Binatang Kok Disembah?
Binatang Kok Disembah?
Segala puji hanya bagi
Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal
perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya
tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang
tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad
adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
Kesyirikan Orang Arab Ketika Beribadah Pada Sesembahan
Yang Ada Dibumi:
Maksud dari judul pembahasan
ini ialah peribadatan yang ditujukan pada setiap yang disembah selain Allah
azza wa jalla yang berada dimuka bumi, baik yang berakal ataupun benda mati.
Diantara sesembahan mereka
yang berada dibumi yang berakal ialah sebagai berikut:
- Menyembah Jin.
Dijelaskan dalam buku hadits dan juga buku-buku tafsir, bahwa beberapa
kalangan orang Arab menyekutukan Jin dan setan ketika beribadah kepada Allah
ta'ala, sebagaimana dinukil dalam kitab al-Ashnam karya Ibnu Kalbi,
beliau menjelaskan, "Bahwa suku Malih dari Khaza'ah biasa menyembah jin,
dan berkaitan dengan mereka Allah menurunkan firmanNya:
﴿ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ
عِبَادٌ أَمۡثَالُكُمۡۖ ١٩٤ ﴾ [ الأعراف: 194 ]
"Sesungguhnya
berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah)
yang serupa juga dengan kamu". (QS
al-A'raaf: 194).[1]
Komunitas ini banyak ditemukan di
suku-suku pedalaman, tapi jumlah mereka sangat sedikit. Dimana Allah subhanahu
wa ta'ala menyebutkan kisah mereka didalam firmanNya:
﴿ وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٞ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ
بِرِجَالٖ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقٗا ٦ ﴾ [الجن: 6 ]
"Dan bahwasanya
ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa
dan kesalahan". (QS al-Jin: 6).
Karena kangkuhan, kesombongan dan
keingkaran akhirnya mereka mampu disesatkan oleh bangsa Jin sehingga mau
meminta perlindungan kepadanya, diantara contoh bentuk minta perlindungan
kepada jin, yaitu apabila mereka melintasi tempat yang angker, maka mereka
minta perlindungan kepada jin yang mereka anggap sebagai penguasa di tempat
tersebut.[2]
Sebagimana dikisahkan oleh Allah didalam
firmanNya:
﴿ بَلۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم
بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١ ﴾ [ سبأ: 41 ]
"Bahkan mereka
telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS
Saba': 41).
Demikian pula yang diterangkan dalam
firmanNya:
﴿
وَجَعَلُواْ لِلَّهِ شُرَكَآءَ ٱلۡجِنَّ وَخَلَقَهُمۡۖ وَخَرَقُواْ لَهُۥ
بَنِينَ وَبَنَٰتِۢ بِغَيۡرِ عِلۡمٖۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ ١٠٠ ﴾ [ الأنعام: 100 ]
"Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu
pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka
berikan". (QS al-An'aam: 100).
Kaum
musyrikin telah menjadikan Jin sebagai tandingan Allah, dengan tipu dayanya
mereka berhasil memperdaya kaum musyrikin, memperindah perbuatannya ketika
membunuh anak-anaknya, serta mengubur hidup-hidup, dengan alasan takut miskin
dan kekurangan, inilah yang diterangkan oleh Allah di dalam ayat lain, Allah
ta'ala berfirman:
﴿
وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ قَتۡلَ أَوۡلَٰدِهِمۡ شُرَكَآؤُهُمۡ لِيُرۡدُوهُمۡ
وَلِيَلۡبِسُواْ عَلَيۡهِمۡ دِينَهُمۡۖ ١٣٧ ﴾ [ الأنعام: 137 ]
"Dan demikianlah pemimpin-pemimpin
mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik
membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi
mereka agama-Nya". (QS al-An'aam: 137).
Seperti halnya dijelaskan oleh Allah
ta'ala didalam firmanNya:
﴿ أَلَمۡ أَعۡهَدۡ إِلَيۡكُمۡ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ
أَن لَّا تَعۡبُدُواْ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٦٠ وَأَنِ ٱعۡبُدُونِيۚ
هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ ٦١ ﴾ [ يس: 60-61 ]
"Bukankah Aku
telah memerintahkan kepadamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan?
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu". Dan hendaklah
kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus". (QS Yaasin: 60-61).
Demikian pula yang tersirat didalam
firmanNya:
﴿
وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا يَٰمَعۡشَرَ ٱلۡجِنِّ قَدِ ٱسۡتَكۡثَرۡتُم مِّنَ ٱلۡإِنسِۖ وَقَالَ
أَوۡلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلۡإِنسِ رَبَّنَا ٱسۡتَمۡتَعَ بَعۡضُنَا بِبَعۡضٖ وَبَلَغۡنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِيٓ أَجَّلۡتَ لَنَاۚ قَالَ ٱلنَّارُ مَثۡوَىٰكُمۡ
خَٰلِدِينَ فِيهَآ إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٞ ١٢٨
﴾ [الأنعام: 128]
"Dan (ingatlah)
hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman):
"Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan
manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat
kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang
telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka itulah
tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah
menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha
mengetahui". (QS al-An'aam: 128).
Sahabat Ibnu Abas, dan para ulama tafsir
semisal Imam Mujahid, al-Hasan serta yang lainnya, menjelaskan maksud ayat
diatas, "Jin telah banyak berhasil menyesatkan manusia, maka Allah
subhanahu wa ta'ala mengatakan, dengan menukil ucapan kekasih jin dari kalangan
manusia, sesungguhnya sebagian daripada kami telah mendapat kesenangan dari
sebagian yang lain. Yang mereka maksud ialah keduanya saling mendapat
keuntungan dalam kerja samanya, kelezatan jin dari manusia ialah tatkala mereka
mentaati semua perintah yang diucapankanya, mulai dari melakukan perbuatan
syirik, fasik dan maksiat.
sesungguhnya inilah tujuan inti dari
bangsa Jin kepada manusia, karena kalau seandainya mereka mentaatinya niscaya
mereka akan menjadi pengikut setianya.
Adapun kenikmatan yang diperoleh manusia
dari Jin ialah tatkala mendapat bantuan untuk bermaksiat kepada Allah,
memudahkan sarana untuk melakukan perbuatan syirik dengan berbagai macam cara,
baik dengan anggapan baik atau memperindah amalan dimata pelakunya, menyeru dan
membantu kebutuhannya, entah dengan praktek sihir, jimat atau yang lainnya,
maka ketaatan manusia kepada mereka untuk mencari keridhoanya termasuk
perbuatan syirik, perbuatan keji dan fajir. dan ketaatan Jin kepada apa yang
diinginkan oleh manusia, ialah dengan memberi bocoran berita ghaib, dan memberi
pengaruh, sehingga keduanya saling mendapat keuntungan dari kerja
samanya".[3]
Demikian pula seperti yang disinggung
oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:
﴿ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ
إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ
عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا ٥٧ ﴾ [ الإسراء: 57 ]
"Orang-orang yang
mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti". (QS al-Israa': 57).
Imam Bukhari membawakan sebuah riwayat
didalam kitabnya (yang menjelaskan ayat diatas) dari sahabat Ibnu Mas'ud
radhiyallahu 'anhu yang mengatakan, "Ada beberapa jin yang disembah
manusia kemudian jin tersebut masuk Islam".[4]
Dalam redaksi lain dijelaskan, "Ada
beberapa orang yang beribadah kepada bangsa Jin kemudian jinnya masuk Islam,
tapi orang yang menyembahnya justru tetap berada dalam kekufurannya".[5]
Ayat-ayat diatas, semuanya menerangkan
bahwa sebagian kaum musyrikin ada yang menyembah Jin. Dan sebelum kami
terangkan lebih jauh bagaimana bentuk peribadatan yang diberikan oleh manusia
kepada jin, maka alangkah eloknya kalau kita mengenal terlebih dahulu siapa
yang dimaksud dengan Jin, perlu diketahui bahwa seluruh anak keturunan Jin
adalah dari keturunannya Iblis[6] sedangkan yang durhaka diantara mereka dinamakan
Setan.
Kemudian dalam bangsa mereka, ada
golongan yang beriman kepada Allah azza wa jalla, dengan sebab itu mereka
menjadi hamba Allah yang selamat dari siksa api neraka. Beda lagi dengan kelompok
yang durhaka, mereka adalah golongan yang tidak mau beriman kepada Allah.
Golongan yang kedua inilah yang merasa senang jika ada manusia yang beribadah
kepadanya. Dan peribadatan yang dikerjakan manusia kepada para setan bisa
diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:
Pertama: Dengan meminta perlindungan kepada mereka disebabkan
takut dengan tipu dayanya. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum
Jahiliah.
Dan seperti telah diketahui bersama
bahwa meminta perlindungan termasuk salah satu bagian dari ibadah. seperti yang
dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
﴿ وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٞ
فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِۚ ٢٠٠ ﴾ [ الأعراف: 200 ]
"Dan jika kamu
ditimpa sesuatu godaan setan maka berlindunglah kepada Allah". (QS al-A'raaf: 200).
Sebagaimana dalam pembahasan yang telah
lalu kita jelaskan adanya sebagian orang dari kalangan Jahiliah yang meminta
perlindungan kepada bangsa Jin.
Kedua: Menuruti kemauan dan tunduk terhadap perintahnya. Dan
ketundukan semacam ini masuk dalam kategori syirik ketaatan kepada Allah.
Sebagaimana yang Allah tegaskan didalam firmanNya:
﴿ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ
١٢١ ﴾ [ الأنعام: 121 ]
"Dan jika kamu
menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik". (QS al-An'aam: 121).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan,
"Yakni tatkala kalian menyamakan mereka dengan perintah Allah dan
syariatNya, lalu kalian mendahulukan perintah selain Allah. Inilah hakekat
kesyirikan".[7]
Dalam kesempatan yang lain beliau
menerangkan, "Pada hari ketika seluruh makhluk dikumpulkan, yakni jin dan
para kekasihnya dari kalangan manusia, yang dahulu ketika didunia menyembahnya,
meminta perlindungan dan mentaatinya, yang saling membisikan ucapan yang
dihiasai, agar orang terperdaya dengan makar dan tipu dayanya.
Berkata al-Hasan, "Tidaklah
keduanya saling menikmati hubungannya melainkan ketika jin menyuruh lalu
ditaati oleh manusia".
Imam Ibnu Juraij mengatakan,
"Dahulu orang Jahiliah ketika singgah pada suatu tempat mereka biasa
mengatakan, 'Aku berlindung dengan penghuni tempat ini', itulah bentuk
kenikmatan yang dirasakan oleh jin".[8]
Dalam ayat lain Allah ta'ala
menjelaskan dalam firmanNya:
﴿ وَجَعَلُواْ لِلَّهِ شُرَكَآءَ ٱلۡجِنَّ وَخَلَقَهُمۡۖ
١٠٠ ﴾ [ الأنعام: 100 ]
"Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan
jin itu sekutu bagi Allah". (QS al-An'aam: 100).
Ini merupakan bantahan yang sangat tegas kepada kaum musyrikin yang
menyembah sesembahan selain Allah, menyukutukanNya dalam peribadatan, dengan
menyembah jin dan menjadikanNya sebagai sekutu Allah dalam peribadatan.
Jika ada yang bertanya, "Bagaimana dikatakan menyembah jin
sedangkan mereka hanya menyembah berhalanya? Jawabannya ialah, 'Mereka tidaklah
menyembah berhala melainkan karena mentaati perintah Jin'.
Intinya, bahwa sebagian orang Jahiliah ada yang beribadah kepada Jin dan
menjadikannya sebagai sekutu Allah dalam peribadatan. Maha besar lagi tinggi
Allah dari semua itu.[9]
- Dengan menyembah sesama manusia, semisal orang sholeh, para nabi dan rasul.
Sebagaimana telah lewat penjelasannya, tentang kesyirikan yang terjadi
pada umat-umat terdahulu yang menerangkan kepada kita bahwa pangkal dan awal mula
terjadinya kesyirikan ialah sikap ekstrim sebagian orang didalam mengagungkan
orang sholeh melebihi kapasitas yang semestinya. Tapi, pertanyaanya apakah ada
sikap semacam ini ditengah-tengah orang Arab semasa Jahiliah?
Sebuah tema yang perlu kajian khusus dan
penelitian mendalam sambil melihat sesembahan yang dimiliki oleh orang
Arab pada zaman Jahiliah. Diantara sesembahan mereka misalkan, adanya berhala
yang disembah oleh kaumnya Nabi Nuh 'alaihi sallam, dan tidak lah berhala
tersebut berada ditengah-tengah mereka melainkan karena keyakinan yang mereka
miliki, bahwa relief berhala tersebut ialah gambarnya orang sholeh. Sebab kalau
hanya sekedar potongan batu atau kayu yang dipahat membentuk sosok manusia maka
itu bukan sebagai tujuan utama dalam penyembahan yang mereka lakukan.
Imam Bukhari membawakan sebuah riwayat dalam kitab shahihnya, Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhu, berkata, "Lalu patung-patung yang disembah oleh
kaumnya nabi Nuh diboyong ketengah-tengah orang Arab, patung yang bernama Wadd
disembah oleh suku Kalbi al-Jandal, sedangkan Suwa' maka disembah oleh suku
Hudzail, Yaghuts disembah oleh suku Hamdan, adapun Nasr maka disembah oleh suku
Humair keluarga Dzi Kila'. Nama-nama berhala tersebut ialah nama-nama orang
sholeh kaumnya nabi Nuh".[10] Dan
telah lewat penjelasannya tentang siapa mereka pada pembahasan syirik yang
dilakukan oleh umat-umat terdahulu.
Barangkali bukti autentik yang paling terang yang menjelaskan adanya
sebagian kaum musyrikin yang menyembah orang sholeh yang diagungkan ialah kisah
penyembahan Latta yang dinukil oleh para pakar sejarah. Dimana telah datang
penjelasan hakekat Latta ini dalam beberapa sumber riwayat, seperti
diantaranya:
i.
Latta adalah seorang yang berasal dari bani
Tsaqif. Tatkala dirinya meninggal maka Amr bin Luhai mengatakan pada kaumnya,
'Dirinya tidak meninggal, namun dia masuk kedalam batu besar', kemudian Amr bin
Luhai menyuruh kaumnya untuk menyembahnya, dan menitahkan agar mereka membuat
bangunan diatasnya lalu menamakan dengan nama Latta.[11]
ii.
Pada asalnya nama tersebut ialah batu besar yang
biasa dijadikan sebagai tempat duduk oleh seseorang, yang biasa berjualan
minyak samin dan susu bagi para jamaah haji pada zaman dahulu.
iii.
Berhala tersebut dinamakan Latta, sebab Amr bin
Luhai biasa mengaduk adonan roti (yang dalam bahasa arabnya berarti 'Yaluttu'),
untuk jamaah haji diatas batu besar tersebut.
iv.
Pada asalnya ialah batu besar persegi empat,
yang biasa digunakan oleh orang Yahudi untuk mengaduk adonan roti.[12]
v.
Sebagaimana disebutkan dalam beberapa buku
tafsir, bahwa disana ada sumber riwayat yang mengklaim, kalau batu yang bernama
Latta adalah relief dari seseorang yang dikubur dibawahnya. Yang dahulunya
biasa bekerja membikin adonan kue bagi jamaah haji, tatkala dirinya meninggal maka
kaumnya berdiam diri disamping kuburnya lalu menyembahnya.[13]
vi.
Bahwa Latta adalah nama orang yang bertugas
sebagai juru kunci penjaga tuhan mereka, sekaligus bertugas membikin adonan kue
bagi mereka.[14]
Kita bisa melihat dari nukilan-nukilan diatas, bahwa pada dasarnya Latta
adalah nama seseorang yang telah meninggal, yang bertugas untuk menjaga
berhala, dan membikin adonan kue yang dibagi-bagikan bagi para pengunjung
berhala tersebut, atau dirinya adalah orang sholeh yang biasa membikin adonan
kue bagi jamaah haji yang datang ke tanah suci. Yang tatkala dirinya meninggal
dunia, dirinya dikubur ditempat yang biasa dijadikan sebagai tempat mencampur
adonan roti, lalu setelah itu kaumnya menjadikan prasasinya sebagai tempat yang
biasa dikunjungi, sebagaimana kubur-kubur orang sholeh lainnya dikunjungi,
kemudian mereka melakukan penyembelihan hewan disisinya, dan dijadikan sebagai
tempat untuk ngalap berkah. Maka kesimpulan yang bisa kita katakan bagi
praktek semacam ini ialah penyembahan terhadap makhluk yang diagungkan yaitu
orang sholeh.
Dan lebih jelas lagi dari riwayat diatas ialah kisah penaklukan kota
Makah, dimana dikisahkan bahwa Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala
masuk ke dalam Ka'bah beliau melihat gambar para Nabi dan Malaikat, maka beliau
menyuruh supaya dihapus semua.[15] Intinya adalah menjelaskan adanya perilaku
ini dikalangan orang Arab pada zaman Jahiliah.
Adapun sesembahan yang berada dimuka bumi yang tidak berakal maka sangat
banyak sekali, dan berikut ini akan kita sebutkan beberapa diantaranya yang
paling banyak dijumpai, semisal:
01.
Menyembah pohon, api, kubur, binatang atau
leluhurnya.
Adapun menyembah pohon. Maka banyak ditemukan dikalangan kaum musyrikin
yang menyembah pepohonan, apalagi pada zaman Arab kuno. Dimana mereka menjauh
dari tempat-tempat yang banyak pohonnya, apalagi dikala sendirian. Karena ada
perasaan takut, maka mereka menyembahnya ditambah lagi keyakinan yang
menganggap jika pohon-pohon tersebut adalah tempat tinggal para roh dan makhluk
halus. Dan diantara pohon-pohon yang dijadikan sebagai sesembahan ialah:
§ Pohon (kurma)
di Najran.
Sebagaimana yang dinukil
oleh Ibnu Hisyam bahwa penduduk Najran mempunyai pohon kurma yang menjulang
tinggi ditengah kota, yang biasa merek sembah dan dijadikan sebagai tempat
perayaan hari raya setiap tahunnya, ritual ibadahnya yaitu, jika mereka
mendatangi pohon kurma tersebut maka mereka beritikaf disampingnya, lalu
mengenakan padanya pakain indah yang mereka dapatkan, dan setiap perhiasan yang
biasa dikenakan oleh para wanita.
Kejadian ini berlangsung cukup lama, yakni peribadatang serta
pengagungan yang mereka tujukan kepada pohon tersebut hingga akhirnya Allah
mengutus angin besar yang merobohkan pohon tersebut dari atas langit.
Di nukil dalam
riwayat bahwa hal itu terjadi dengan sebab doa yang dipanjatkan oleh salah
seorang pengikutnya nabi Isa a'laihi sallam yang sholeh kepada Allah, sehingga
dikatakan oleh beberapa ulama, itulah alasan kenapa banyak penduduk Najran yang
masuk agama Nashrani.[16]
§ Dzatu
Anwath.
Sebagaimana dijelaskan dalam banyak buku hadits maupun tafsir, yang
menjelaskan hakekat Dzatu Anwath. Dia adalah sebuah pohon besar yang rindang
penuh dengan dedaunanya, ditambah rantingnya yang begitu banyak, yang tumbuh
tidak jauh dari kota Makah. Dahulu orang kafir Quraiys bersama suku lainya yang
dekat dengannya, biasa mendatangi pohon tersebut setiap tahunnya untuk
kepentingan tertentu, lalu menggantungkan senjata dan menyembelih penyembelihan
disampingnya.
Dinukil
dalam sebuah riwayat yang disandarkan kepada sahabat Ibnu Abbas bahwa beliau
berkata, "Sesungguhnya orang-orang musyrik (dahulu) jika mereka telah
selesai mengerjakan ibadah haji di Ka'bah, maka mereka meneruskan dengan
mengerjakan ibadah haji disekeliling pohon tersebut. Sebelum mendatanginya,
mereka menaruh terlebih dahulu perbekalannya jauh dari tempatnya, kemudian
mereka menggantungkan senjatanya, setelah itu baru mereka masuk ke dalam ritual
ibadah hajinya tanpa membawa perbekalan, sebagai bentuk pengagungan terhadap
pohon tersebut".[17]
Pohon
inilah yang disinggung dalam sebuah hadits shahih, dijelaskan bahwa Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala sedang dalam perjalanan menuju Hunain,
beliau melewati pohon ini yang dinamakan dengan Dzatu Anwath, maka seketika itu
ada sekelompok sahabatnya, diantaranya Abu Waqid, al-Harits bin Auf yang
meminta kepada beliau untuk menjadikan pohon lain yang serupa dengan pohon ini
sebagai Dzatu Anwath untuk menyamai
seperti yang dimiliki oleh kaum musyrikin.
Hadits
tersebut, lengkapnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi[18],
Thabari dan Thabarani[19],
serta para imam lainnya, dari Abu Waqid, al-Harits bin Auf al-Laitsi, berkata,
"Suatu kali kami pernah keluar bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
menuju Hunain, sedang ketika itu kami baru saja masuk Islam, dan kaum musyrikin
mempunyai pohon bidara yang biasa mereka berdiam diri disampingnya, dan
menggantungkan senjatanya, mereka menamakan pohon tersebut dengan Dzatu Anwath,
pada saat itu kami melewati pohon bidara lain, maka kami usulkan pada beliau,
'Wahai Rasulallah, tolong jadikan pohon bidara ini sebagai Dzatu Anwath
sebagaimana kaum musyrikin memiliki Dzatu Anwath?!
Maka
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam marah besar sembari berkata,
"Allahu Akbar! Sesunggunya ucapan ini adalah cara yang kalian tiru, yang
demi Allah, sama seperti yang diucapkan oleh Bani Israil kepada Musa, seperti
yang Allah rekam didalam firmanNya, yang artinya; "Bani lsrail berkata:
"Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya
kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (QS
al-A'raaf: 138). Nabi mengatakan, "Benar-benar kalian pasti akan meniru
metode orang-orang sebelum kalian".[20]
Riwayat
diatas secara tegas menjelaskan bahwa kaum musyrikin mempunyai ketergantungan
dengan pohon tersebut, disamping itu mereka juga menyembahnya, sebab tidak ada
makna tergantung melainkan ketika disembah. Akan tetapi, apa Dzatu Anwath
tersebut?
Dijelaskan oleh Ibnu Atsir, "Dia adalah nama sebuah pohon yang
secara khusus dijadikan oleh kaum musyrikin sebagai tempat untuk menggantungkan
senjata, dan tempat untuk beritikaf disampingnya. Dan lafal Anwath
bentul plural dari kata Nawath, sebagai mashdar yang disebut dengan al-Munawath".[21]
Dan
bentuk ibadah yang mereka lakukan pada pohon tersebut ialah, bersandar padanya,
lalu menggantungkan senjata agar mendapat berkah selalu menang bila digunakan
untuk berperang, disamping itu juga dijadikan sebagai tempat untuk beritikaf,
dan menyembelih penyembelihan[22], ngalap
berkah dan mengagungkannya[23].
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain, "Pohon yang biasa
dijadikan sebagai tempat menggantungkan senjata (agar sakti) , dan dinamakan
dengan Dzatu Anwath. Dan pohon tersebut menjadi sesembahan selain Allah azza wa
jalla".[24]
Intinya
menjelaskan bahwa pohon tersebut termasuk salah satu sesembahan yang disembah
selain Allah tabaraka wa ta'ala.
§ al-Uzza.
Ibnu
Hajar ath-Thabari menjelaskan hakekat Uzza dengan pernyataannya, "Dia
adalah sebuah pohon yang mempunyai sebuah bangunan dengan ditutupi oleh daun
kurma, letaknya berada diantara kota Makah dan Thaif, dan orang Quraisy dahulu
begitu mengagungkannya".[25]
Untuk
mengetahui seberapa besar kedudukan Uzza ini dalam hati kaum musyrikin ialah
ucapan Abu Sufyan pada perang Uhud kepada kaum muslimin, "Kami mempunyai Uzza
(terhormat) dan tidak ada kehormatan bagi kalian". Maka Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam membalasnya, "Katakanlah wahai para sahabat,
'Allah adalah penjaga kami sedang kalian tidak mempunyai penjaga".[26]
Seperti
dinukil dalam beberapa riwayat, bahwa tatkala Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam berhasil menaklukan kota Makah maka beliau mengutus Khalid bin Walid[27] untuk
menebang pohon kurma yang di letakan patung Uzza padanya, dikisahkan bahwa
berhala tersebut diikat dengan tiga ikatan, (karena mempunyai tiga cabang) maka
Khalid bin Walid memutus semuanya, lalu merobohkan bangunan yang dibangun
disampingnya"[28].
Jadi, nama
Uzza ini pada asalnya adalah nama sebuah pohon yang mempunyai tiga cabang,
dimana kaum musyrikin biasa menyembahnya.
Adapun menyembah api. Pada awalnya ialah agamanya orang Majusi, akan
tetapi, bila ditilik ternyata pokoknya kembali kepada penyembahan benda-benda
angkasa luar dan bintang-bintang dilangit, karena dianggap benda-benda tersebut
sebagai makhluk yang paling dekat bersama Allah, dengan anggapan bahwa mereka
makhluk hidup dan bisa berbicara, dimana apa yang terjadi dijagat raya ini
hanyalah melalui ketentuan bintang-bintang tersebut dengan perintah Allah azza
wa jalla, dan tatkala bintang-bintang tersebut kadang muncul dimalam hari dan
kadang hilang disiang hari, makanya mereka membuatkan bagi bintang tersebut
kuil dan patung serta arca yang mereka beri nama dengan nama-nama bintang yang
berjumlah tujuh buah yang berisikan salah satunya Matahari dan Bulan.
Dan ketika api sebagai sumber penerangan didunia cahayanya mirip dengan
cahaya matahari dan bintang, maka mereka mengagungkan api tersebut dalam rangka
mengagungkan matahari dan bintang, dan dinukil bahwa hal tersebut terjadi pada
zamannya Jam seorang raja Persia.[29]
Inilah pokok penyembahan api, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh
mayoritas umat yang menyembah patung, dan kaum Shabi'ah yang telah banyak
menyebar dan di ketahui di Jazirah Arab.
Dengan ini pula, pemikiran tersebut mempengaruhi sebagian kabilah Arab,
sebagaimana banyak dijelaskan dalam buku-buku sejarah, bahwa ada diantara orang
Arab yang menyembah api dan mensucikannya, diantara penukilan sejarah tersebut
ialah:
A.
Penjelasannya Imam Ibnu Qutaibah dalam bukunya al-Ma'arif[30],
"Keyakinan Majusi banyak dianut di bani Tamim, diantara pentolannya ialah
Zararah bin Adas at-Tamimi dan anaknya Hajib bin Zararah, juga al-Aqra' bin
Habis, pada mulanya beliau adalah seorang Majusi, begitu pula Abul Aswab kakek
Waki bin Hasan, dirinya adalah seorang yang beraliran Majusi".
B.
Keterangannya Imam Alusi, "Dan aliran yang
menyembah api (dari kalangan orang Arab), mereka berkelompok menjadi beberap
golongan. Pada awal mulanya keyakinan tersebut datang dari Persia dan
Majusi".[31]
C.
Penjelasannya Imam Ibnu Qayim, "Diantara
makar dan tipu daya setan, yaitu tipu daya yang dilakukan kepada para penyembah
api, hingga dijadikan oleh para pelakunya sebagai tuhan yang disembah".[32]
Dari nukilan ucapannya para ulama diatas yang tercantum dalam buku-buku
induk riwayat sebagai bukti yang paling autentik dan jelas bahwa orang Arab
telah terjatuh ke dalam peribadatan api.
Dan
disebutkan oleh para sejarahwan dalam beberapa riwayat tentang adanya api yang
sangat besar yang berpindah-pindah, dimana api tersebut muncul di Jazirah Arab
dan mengitarinya, hingga akhirnya api tersebut memfitnah mereka dan
mengantarkan untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh orang Majusi, yaitu
menyembahnya.
Hingga akhirnya Allah mentakdirkan melalui tangannya seseorang yang
bernama Khalid bin Sanan al-Abbasi, yang menggunakan tongkat besar untuk
memadamkan api tersebut, sembari berkata, 'Selama-lamanya, setiap angin adalah
unsur benda dari Allah yang maha tinggi, jadikan api ini padam'. Maka seketika api tersebut padam seakan-akan
belum ada sebelumnya.[33]
Dalam sumber riwayat lain, diceritakan bahwa sifat api tersebut, ialah
menghukumi para manusia, dengan melahap orang yang dhalim dan membiarkan orang
yang terdhalimi. Api tersebut dijadikan sebagai hakim pada masa seorang raja
Yaman bersama kaumnya Humair.[34]
Biarpun api tersebut telah padam, namun, masih saja membekas dalam benak
sebagian orang Arab, dimana masih tersisa dikabilah Tamim bersama orang-orang
yang berada disekitarnya, di Bahrain dan juga Oman, yang masih menyembah api,
dan diantara bukti yang menguatkan hal tersebut, bagaimana mereka masih
mengagungkan api ialah, api yang dijadikan sebagai ritual sumpah, dimana mereka
bersumpah dengan api dan debu, bersumpah dengan api untuk minta turun hujan dan
menghentikan hujan reda, serta api yang ditakuti, dan api-api lain yang masih
mereka agungkan, yang semua itu memberi bukti atau mengisyaratkan kepada kita
adanya peribadatan semacam ini dimuka bumi yang dilakukan oleh orang Arab
semasa Jahiliah.[35]
Adapun menyembah kubur dan leluhur. Inipun dijumpai di kalangan orang
Arab yang menyembah kubur dan leluhurnya, terlebih kubur kepala suku yang
ditaati oleh kaumnya, hingga sampai perkaranya mengharamkan dan mensucikan
serta menjadikan sebagai tempat ibadah, untuk mencari berkah dan syafaat,
dimana mereka tinggal disisinya, beritikaf dan menyembelih penyembelihan.
Kubur mempunyai kedudukan istimewa dikalangan orang Jahiliah, itu mereka
lakukan jika kuburan tersebut adalah kubur pemimpin atau kepala sukunya, atau
kubur orang yang mereka anggap sholeh ditengah-tengah mereka, dimana engkau
akan dapati bagaimana mereka membikin kubah diatasnya, dan menjaga orang yang
datang dan sedang ketakutan bila mendekat pada kubur tersebut. Barangkali
diantara bukti nyata yang paling jelas dalam masalah ini ialah:
- Kuburannya Hatim Tha'i.
Yang
semasa Jahiliah dijadikan sebagai tempat singgah para tamu dan benteng
perlindungan bagi orang yang meminta bantuan. Dimana ada sebagian sejarahwan
yang mensifatinya dengan ucapannya, "Aku menyaksikan kuburan Hatim Tha'i
di Baqah atau Bai'ah. Dimana ada disana sebuah periuk besar dari sisa
periuk-periuk lainnya yang telah digunakan untuk menjamu tamu berada disamping
kubur, terus disamping kanannya ada empat batu, demikian pula empat lainya
disebelah kirinya, yang digunakan masing-masingnya oleh para penyair yang
mendendangkan bait syair untuk mengagungkan dan memuji kuburan tersebut".[36]
Dijelaskan dalam sebuah riwayat bahwa Tha'i ini mengklaim tidak ada
seorangpun yang singgah dikuburan Hatim melainkan harus berdiam disitu. Lalu
disebutkan dalam kisah tersebut, bahwa Abu Bakar al-Bukhturi pernah melihat ada
beberapa orang dari kaumnya yang singgah kekuburan Hatim Tha'i, maka Abu Bakar
menyeru penghuni kubur, 'Wahai Abu Ja'ad kami tinggal disini".[37]
- Menurut beberapa tafsir tentang hakekat Latta. Dimana dikisahkan dia adalah seorang yang biasa membikin adonan roti bagi jamaah haji. Ketika dirinya meninggal maka kaumnya membikin reliefnya, lalu mereka berdiam diri disisi kuburnya dan menyembahnya.[38]
- Kuburanya Tamim bin Mur, kakeknya Tamim. Sesungguhnya kaumnya menjadikan kuburannya sebagai tempat yang dikunjungi, benteng dan tempat perlindungan bagi orang yang meminta perlindungan.[39]
Kemudian kita juga punya bukti autentik lainnya, yaitu perintah Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam untuk meratakan kubur dan melarangnya untuk
dijadikan sebagai masjid dan tempat untuk mengerjakan sholat, sebagai bukti
kalau orang Jahiliah dahulu biasa menyembah arwah penghuni kubur dan
mendekatkan diri kepadanya.
Adapun mengacu pada pendapat yang kuat tentang berhala yang disembah
kaumnya Nabi Nuh dan berhalanya orang Jahiliah maka tidak lain mereka adalah
orang-orang sholeh, dimana mereka tidak menyembah kepada berhala tersebut tapi
mereka memahatnya dengan keyakinan sedang memuliakan orang sholeh tersebut.
Maka perbuatan tersebut termasuk menyembah kubur.
Sedangkan menyembah binatang, maka ini juga telah dilakukan oleh
sebagian orang Jahiliah. Seperti diantaranya:
1.
Seperti disebutkan dalam sebuah riwayat kalau
sekumpulan penyair Zaid al-Khail[40],
mereka adalah dari suku Tha'i yang biasa menyembah onta berwarna hitam.[41]
2.
Disebutkan pula dalam riwayat, bahwa ada kaum
dari Bahrain yang dikenal dengan sebutan al-Asabdin yang menyembah onta[42].
Dinukil bahwa mereka adalah kaum Majusi, yang bersenjata untuk melindungi
benteng al-Musyaqar di negeri Bahrain[43].
3.
Dinukil pula dalam sebuah riwayat bahwa sebagian
kabilah, semisal Iyad yang ngalap berkah dengan seekor onta betina.[44]
Bagaimana pun juga, perkara ibadah dengan menjadikan simbol benda langit
maupun bumi, baik yang berkaitan dengan pohon, matahari, bulan, kuburan,
leluhur, binatang dan yang lainnya. Maka tidak diragukan lagi, bahwa
simbol-simbol yang dijadikan baik berupa arca, patung, atau lainnya dari
berhala yang disembah, semuanya menunjukan bagaimana perilaku keagamaan orang
Jahiliah dengan kesyirikannya.
Terus apa yang dimaksud dengan sesembahan yang disembah dibumi ini? Dan
apa sisi perbedaan antara patung, berhala dan arca? Itulah yang akan kita
jelaskan dalam pembahasan berikutnya.
[2] . Tafsir Thabari 12/29/68 Dari Ibnu Abbas, al-Hasan,
Ibrahim an-Nakha'i, Mujahid, Qatadah, Rab'ie bin Anas, Ibnu Zaid serta yang
lainnya. Tafsir Ibnu Katsir 4/428
[12] . Ibid. Dan juga lihat kitab al-Ashnam hal: 16 oleh
Ibnu Kalbi. Lisanul Arab 12/232-233. Ruhul Ma'ani 27/47 oleh Alusi. Akhbar
Makah hal: 79 oleh al-Azraqi.
[15] . Seperti dalam riwayat Bukhari no: 1601. Dikisahkan,
"Bahwa tatkala Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam masuk kota Makah dalam
peristiwa penaklukan kota tersebut, beliau enggan untuk masuk ke dalam Ka'bah
karena masih dijumpainya berhala didalamnya. Kemudian beliau menyuruh supaya
dikeluarkan semua, maka para sahabat mengeluarkan gambar nabi Ibrahim dan
Ismail 'alaihi sallam yang sedang mengundi nasib". Kisah ini juga
disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam al-Kamil 2/105, begitu dalam kitab Imta'
al-Isma' 1/383 oleh al-Miqrizi. Raudhul Anfi 2/275 oleh Suhaili.
[18] . Beliau adalah Abu Isa, Muhammad bin Isa bin Surah
at-Tirmidzi. Salah seorang ulama pemiliki kitab sunan yang enam. Pakar hadits
dan penyakitnya. Salah seorang muridnya Imam Bukhari. Lihat biografinya dalam
kitab Siyar A'lamu Nubala 13/270 oleh Imam Dzahabi.
[19] . Beliau adalah seorang Imam, yang bernama Abul Qasim,
Sulaiman bin Ahmad bin Ahmad bin Ayub bin Muthir al-Lakhmi asy-Syami,
ath-Thabarani. Seorang ulama pengumpul hadits yang tidak ada bandingannya
didunia, pakar hadits yang sangat ahli dalam bidangnya. Lahir pada tahun 260 H
di kota 'Akka. Setelah dewasa keluar menuntut ilmu setelah mendapat ilmu yang
sangat banyak dirinya mulai menulis. Meninggal pada tahun 360 H. Imam Dzahabi
menjelaskan biografinya dalam kitab al-Mizan, "Dengan keluasan hadits yang
dimilikinya beliau belum pernah menyendiri dalam periwayatan hadits".
Lihat biografinya dalam kitab Mizanul I'tidal 2/195 oleh Imam Dzahabi, Lisanul
Mizan 3/73 oleh Ibnu Hajar.
[20] . HR Tirmidzi no: 2180. Beliau berkata, Hadits Hasan
Shahih. Ahmad dalam Musnadnya 5/218. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam
Takhrij Sunah oleh Ibnu Abi A'shim no: 76.
[22] . Seperti dinukil dalam riwayatnya Thabarani dan
Thabari. Demikian pula dalam riwayatnya al-Waqidi dalam al-Maghazi 3/890-891.
Sirah Nabawiyah oleh Ibu Ishaq dan Ibnu Hisyam.
[23] . Seperti dicantumkan dalam kitab Fathul Majid 1/169
oleh Syaikh Abdurahman bin Hasan alu-Syaikh.
[26] . Haditsnya bisa dilihat dalam riwayat Bukhari no:
4043. Dari sahabat Bara' bin Azib radhiyallahu 'anhu.
[27] . Beliau adalah sahabat mulia yang bernama Khalid bin
Walid bin Mughirah al-Makhzumi al-Quraiys. radhiyallahu 'anhu. Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam menjulukinya sebagai pedang Allah. Kunyahnya ialah
Abu Sulaiman. Lihat biografinya dalam kitab Siyar A'lamu Nubala 1/366 no: 78.
[28] . HR Nasa'i dalam kitab al-Kubra, seperti dinukil
dalam kitab Tuhfatul Asyraf 4/235, dengan sanad hasan.
[33] . Riwayatnya bisa dilihat dalam Muruju Dzahab 1/67
oleh Mas'udi. Sirah Nabawiyah 1/41 oleh Ibnu Hiysam.
[37] . Ibid 2/162-163. Riwayat ini tidak saya jumpai
melainkan dalam riwayat Mas'udi. Dan beliau bukan termasuk yang dianggap ketika
sendirian. Taruhlah benar riwayat ini
tentunya sebagai bukti adanya sebagian orang Arab yang terjerumus kedalam
penyembahan kubur. Sebab kita tidak bisa menyandarkan dengan riwayat ini akan
ke autentikan kisahnya.
[40] . Dia adalah Zaid al-Khalil bin Muhalhal bin Zaid
ath-Tha'i. Datang kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pada tahun
sembilan. setelah masuk Islam diberi nama oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam nama Zaid al-Khair. Sebagaimana dinukil oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dari
Ibnu Mas'ud dari Nabi shalallahu 'alaihi sallam, beliau bertanya, "Siapa
namamu? Dia menjawab, "Zaid al-Khalil". Nabi mengatakan, "Justru
namamu sekarang Zaid Khair". Seperti tercantum dalam kitab Bukhari dan
Muslim dalam pembagian Rasul antara orang yang dibaiki agar masuk Islam. Adapun
meninggal para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan meninggal pada
zamannya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam setelah pulang dari hadapan beliau.
Ada pula yang mengatakan meninggal pada awal-awal kekhalifahannya Abu Bakar.
Ada yang menyebutkan pada awal kekhalifahan Umar. Lihat biografinya dalam kitab
al-Ishabah 1/572-573 oleh Ibnu Hajar.
[41] . al-Aghani 16/47 oleh Abul Faraj al-Ashfahani.
al-Ishabah 1/555 no terjemah: 2941 oleh Ibnu Hajar.
Post a Comment