Salam (Pesanan)
Salam
(Pesanan)
. Salam adalah transaksi atas
sesuatu yang disifatkan dalam jaminan yang bertempo dengan harga yang
diserahkan (dibayar) di tempat transaksi. Allah SWT membolehkannya sebagai
keluasaan kepada kaum muslim dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dan dinamakan
(salaf), yaitu penjualan yang pembayarannya lebih dahulu dan barangnya
diserahkan beberapa waktu kemudian (pesanan, dengan pembayaraan di depan).
. Hukum salam: boleh,
contohnya, seperti seseorang memberikan seratus riyal kepada penjual, nanti
penjual itu menyerahkan lima puluh takar kurma setelah satu tahun.
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَسْلَفَ
فِى شَيْئٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
"Barang
siapa yang memesan sesuatu, maka hendaklah pada takaran yang jelas (sudah
diketahui), timbangan yang jelas, hingga batas waktu yang jelas."
(Muttafaqun 'alaih).[1]
. Syarat sahnya salam
(pesanan):
Disyaratkan baginya beberapa syarat tambahan atas
syarat-syarat jual beli untuk menguatkannya, yaitu: mengetahui muslam bih (barang, komoditi yang
dipesan), mengetahui harga, menerimanya di tempat transaksi, bahwa barang yang
dipesan berada dalam jaminan, ia telah menjelaskan sifat yang menghilangkan
ketidak jelasan, menyebutkan masanya dan tempat permulaannya.
. Masalah-masalah yang
berkaitan dengan jual beli:
1.
Tas'ir:
yaitu menentukan harga yang terbatas untuk komoditi, selama pemilik tidak
dizalimi dan pembeli tidak tercekik.
Diharamkan tas'ir (penentuan
harga) apabila mengandung kezaliman kepada manusia, atau memaksa mereka dengan
cara yang tidak benar dengan sesuatu yang tidak mereka senangi, atau
menghalangi mereka dari sesuatu yang Allah SWT bolehkan untuk mereka.
Boleh menentukan harga
apabila tidak sempurna kepentingan manusia (orang banyak) kecuali dengannya,
seperti pemilik komoditi tidak mau menjualnya kecuali dengan harga lebih,
padahal orang banyak sangat membutuhkannya. Maka ditentukan harga dengan nilai
standar, tidak berbahaya dan tidak membahayakan orang lain.
2.
Ihtikar
(monopoli): yaitu membeli komoditi dan
menahannya supaya menjadi sedikit di tengah-tengah manusia, lalu harganya menjadi
naik.
Ihtikar hukumnya haram,
karena mengandung sifat serakah, rakus dan mencekik manusia, dan barang siapa
yang melakukan ihtikar maka ia melakukan kesalahan.
3.
Tawarruq:
Apabila seseorang membutuhkan uang kontan dan ia tidak menemukan orang yang
memberikan pinjaman, maka ia boleh membeli suatu komoditi/barang secara
bertempo, kemudian ia menjualnya bukan kepada yang pertama dan mengambil
manfaat dengan harganya.
4.
Jual beli 'arbuun (uang muka):
yaitu menjual suatu komoditi disertai penyerahan uang dari pembeli kepada
penjual, bahwa jika ia mengambil komoditi itu, uang itu sudah termasuk harga,
dan jika meninggalkannya, maka uang yang diserahkan menjadi milik penjual, yang
merupakan uang muka. Jual beli ini hukumnya boleh, apabila dibatasi masa
menunggu dengan masa yang sudah ditentukan.
Post a Comment