa bersama negeranya. Janganlah penduduk
negeri terbagi-bagi, sebagian berpuasa bersama negara dan sebagian lagi bersama
yang lain, ini untuk menghentikan perpecahan yang dilarang Allah SWT.
. Barang
siapa yang melihat hilal Ramadhan sendirian dan persaksiannya ditolak, atau
melihat hilal Syawal dan ucapannya tidak diterima, ia harus berpuasa atau
berbuka secara tersembunyi. Jika hilal dilihat di siang hari, maka hilal itu
untuk malam berikutnya, dan jika tenggelam sebelum matahari, maka ia untuk
malam yang telah lewat.
Disunnahkan bagi orang yang melihat
hilal Ramadhan atau bulan lainnya untuk membaca: 'Ya Allah, mulailah ia atas
kami dengan keberuntungan (berkah) dan iman, keselamatan dan Islam, Rabb-ku dan
Rabbmu adalah Allah SWT' HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[6]
.
Pemimpin umat Islam harus mengumumkan dengan berbagai sarana yang disyari'atkan
dan dibolehkan tentang masuknya Bulan Ramadhan, apabila sudah pasti rukyah
hilal secara syara', demikian pula keluarnya.
.
Apabila seorang muslim berpuasa di suatu negeri, kemudian safar ke negeri lain,
maka hukumnya dalam berpuasa dan berbuka adalah hukum negeri yang ia berpindah
kepadanya. Maka ia berbuka bersama mereka apabila mereka berbuka. Akan tetapi
bila berbuka kurang dari dua puluh sembilan (29) hari, ia mengqadha` satu hari
setelah idul fitri. Dan jikalau ia berpuasa lebih dari tiga puluh (30) hari,
maka ia tidak berbuka kecuali bersama mereka.
.
Hukum niat puasa:
Wajib menentukan niat puasa di malam
hari sebelum terbit fajar untuk puasa Ramadhan, dan sah niat puasa sunnah di
siang hari, jika ia belum melakukan yang membatalkan puasa setelah terbit
fajar.
. Sah
puasa wajib dengan niat di siang hari, apabila ia tidak mengetahui wajibnya di
malam hari, sebagaimana jika adanya persaksian dengan rukyat di siang hari,
maka ia menahan diri (dari yang membatalkan puasa) yang tersisa di hari itu.
Dia tidak perlu mengqadha`, sekalipun ia sudah makan.
. Barang
siapa yang terkena kewajiban puasa di siang hari, seperti orang gila yang sudah
sembuh/sadar, anak kecil sudah baligh, dan orang kafir yang masuk Islam.
Cukuplah bagi mereka berniat di siang hari saat terkena kewajiban puasa,
sekalipun sesudah makan atau minum, dan tidak wajib mengqadha` atasnya.
. Bagi
setiap muslim dalam shalat dan puasa ada hukum tempat yang ia berdomisili
padanya. Orang yang berpuasa menahan diri (dari yang membatalkan) dan berbuka
di tempat yang ia berdomisili padanya, sama saja di atas muka bumi, atau berada
di atas pesawat terbang di udara, atau di atas kapal laut di lautan.
.
Puasa orang tua dan sakit:
Barang siapa yang berbuka karena tua
atau sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, muqim atau musafir, ia memberi
makan seorang miskin setiap hari. Dan cukuplah hal itu sebagai pengganti puasa,
maka ia membuat makanan sejumlah hari yang wajib atasnya, dan mengundang
orang-orang miskin kepadanya. Dan ia boleh memilih: jika ia menghendaki, ia
memberi makan setiap hari dengan harinya, dan jika ia menghendaki, ia bisa
menundanya hingga hari terakhir. Ia juga boleh mengeluarkan setiap hari
setengah sha' makanan dan memberikannya kepada orang miskin.
. Barang
siapa yang terkena pikun, maka tidak ada kewajiban puasa dan tidak perlu
membayar kafarat, karena pena diangkat darinya (bukan mukallaf).
. Wanita
yang haidh dan nifas diharamkan puasa, keduanya berbuka dan mengqadha di hari
yang lain. Apabila keduanya suci di tengah hari, atau musafir yang tidak puasa
telah sampai di siang hari, ia tidak wajib imsak (menahan diri dari yang
membatalkan puasa), namun hanya wajib mengqadha` saja.
. Wanita
yang hamil dan menyusui, jika khawatir terhadap dirinya atau terhadap dirinya
dan anaknya, keduanya boleh berbuka di bulan Ramadhan, kemudian mengqadha`
sesudahnya.
.
Hukum puasa dalam perjalanan:
Yang paling utama adalah berbuka bagi
yang puasa dalam perjalanan secara mutlak. Bagi musafir di bulan Ramadhan: jika
berbuka dan berpuasa baginya sama saja, maka puasa lebih utama. Dan jika puasa
terasa berat atasnya dalam perjalanan, maka berbuka lebih utama. Dan jika puasa
sangat memberatkannya dalam perjalanan, maka berbuka wajib atasnya dan ia
mengqadha' di hari yang lain.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, 'Kami
pernah safar bersama Rasulullah SAW, maka yang berpuasa tidak mencela yang
berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang berpuasa.' Muttafaqun 'alaih.[7]
. Barang
siapa yang berniat puasa, kemudian berpuasa dan pingsan sepanjang hari atau
sebagiannya, maka puasanya sah.
. Barang
siapa yang kehilangan perasaannya di bulan Ramadhan dan selainnya karena
pingsan, sakit atau gila, kemudian sadar, maka ia tidak wajib mengqadha` puasa
dan shalat, karena terangkat taklif darinya. Dan barang siapa yang kehilangan
kesadaran karena perbuatan dan kehendaknya, kemudian sadar, ia wajib
mengqadha`.
. Barang
siapa yang berniat puasa, kemudian makan sahur dan tertidur dan tidak terbangun
kecuali setelah terbenam matahari, maka puasanya shahih dan tidak wajib
mengqadha'.
.
Apabila seorang muslim makan, minum, atau berjima', karena lupa di siang hari
Bulan Ramadhan, maka puasanya sah.
.
Apabila seorang muslim bermimpi (keluar mani dalam tidur), dan dia sedang
puasa, maka puasanya sah. Ia wajib mandi dan tidak ada dosa atasnya.
. Barang
siapa sakit yang berat berpuasa baginya serta membahayakannya, maka puasa haram
atasnya dan wajib berbuka dan mengqadha` sesudahnya.
. Yang
utama bagi seorang muslim adalah selalu dalam keadaan suci, dan boleh menunda
mandi junub dan mandi haid dan nifas bagi yang berpuasa hingga terbit fajar,
dan puasanya sah.
. Yang
disunnahkan bagi orang yang ingin safar di Bulan Ramadhan, agar berbuka jika ia
menghendaki di saat meninggalkan bangunan (kota). Dan barang siapa yang berbuka
karena mashlahat orang lain, seperti menyelamatkan orang tenggelam, atau
memadamkan kebakaran dan semisalnya, maka ia harus mengqadha` saja.
.
Tata cara puasa di negeri yang tidak terbenam matahari padanya:
Barang siapa yang tinggal di negeri
yang matahari tidak tenggelam pada musim panas dan tidak terbit di musim
dingin, atau tinggal di negeri yang
siang harinya berlangsung selama enam bulan dan malamnya juga seperti itu, atau
lebih banyak, atau kurang, maka mereka harus shalat dan puasa berpedoman kepada
negeri terdekat kepada mereka, yang berbeda malam dan siang padanya. Dan gabungan
keduanya adalah dua puluh empat (24) jam, maka mereka membatasi permulaan puasa
dan kesudahannya, mulai menahan diri dari yang membatalkan puasa dan berbuka,
menurut waktu negeri itu.
.
Apabila pesawat terbang lepas landas sebelum tenggelam matahari dan naik di
udara, maka tidak boleh berbuka bagi yang puasa sampai tenggelam matahari.
. Barang
siapa yang meninggalkan puasa Ramadhan karena mengingkari kewajibannya, ia
kafir. Dan barang siapa yang meninggalkan puasa karena melalaikan dan malas,
maka ia tidak kafir dan sah shalatnya, akan tetapi dia menanggung dosa besar.
.
Hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut:
1. Makan
dan minum di siang hari Bulan Ramadhan.
2. Bersetubuh
(jima') di siang hari Bulan Ramadhan.
3. Mengeluarkan
mani di saat jaga (tidak tidur) secara langsung, atau mengecup (istri), atau
onani, atau semisalnya.
4. Menggunakan
jarum penambah gizi (infus) untuk badan di siang hari Bulan Ramadhan.
Dan
segala yang membatalkan ini (lima macam), batal orang yang puasa bila ia
melakukannya secara sengaja, mengetahui, ingat terhadap puasanya.
5. Keluar
darah haid dan nifas di siang hari Bulan Ramadhan.
6. Murtad
dari Islam.
.
Yang membatalkan puasa kembali kepada dua perkara:
1. Memasukkan
segala sesuatu yang berguna untuk tubuh, memberi gizi dan menguatkannya,
seperti makan dan minum, dan semisalnya, atau beberapa perkara yang
memudharatkan tubuh, seperti minum darah, memabukkan dan semisalnya.
2. Keluarnya
beberapa hal yang melemahkan tubuh, maka menambah kepadanya kelemahan di atas
kelemahan, seperti sengaja melakukan onani, darah haid dan nifas.
. Hukum
orang yang mendengar azan fajar sedangkan bejana berada di tangannya:
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
'Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian mendengar suara
azan dan bejana berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia
menyelesaikan hajatnya darinya.' HR. Abu Daud.[8]
. Barang
siapa yang makan karena meyakini bahwa ia berada di malam hari, ternyata sudah
siang, atau dia makan karena meyakini bahwa matahari sudah tenggelam, ternyata
matahari belum tenggelam, maka puasanya shahih (sah, benar) dan tidak wajib
mengqadha` atasnya.
. Hal-hal
yang tidak membatalkan puasa sangat banyak, di antaranya:
Celak, suntikan, yang diteteskan pada
saluran air kencingnya (urethra), mengobati luka, minyak wangi, minyak rambut,
garu, pacar, tetasan di mata atau telinga atau hidung, muntah, bekam,
mengeluarkan darah, pendarahan hidung, terkena pendaharan, darah luka, mencabut
gigi, keluar madzi dan wadi, alat penyemprot (sprayer) untuk penyakit asma,
pasta gigi, semua itu tidak membatalkan puasa.
.
menguraikan/membersihkan darah, dan jarum suntik apabila untuk pengobatan,
bukan untuk tambahan gizi, tidak membatalkan puasa, dan menundanya hingga malam
hari, jika bisa, lebih utama.
.
Perempuan boleh mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghalangi haid karena puasa
atau haji, apabila para ahli kedokteran memutuskan bahwa hal itu tidak
membahayakannya, dan lebih baik baginya menahan diri dari hal itu.
.
Mencuci ginjal, yaitu dengan mengeluarkan darah dari tubuh, kemudian
mengembalikannya dalam kondisi bersih, disertai tambahan beberapa bahan
kepadanya, pembersihan ini merusak puasa.
.
Apabila orang yang puasa mengeluarkan mani dengan onani atau bermesraan dengan
istrinya tanpa bersetubuh, maka ia berdosa, dan ia harus membayar qadha`, tanpa
kafarat.
. Barang
siapa yang safar di bulan Ramadhan dan berpuasa dalam perjalanannya, kemudian
ia bersetubuh (jima') dengan istrinya di siang hari, maka ia harus membayar
qadha`, tanpa kafarat.
. Barang
siapa yang jima' (bersetubuh) di siang hari bulan Ramadhan, dan ia tidak
bepergian, maka ia harus mengqadha`, kafarat, dan dosa, jika melakukannya
secara sengaja, tahu, dan ingat. Maka jika ia dipaksa, atau tidak tahu (jahil),
atau lupa, maka puasanya sah dan tidak ada kewajiban qadha dan kafarat atasnya.
Perempuan seperti laki-laki dalam dua keadaan ini.
.
Kafarat jima' di siang hari Bulan Ramadhan:
Memerdekakan budak, jika ia tidak
menemukan, maka puasa dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak mampu, maka
memberi makan enam puluh (60) orang miskin, bagi setiap orang miskin setengah
sha' makanan. Maka jika ia tidak mendapatkan (tidak punya apa-apa), gugurlah ia
(gugurlah kewajiban kafarat ini). Dan kafarat ini tidak wajib selain jima' di
siang hari Ramadhan dari orang yang harus berpuasa, apabila ia melakukannya
dalam keadaan tahu dan sengaja. Maka siapa yang melakukannya dalam puasa sunnah
atau nazar atau qadha`, maka tidak kafarat atasnya.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
'Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, 'Aku telah
binasa, ya Rasulullah.' Beliau bertanya, 'Apa yang telah membinasakanmu?' Ia
berkata, 'Aku menjima' istriku di bulan Ramadhan.' Beliau bersabda, 'Apakah
engkau mendapatkan (mempunyai uang) untuk memerdekakan budak?' Ia menjawab,
'Tidak.' Beliau bersabda, 'Apakah engkau mampu puasa dua bulan berturut-turut?'
Ia menjawab, 'Tidak mampu.' Beliau bersabda lagi, 'Apakah engkau mampu memberi
makan enam puluh orang miskin?' Ia menjawab, 'Tidak mampu.' Ia (yang
meriwayatkan hadits, Abu Hurairah r.a) berkata, 'Kemudian ia duduk.' Lalu Nabi
SAW dibawakan sekeranjang kurma. Beliau SAW bersabda, 'Bersedekahlah dengan
ini.' Ia berkata, 'Apakah kepada orang yang lebih fakir dari kami. Tidak ada di
antara dua harah ini (maksudnya kota Madinah) satu keluarga yang lebih
membutuhkannya dari pada kami.' Maka Nabi SAW tertawa hingga nampak dua
giginya, kemudian bersabda, 'Pergilah, berilah makan kepada
keluargamu.'Muttafaqun alaih.[9]
.
Beberapa hal yang tidak terputus dengannya puasa berturut-turut bagi orang yang
terkena kewajiban berpuasa dua bulan bulan dan semisalnya, yaitu: dua hari
raya, safar, sakit yang boleh berbuka, haid dan nifas.
.
Apabila seseorang bersetubuh dengan istrinya dalam dua hari atau lebih di siang
hari Bulan Ramadhan, ia wajib membayar kafarat dan qadha` sejumlah bilangan
hari. Dan jika ia mengulanginya dalam satu hari, maka hanya satu kafarat
disertai qadha`.
.
Apabila orang yang musafir telah tiba dalam keadaan berbuka di hari istrinya
dalam keadaan suci dari haid atau nifas di tengah-tengahnya, ia boleh
menjima'nya (bersetubuh dengan istrinya).
.
Disunnahkan bersegerah mengqadha` puasa Ramadhan serta berturut-turut, dan
apabila waktunya sempit wajib berturut-turut. Dan apabila ia menunda qadha`
Ramadhan hingga tiba Ramadhan yang lain tanpa ada uzur, maka ia berdosa dan
wajib mengqadha`.
. Allah
SWT mewajibkan berpuasa Ramadhan pada hak orang yang tidak mempunyai uzur, dan
secara qadha` pada hak orang yang ada uzur yang telah berlalu seperti safar dan
haid, serta dengan memberi makan pada hak orang yang tidak mampu melaksanakan
puasa secara tunai dan qadha`, seperti orang tua renta dan semisalnya.
. Barang
siapa yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, jika ada
uzur dengan sakit dan semisalnya maka tidak wajib membayar qadha` darinya dan
tidak wajib pula memberi makan. Dan jika bisa mengqadha`, lalu ia tidak
melakukannya sampai meninggal dunia, maka walinya melaksanakan puasa darinya.
Dari
'Aisyah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang meninggal dunia
dan ia mempunyai kewajiban puasa, walinya menggantikan puasa darinya'
Muttafaqun 'alaih.[10]
. Barang
siapa yang berbuka di Bulan Ramadhan atau sebagiannya dalam keadaan tahu,
sengaja, ingat, tanpa ada uzur, maka tidak disyari'atkan qadha` baginya dan
tidak sah darinya. Dia menanggung dosa besar, maka ia harus bertaubat dan
istigfar.
. Barang
siapa yang meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa nazar, atau haji
nazar, atau i'tikaf nazar, atau semisalnya, disunnahkan bagi walinya untuk
mengqadha`nya. Walinya adalah ahli warisnya. Dan jika diqadha` oleh orang lain,
niscaya sah dan sudah cukup.
. Barang
siapa yang berniat berbuka, berarti ia berbuka, karena puasa terdiri dari dua
rukun: niat dan menahan diri dari yang membatalkan. Dan apabila ia berniat
berbuka niscaya gugur rukun pertama, yaitu dasar segala amal dan nilai ibadah
yang besar, yaitu niat.
. Barang
siapa yang tertidur di malam ke tiga puluh dari Bulan Sya'ban dan ia berkata,
'Jika besok adalah Bulan Ramadhan maka aku berpuasa.' Ternyata memang
benar-benar Bulan Ramadhan, maka puasanya sah.
.
Larangan, jika kembali kepada jenis ibadah yang sama, maka ia adalah haram dan
batil, seperti jika seorang muslim berpuasa di hari raya, maka puasanya haram
dan batil. Dan jika larangan itu kembali kepada ucapan atau perbuatan yang
khusus dengan ibadah, maka hal ini membatalkannya, seperti orang yang makan
sedangkan dia berpuasa niscaya rusaklah puasanya. Jika larangan itu bersifat
umum dalam ibadah dan yang lainnya, maka hal ini tidak membatalkannya, seperti
mengumpat, maka ia adalah haram akan tetapi ia tidak membatalkan puasa. Dan
seperti inilah halnya dalam setiap ibadah.
3.
Sunnah-sunnah puasa:
.
Disunnahkah bersahur bagi orang yang berpuasa, karena terdapat keberkahan
padanya, dan sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah dengan kurma. Di sunnahkan
mengakhirkan waktu sahur. Di antara berkah sahur adalah menguatkan ketaatan dan
ibadah kepada Allah SWT. Ia adalah pendorong untuk bangun dari tidur waktu.
Waktu sahur adalah waktu untuk beristighfar (memohon ampun) dan berdo'a,
(memudahkan untuk dapat menunaikan) shalat fajar secara berjama'ah, dan untuk
menyelisihi ahli kitab.
.
Disunnahkan untuk segera berbuka dan memulai dengan kurma sebelum shalat. Jika
kurma tidak ada, maka dengan air. Jika ia tidak menemukan, maka ia berbuka
dengan apa yang ada dari makanan dan minuman yang halal. Jika ia tidak mendapat
sesuatu untuk berbuka, maka ia berniat berbuka dengan hatinya.
. Orang
yang puasa kehilangan kadar gula yang tersimpan dalam tubuh. Penurunan kadar
gula dari batas normal menyebabkan orang yang puasa merasakan lemah, malas dan
kurang penglihatan. Dan memakan kurma, dengan ijin Allah SWT, dapat
mengembalikan apa yang hilang dari zat gula dan semangat.
.
Disunnahkan untuk memberi makan orang yang berpuasa. Barangsiapa yang memberi
makan orang yang berpuasa maka ia akan mendapatkan pahala sepertinya tanpa
mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.
-
Apa yang diucapkan orang yang berpuasa ketika ia berbuka:
.
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk memperbanyak dzikir dan doa. Ketika
hendak berbuka hendaknya mengucapkan basmalah, dan mengucap hamdalah setelah
selesai makan. Ketika hendak berbuka hendaknya mengucapkan:
ذَهَبَ الظَّّمَاُ, وابْتَلّتِ
الْعُرُوقُ, وثَبَتَ الأجْرُ, إِنْ شَاءَ الله
'Telah
hilang rasa haus, tenggorakan telah basah, dan telah tetap pahala, insya Allah'
.
Disunnahkan memakai siwak bagi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa pada
setiap saat, di awal siang maupun di akhirnya.
.
Apabila ada orang yang mencela atau hendak membunuhnya, maka disunnahkan bagi
orang yang berpuasa untuk mengatakan: "Sesungguhnya aku sedang
berpuasa". Jika ia dalam keadaan berdiri hendaknya segera duduk.
. Bagi
yang berpuasa disunnahkan menambah dan memperbanyak amal-amal kebaikan seperti zikir, membaca
al-Qur`an, bersedekah, membantu orang-orang fakir dan yang membutuhkan,
istigfar, taubat, tahajjud, silaturrahim, mengunjungi orang sakit dan seumpama
yang demikian itu.
. Disunnahkan
shalat Tarawih di malam-malam bulan Ramadhan setelah shalat 'Isya (sebelas
rekaat bersama witir atau tiga belas rekaat bersama witir), inilah sunnah.
Barang siapa yang menambah, maka tidak berdosa dan tidak makruh. Dan barang
siapa yang shalat bersama imam sampai berpaling, niscaya ditulis baginya shalat
di malam hari (qiyamullail).
.
Disunnahkan bagi yang berpuasa yang mendapat undangan makan agar mengatakan,
'Sesungguhnya saya sedang puasa,' berdasarkan sabda Nabi SAW, 'Apabila
seseorang dari kalian mendapat undangan makan, sedangkan dia puasa, hendaklah
ia berkata, 'Sesungguhnya saya sedang puasa.' HR. Muslim.[11]
.
Disunnahkan bagi orang yang puasa dan yang tidak puasa, apabila makan di sisi
suatu kaum, agar mengatakan, 'Orang-orang yang puasa berbuka di sisimu,
orang-orang baik menyantap makananmu, dan malaikat mendo'akanmu.' HR. Abu Daud
dan Ibnu Majah.[12]
.
Disunnahkan umrah di Bulan Ramadhan, berdasarkan sabda Nabi SAW, '…Umrah di
bulan Ramadhan senilai menunaikan haji atau haji bersamaku.' Muttafaqun 'alaih.[13]
. Barang
siapa yang berihram umrah di hari terakhir bulan Ramadhan dan tidak memulai
pelaksanaan umrahnya kecuali di malam lebaran, maka umrah ini terhitung pada
bulan Ramadhan, karena perhitungan adalah pada saat masuk padanya (saat berniat).
.
Disunnahkan bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan
berbagai macam ibadah dan menghidupkan semua malam dan membangunkan
keluarganya.
.
Keutamaan Lailatul Qadar:
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang
sangat agung nilainya. Padanya dipisahkan setiap urusan yang bijaksana,
ditentukan rizqi, ajal, dan keadaan untuk satu tahun itu.
Diharapkan Lailatul Qadar terjadi di
malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan yang lebih kuat
pada malam dua puluh tujuh (27).
.
Keistimewaan Lailatul Qadar:
Lailatul Qadar lebih baik dari seribu
bulan, yaitu delapan puluh tiga (83) tahun empat bulan. Maka disunnahkan
menghidupkannya dan banyak berdoa padanya dengan doa yang warid (diriwayatkan
dalam hadits-hadits).
1.
Firman Allah SWT:
﴿ إِنَّآ
أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ
أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم
مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥﴾ [القدْر: 1، 5]
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada
malam kemuliaan. * Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? * Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.* Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala
urusan. * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar" (QS. Al-Qadar:1-5)
2. Dari
Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Barang siapa yang beribadah
pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni
dosanya yang telah terdahulu.' Muttafaqun 'alaih.[14]
3. Dari
'Aisyah r.a, ia berkata, 'Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, 'Beritahukanlah
kepadaku, jika aku mengetahui Lailatul Qadar, apa yang kubaca padanya? Beliau
SAW bersabda, 'Bacalah, 'Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha
Pemurah, menyukai sifat maaf, maka maafkanlah aku.' HR. at-Tirmidzi dan Ibnu
Majah.[15]
4-
Perkara yang dimakruhkan bagi orang yang puasa, yang wajib dan yang boleh
.
Dimakruhkan bagi yang puasa berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung, mencicipi makanan bukan karena kebutuhan,
berbekam dan semisalnya bila melemahkannya.
.
Apabila telah tiba azan Magrib, orang yang puasa wajib berbuka, dan wajib
menahan diri dari segala yang membatalkan berupa makan dan minum serta yang
lainnya, apabila sudah nyata terbir fajar kedua.
. Wajib
meninggalkan dusta, gibah (mengupat), dan mencela di setiap waktu, dan pada
bulan Ramadhan lebih dianjurkan.
Dari Abu
Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Barang siapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta kebodohan, maka Allah
SWT tidak perduli dia meninggalkan makanan dan minumannya.' HR. al-Bukhari.[16]
.
Hukum mengecup dan bermesraan dengan istri bagi yang puasa:
Laki-laki mengecup istrinya, menyentuh
dan bermesraan dengannya dari balik pakaian, sedangkan dia puasa, semua itu
hukumnya boleh, sekalipun syahwatnya bergerak, apabila dia percaya terhadap
dirinya. Jika ia khawatir terjerumus pada sesuatu yang diharamkan Allah SWT
berupa keluarnya mani, maka hal itu diharamkan atasnya.
Dari
'Aisyah r.a, ia berkata, 'Nabi SAW mengecup dan bermesraan, sedangkan beliau
SAW puasa, dan beliau adalah yang paling bisa menahan kebutuhannya.' Muttafaqun
'alaih.[17]
. Bagi
yang berpuasa dibolehkan memakai pasta gigi serta menjaga dari menelan sesuatu
darinya, dan boleh pula mandi agar dingin dari kepanasan dan haus serta
seumpama yang demikian itu.
.
Wishal, yang boleh dan yang haram darinya:
Wishal adalah puasa dua hari atau
lebih tanpa makan dan minum di antara keduanya. Rasulullah SAW telah melarang
dari hal itu dengan sabdanya, 'Janganlah menyambung puasa (wishal), maka siapa
yang ingin menyambung puasa hendaklah ia menyambungnya hingga waktu sahur.'
Mereka bertanya, 'Sesungguhnya engkau menyambung puasa, wahai Rasulullah SAW.
Beliau bersabda, 'Aku bukan seperti kamu, sesungguhnya aku selalu ada pemberi
makan yang memberi makan kepadaku dan pemberi minuman yang memberi minum
kepadaku.' HR. al-Bukhari.[18]
. Orang
yang puasa boleh menelan air ludahnya, dan dimakruhkan menelan dahak bagi yang
berpuasa dan yang lain, karena ia kotor, akan tetapi hal itu tidak membatalkan
puasa. Apabila nampak darah dari lisan atau giginya, maka janganlah ia
menelannya. Dan apabila orang yang berpuasa menelannya, maka puasanya batal.
.
Puasa Nabi SAW dan berbukanya:
1. Dari
Ibnu Abbas r.a, ia berkata, 'Nabi SAW tidak pernah berpuasa sebulan penuh
selain Bulan Ramadhan, dan beliau berpuasa sehingga ada yang berkata, 'Demi
Allah, beliau SAW tidak pernah berbuka.' Dan beliau berbuka sehingga ada yang
berkata, 'Demi Allah SWT, beliau SAW tidak pernah puasa.' Muttafaqun 'alaih.[19]
2. Dari
Humaid, sesungguhnya ia mendengar Anas r.a berkata, 'Rasulullah SAW tidak puasa
dalam satu bulan sehingga kami menduga bagi beliau tidak berpuasa darinya, dan
beliau puasa sehingga kami menduga bahwa beliau tidak berbuka sedikitpun
darinya. Dan tidaklah engkau hendak melihat beliau sedang shalat di malam hari
kecuali engkau melihatnya, dan tidaklah (engkau hendak melihat beliau) sedang
tidur kecuali engkau bisa mendapatkannya.' HR. al-Bukhari.[20]
5- Puasa Sunnah
. Puasa
terbagi dua:
Wajib:
seperti puasa Bulan Ramadhan.
Sunnah:
ada dua: sunnah mutlak dan sunnah terkait, dan sebagiannya lebih kuat dari yang
lain. Puasa sunnah mengandung pahala besar dan tambahan pahala, dan sebagai
penambal kekurangan yang ada dalam puasa wajib.
.
Macam-macam puasa sunnah:
1. Puasa
sunnah paling utama adalah puasa Daud a.s, beliau puasa satu hari dan berbuka
satu hari.
2. Puasa
paling utama setelah puasa Ramadhan adalah Bulan Muharram. Yang terkuat adalah
hari ke sepuluh, kemudian hari ke sembilan. Dan puasa hari ke sepuluh menebus
dosa-dosa satu tahun yang lalu. Dan disunnahkan puasa hari ke sembilan,
kemudian hari ke sepuluh agar berbeda dengan kaum Yahudi.
3. Puasa
enam hari bulan Syawal. Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa puasa Bulan
Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di Bulan Syawal, maka
ia seperti puasa satu tahun.' HR. Muslim.[21]
Yang paling baik adalah terus menerus setelah hari raya dan boleh
memisah-misahnya.
4. Puasa
tiga hari setiap bulan, yaitu seperti puasa satu tahun. Di sunnahkan pada
hari-hari putih, yaitu hari ke tiga belas, empat belas, dan lima belas. Atau
puasa hari Senin, Kamis, dan senin sesudahnya. Dan jika ia menghendaki, ia
puasa dari permulaan bulan dan akhirnya.
5. Puasa
hari Senin dan Kamu setiap pekan. Padanya diperlihatkan semua amal kepada Allah
SWT. Maka disunnahkan berpuasa, dan hari Senin lebih kuat dari pada hari Kamis.
6. Puasa
sembilan (9) hari dari permulaan Bulan Dzulhijjah, paling utama adalah hari ke
sembilan, yaitu hari 'Arafah, bagi orang yang tidak berhaji, dan puasanya
menebus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang.
7. Puasa
fi sabilillah. Dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Nabi
SAW bersabda, 'Barang siapa yang puasa satu hari fi sabilillah, niscaya Allah
SWT menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh (70) tahun.'
Muttafaqun 'alaih.[22]
8. Disunnahkan
memperbanyak puasa Sya'ban di awalnya. Dari Abu Qatadah al-Anshari r.a, bahwa
Rasulullah SAW ditanya tentang puasa beliau … -dan padanya-, dan ditanya
tentang puasa satu hari dan buka satu hari? Beliau bersabda, 'Itu adalah puasa
saudaraku Daud a.s.' Ia (Abu Qatadah r.a) berkata, Dan beliau ditanya tentang
puasa hari Senin? Beliau menjawab, 'Itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya
dan hari aku dibangkitkan (atau diturunkan wahyu kepadaku).' Dan beliau SAW
ditanya tentang puasa hari Arafah? Beliau menjawab, 'Menebus dosa-dosa satu
tahun yang lalu dan yang akan datang.' Dan beliau SAW ditanya tentang puasa
hari 'Asyura? Beliau menjawab, 'Menebus dosa-dosa tahun yang lalu.' HR. Muslim.[23]
. Dari
'Aisyah r.a berkata: 'Rasulullah SAW berpuasa hingga kami mengatakan beliau
tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa.
Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa selama sebulan
penuh kecuali Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih
banyak dari Bulan sya'ban'. Muttafaq 'Alaihi[24]
.
Diharamkan menyendirikan puasa bulan Rajab semuanya, karena ini termasuk syi'ar
jahiliyah. Jika diiringi dengan puasa lainnya maka tidak diharamkan.
Dimakruhkan menyendirikan puasa hari Jum'at, karena ia termasuk hari besar umat
Islam. Jika diiringi dengan puasa lainnya maka tidak dimakruhkan.
.
Disunnahkan puasa hari Sabtu dan Ahad, karena keduanya adalah hari besar
orang-orang musyrik, dan dengan berpuasa kedua hari itu diperoleh perbedaan
dengan mereka, dan disunnahkan bagi yang musafir puasa hari 'Arafah dan hari
'Asyura, karena waktu kedua akan berlalu.
. Haram
puasa hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha serta hari syakk (ragu-ragu), yaitu
ke tiga puluh dari bulan Sya'ban, apabila tujuannya sebagai tindakan preventif
untuk bulan Ramadhan, dan haram puasa hari tasyriq kecuali puasa untuk
mengganti dam haji tamattu' dan qiran saja, maka dibolehkan. Tidak
disyari'atkan puasa satu tahun, dan dimakruhkan puasa hari 'Arafah bagi yang
berhaji.
.
Perempuan tidak boleh melaksanakan puasa sunnah, sedang suaminya ada, kecuali
dengan ijinnya. Adapun puasa Ramadhan dan mengqadha` puasa Ramadhan, apabila
waktunya sudah sempit, maka ia boleh puasa sekalipun tanpa ijin suami.
. Barang
siapa yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, lalu ia melaksanakan puasa enam
hari bulan Syawal sebelum mengqadha`, ia tidak mendapatkan puasanya yang
disebutkan (seperti puasa satu tahun, pent.), tetapi ia harus menyempurnakan
puasa Ramadhan lebih dahulu, kemudian meneruskannya dengan puasa enam hari
bulan Syawal, agar ia memperoleh pahala.
.
Hukum memutuskan puasa sunnah:
Barang
siapa yang melaksanakan puasa sunnah, kemudian ia ingin berbuka, maka ia boleh
melakukan hal itu. Dan boleh puasa sunnah dengan berniat di siang hari, dan ia
boleh memutusnya jika ia menghendaki, dan tidak wajib mengqadha`nya. Akan
tetapi ia tidak selayaknya memutus puasanya tersebut kecuali bila memiliki
sebab yang benar.
Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, 'Pada
suatu hari, Nabi SAW masuk kepadaku, seraya bertanya, 'Apakah engkau memiliki
sesuatu?' Kami menjawab,'Tidak ada.' Beliau bersabda: "Kalau begitu aku
berpuasa.' Kemudian beliau datang kepada kami pada suatu hari yang lain, lalu
kami berkata, 'Kami diberi hadiah makanan (terbuat dari kurma dan tepung,
pent.).' Beliau bersabda, 'Perlihatkanlah ia kepadaku, sungguh tadi pagi aku berniat
puasa,' lalu beliau makan.' HR. Muslim.[25]
6- I'tikaf
.
I'tikaf: yaitu selalu berada di masjid untuk taat kepada Allah SWT menurut caya
khusus, baik laki-laki maupun perempuan.
.
I'tikaf adalah menahan diri beribadah kepada Allah SWT dan dekat/senang dengannya,
memutus hubungan dari makhluk, dan mengosongkan hati dari segala yang
menyibukkan dari zikir kepada Allah SWT.
.
Hukum i'tikaf:
I'tikaf boleh dilakukan setiap waktu
dan sah walau tanpa puasa, dan wajib hukumnya dengan nazar dan disunnahkan di bulan
Ramadhan, yang paling utama dan paling kuat adalah pada sepuluh terakhir dari
Bulan Ramadhan, untuk mencari malam lailatul qadar. Dan di Masjidil Haram,
Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha lebih utama dari pada yang masjid lainnya.
Jika ia menentukan yang paling utama seperti Masjidil Haram, ia tidak boleh
(i'tikaf) di tempat yang keutamaannya di bawahnya, dan jika ia menentukan yang
keutamaannya lebih rendah, maka ia boleh i'tikaf pada masjid itu dan di mesjid
yang lebih utama.
.
Disyaratkan untuk sahnya i'tikaf: Islam, niat untuk melakukan i'tikaf, di
masjid yang dilaksanakan shalat jama'ah, dan (i'tikaf dilakukan dalam keadaan)
puasa adalah lebih utama.
.
Disyareatkan i'tikaf bagi wanita seperti halnya bagi laki-laki, baik ia dalam keadaan suci, haidh, ataupun
istihadhah. Akan tetapi hendaknya ia memakai pembalut, agar tidak mengotori
masjid.
.
Disyaratkan bagi wanita yang hendak i'tikaf agar mendapat ijin dari walinya,
dan agar i'tikafnya tersebut tidak menimbulkan fitnah/ godaan baginya maupun
terhadap orang lain.
. Masjid
yang paling utama: Masjidil Haram, shalat di dalamnya senilai seratus ribu
(100.000) kali shalat. Kemudian Masjid Nabawi, shalat di dalamnya senilai
seribu (1.000) kali shalat. Kemudian Masjidil Aqsha, shalat di dalam senilai
dua ratus lima puluh (250) kali shalat.
. Barang
siapa yang bernazar shalat, atau i'tikaf di salah satu masjid yang tiga, ia
harus melaksanakannya seperti yang telah lalu. Dan barang siapa yang bernazar
shalat atau i'tikaf di masjid lainnya, maka ia tidak harus melaksanakan di
masjid itu kecuali karena kelebihan syara', maka ia boleh shalat dan i'tikaf di
masjid manapun yang dikehendakinya.
.
Permulaan i'tikaf dan kesudahannya:
1. Barang
siapa yang bernazar i'tikaf di waktu tertentu, ia masuk tempat i'tikafnya sebelum
malamnya yang pertama, sebelum terbenam matahari dan keluar setelah terbenam
hari terakhir, seperti ia berkata, 'Saya harus i'tikaf selama satu minggu dari
bulan Ramadhan, umpamanya.
2. Apabila
seorang muslim ingin i'tikaf pada sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan, ia
memasuki tempat i'tikafnya sebelum terbenam matahari malam ke dua puluh satu
(21), dan keluar setelah terbenam matahari hari terakhir Bulan Ramadhan.
.
Yang dilakukan orang yang i'tikaf:
Yang i'tikaf disunnahkan menyibukkan
diri dan bersungguh-sungguh dengan berbagai macam ibadah, seperti membaca
al-Qur`an, zikir, do'a, istigfar, shalat sunnah, shalat tahajjud, menjauhi yang
tidak berfaedah dari perkataan dan perbuatan.
. Orang
yang beri'tikaf boleh keluar masjid untuk menunaikan hajat, wudhu`, shalat
Jum'at, makan, minum, dan seperti yang demikian itu seperti mengunjungi orang
yang sakit atau mengikuti jenazah orang yang ada hak baginya seperti salah satu
dari kedua orang tua, atau karib kerabat, atau semisalnya.
.
Perempuan boleh mengunjungi suaminya di tempat i'tikafnya dan berbicara
bersamanya selama satu waktu, dan semisalnya, begitu pula keluarga dan
sahabatnya.
.
Waktu paling utama untuk i'tikaf:
I'tikaf paling utama adalah i'tikaf
sepuluh hari bulan Ramadhan, dan jika ia memutuskannya atau memutuskan
sebagiannya, maka tidak ada dosa atasnya kecuali i'tikafnya adalah nazar.
.
I'tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan disunnahkan bagi laki-laki dan
perempuan. Dari 'Aisyah r.a, bahwa Nabi SAW i'tikaf pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau
SAW beri'tikaf sesudahnya.' Muttafaqun 'alaih.[26]
. Sah
i'tikaf perempuan di dalam masjid apabila walinya mengijinkannya dan aman dari
fitnah, dan ia suci dari haid dan nifas. Ia harus memisahkan diri dari
laki-laki, berada di tempat khusus untuk perempuan.
.
I'tikaf batal dengan keluar masjid tanpa adanya kebutuhan, berjima' dengan
istrinya, atau murtadnya, atau jika ia mabok.
. Tidur
di masjid kadang-kadang bagi orang yang membutuhkan seperti orang asing, orang
fakir yang tidak memiliki tempat tinggal dibolehkan. Adapun menjadikan masjid
sebagi tempat bermalam dan ….. maka hal ini dilarang kecuali bagi orang yang
i'tikaf dan semisalnya.
.
Masa i'tikaf:
I'tikaf
boleh kapan saja dan dalam masa berapapun, baik malam atau siang, atau beberapa
hari.
1. Dari
Umar bin Khaththab r.a, ia berkata, 'Wahai Rasulullah, Sesungguhnya aku pernah
bernazar pada masa jahiliyah untuk beri'tikaf satu malam di Masjidil Haram.'
Nabi SAW bersabda kepadanya, 'Laksanakanlah nazarmu.' Muttafaqun 'alaih.[27]
2. Dari
Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Nabi SAW i'tikaf pada setiap Bulan Ramadhan
selama sepuluh hari. Maka tatkala pada tahun yang beliau wafat padanya, beliau
SAW i'tikaf selama dua puluh hari. HR. al-Bukhari.[28]
[1] HR. al-Bukhari no.
3277 dan Muslim no. 1079, ini adalah lafazhnya.
[5] HR. al-Bukhari no
1909, ini adalah lafazhnya dan Muslim no. 1081
[6] Shahih/HR. Ahmad no 1397,
as-Silsilah ash-Shahihah no. 1816, at-Tirmidzi no. 3451, Shahih Sunan
at-Tirmidzi no. 2745
[12] Shahih/ HR. Abu Daud no.
3854, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Abu Daud no. 3263, dan Ibnu Majah no.
1747, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1418.
[15] Shahih/ HR. at-Tirmidzi
no 3513, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no 2789, dan Ibnu Majah
no. 3850, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3105.
Post a Comment