Ibadah Teragung dalam Sejarah
Ibadah Teragung dalam Sejarah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya.
Hidup di dunia adalah hidup yang sementara. Sungguh indah apabila kita
menjadi hamba Allah yang benar-benar mulia. Tidaklah kita diciptakan di dunia
ini kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
﴿ وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴾ [الذاريات:
56]
Artinya: “Tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (QS Adz-Dzariyat :
56)
Jika kita tahu bahwa tujuan hidup di dunia ini adalah hanyalah untuk beribadah
kepada Allahsubhanahu wa ta’ala, maka sudah seharusnya kita benar-benar dapat
meluangkan waktu kita untuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah-ibadah sangatlah banyak jumlahnya. Kira-kira, ibadah apakah yang
paling agung dalam sejarah manusia?
Apakah shalat? Ataukah sedekah? Ataukah berbakti kepada kedua orang tua?
Ataukah ibadah lain?
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan seluruh manusia di dalam
Al-Qur’an dengan firman-Nya:
﴿ يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴾ [البقرة
: 21]
Artinya: “Wahai
manusia! Sembahlah Rabb (Tuhan) kalian yang telah menciptakan
kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS Al-Baqarah :
21)
Apa arti kata “U’buduu/sembahlah” pada ayat di atas?
Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhu berkata:
[ كُلُّ مَا وَرَدَ فِيْ الْقُرْآنِ مِنَ الْعِبَادَةِ فَمَعْنَاهَا
التَّوْحِيْدُ ]
Artinya: “Setiap (kata) yang ada di dalam Al-Qur’an
yang berarti ‘penyembahan’, maka maknanya adalah bertauhid (kepada Allah).”[1]
Dengan demikian, sekarang kita telah sama-sama mengetahui bahwa ibadah
teragung tersebut adalah tauhidullah (bertauhid kepada Allah).
Apa arti tauhid?
Menurut bahasa Arab, “tauhid” berarti menjadikan sesuatu menjadi satu saja.
Sedangkan menurut Islam, tauhid adalah menyerahkan ibadah dengan ikhlas hanya
untuk Allah dan tidak dicampuri dengan kesyirikan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
﴿ وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴾ [البينة
: 5]
Artinya : “Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat” (QS Al-Bayyinah : 5)
Pentingkah tauhid?
Para ulama memisalkan tauhid dengan pondasi atau asas suatu bangunan.
Apabila pondasinya tidak kokoh, maka percuma saja membangun bangunan yang
tinggi, lambat laun bangunan tersebut akan roboh juga. Berbeda dengan bangunan
yang berpondasi kuat, setinggi apapun bangunan yang didirikan, maka dia akan
tetap kokoh.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ”Barangsiapa yang
berkeinginan untuk membangun bangunan yang tinggi, maka perkara yang wajib
dilakukannya adalah memperkuat dan memperkokoh pondasi bangunan tersebut
disertai dengan pengawasan yang ketat. Karena, tingginya sebuah bangunan itu
tergantung pada kekuatan dan kekokohan pondasi bangunan tersebut.
Apabila keseluruhan amal dan derajat adalah bangunan, maka pondasinya
adalah iman…Orang yang tahu (berilmu), dia akan berusaha untuk menguatkan dan
memperkokoh pondasi bangunannya. Sedangkan orang yang jahil (bodoh), (dia akan
terus) meninggikan bangunannya tanpa (memperhatikan) pondasi bangunannya. maka
kemungkinan besar yang akan terjadi adalah ambruknya bangunan tersebut.”[2]
Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an:
﴿ أَفَمَنْ
أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ
أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ
جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾ [التوبة
: 109]
Artinya: “Maka apakah orang-orang
yang mendirikan bangunannya di atas dasar takwa kepada Allah dan
ke-ridha-an-(Nya) itu yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama
dengannya ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang- orang yang zalim. (QS At-Taubah : 109)
Di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wa ta’ala membuat permisalan tentang
orang yang berpegang teguh dengan tauhid dan kalimat ‘Laa ilaaha
illallaah’ dengan sebuah pohon yang memiliki akar yang kuat dan batangnya
menjulang ke langit dengan kokoh serta selalu memberikan manfaat setiap waktu.
Berbeda dengan orang yang tidak bertauhid, Allah subhanahu wa
ta’ala memisalkannya dengan tanaman yang jelek.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
﴿ أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24(تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ
اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25) وَمَثَلُ
كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا
لَهَا مِنْ قَرَارٍ (26( ﴾ [إبراهيم
: 24-26]
Artinya: “ (24) Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (25)
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb (Tuhan)nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka
selalu ingat. (26) Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk,
yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, dia tidak dapat
tetap (tegak) sedikitpun. (QS Ibrahim : 24-26)
Itulah perumpamaan orang yang bertauhid dengan orang yang tidak bertauhid
kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Setelah membaca paparan di atas, maka sebagai orang yang beriman, kita
tidak boleh meremehkan ilmu tauhid dan berhenti untuk mengajak manusia untuk
bertauhid kepada Allahsubhanahu wa ta’ala.
Sekarang ini banyak manusia terlalaikan dengan dunia dan banyaknya syubhat
yang diterima, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi untuk belajar ilmu
tauhid. Subhanallah, siapa yang bisa menjamin bahwa mereka telah aman dari
dosa syirik, lawan dari tauhid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sangat takut jika para
sahabanya terjatuh pada kesyirikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengajarkan doa berlindung dari kesyirikan kepada orang terbaik
umat ini, Abu Bakr Ash-Shiddiq, sebagaimana tercantum pada hadits berikut:
عن مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ :
(( انْطَلَقْتُ
مَعَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- إِلَى النَّبِيِّ -صلى
الله عليه وسلم-، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ ، لَلشِّرْكُ
فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ ، فَقَالَ أَبُو
بَكْرٍ : وَهَلِ الشِّرْكُ إِلاَّ مَنْ جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ ؟ فَقَالَ
النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم-: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَلشِّرْكُ
أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ، أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى شَيْءٍ إِذَا قُلْتَهُ ذَهَبَ عَنْكَ
قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ ؟ قَالَ : قُلِ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ
بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ )) [رواه البخاري في الأدب المفرد]
Artinya: Diriwayatkan dari
Ma’qil bin Yasar, dia bercerita, “Saya pernah pergi menuju
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakr.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Abu Bakr!
Sesungguhnya kesyirikan yang ada pada diri kalian lebih samar daripada semut
(yang gelap).’ Abu Bakr radhiallahu ‘anhu pun berkata,
‘Bukankah yang dimaksud dengan syirik adalah jika seseorang menjadikan sembahan
selain (Allah)?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Demi jiwaku
yang berada di tangan-Nya! Kesyirikan lebih samar daripada semut. Apakah engkau
mau saya tunjukkan sesuatu yang jika engkau mengatakannya, maka kesyirikan akan
terhindar darimu, sedikit maupun banyak?’ Kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda, ‘Katakanlah: Allaahumma innii a’uudzu bika an
usyrika bika wa ana a’lam, wa astaghfiruka limaa laa a’lam. (Ya Allah!
Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada Engkau
sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada Engkau atas apa yang
tidak aku ketahui.’.”[3]
Subhanallah inilah doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam agar kita terhindar dari kesyirikan.
Para ulama juga menyebutkan –ketika menjelaskan hadits ini- bahwa seseorang
bisa saja menjadi seorang musyrik (pelaku kesyirikan) sedangkan dia tidak ketahui
atau tidak sadar. Allahua’lam.
Siapakah di antara kita yang lebih afdhal dari para Sahabat Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Tentu tidak ada. Akan tetapi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dan mewanti-wanti
mereka dengan sabdanya:
(( إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ
قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ؟ قَالَ :
الرِّيَاءُ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ : يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ
اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوا هَلْ
تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً )) [ رواه أحمد ]
Artinya: “Sesungguhnya yang paling saya takutkan
pada diri kalian adalah asy-syirk al-ashghar(syirik kecil). Kami
(Para sahabat) pun berkata, “Ya Rasulullah! Apakah asy-syirk al-ashgharitu?”
Beliau pun menjawab, “Dia adalah riya’. Sesungguhnya Allah subhanahu
wa ta’ala berkata di hari pembalasan terhadap amalan-amalan manusia:
Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian riya’-i dengan
amalan-amalan kalian di dunia! Lihatlah apakah kalian mendapatkan balasannya?”[4]
Siapa di antara kita yang
lebih afdhal dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam?
Beliau ‘alaihissalam sangat takut bila terjatuh kepada perbuatan
syirik, sehingga beliau berdoa dengan doa yang diabadikan Allah di dalam
Al-Qur’an:
﴿ وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ
أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ ﴾ [إبراهيم
: 34]
Artinya : ”Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
berkata: “Ya Rabbi (Tuhanku)! Jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.” (QS Ibrahim : 35)
Oleh karena itu, kita harus lebih takut apabila kita terjatuh kepada
kesyirikan daripada mereka. Tetapi hal ini banyak disepelekan oleh kebanyakan
orang. Sebagai contoh, bagaimana menurut pendapat pembaca tentang orang yang
memakai jimat di tangan, di leher atau di badannya?
Kebanyakan orang pada saat ini, apabila ia menemukan saudaranya
memakai gelang jimat di tangannya guna penyembuhan dari penyakit atau yang
lainnya, kebanyakan orang tidak mengingkari hal tersebut. Akan tetapi, jika ia
mendapatkan saudaranya berzina dan membunuh, maka ia sangat menghinakan
dan membesarkan hal tersebut.
Penulis tidak mengatakan bahwa perbuatan zina dan pembunuhan adalah dosa
yang kecil dan memang benar itu adalah perbuatan dosa besar dan kita wajib
untuk memperhatikan hal tersebut dengan sungguh-sungguh dan menjauhinya. Akan
tetapi, memakai gelang jimat adalah perkara yang lebih besar dan hina. Karena,
dalam akidah (keyakinan) ahlussunnah wal jama`ah, pelaku dosa besar yang
bertauhid tidak akan kekal dalam neraka. Akan tetapi, dia berada dibawahmasyi`ah (kehendak)
Allah. Apabila Allah mengehendaki untuk mengampuninya maka Dia akan
mengampuninya. Apabila Ia mengehendaki untuk menyiksanya maka Ia akan
menyiksanya.
Sedangkan pemakai halqah (gelang jimat) untuk pengobatan
maka ia telah berbuat kesyirikan, entah itu syirik kecil (syirkul ashghar)
ataukah syirik besar (syirkul akbar).
Apabila ia memakai gelang tersebut berkeyakinan bahwa benda tersebut hanya
merupakan sebab untuk menyembuhkan penyakitnya, maka ini termasuk kepada syirik
kecil.
Sedangkan, apabila ia memakai benda tersebut dengan keyakinan bahwa benda
tersebutlah yang memberikan kesembuhan dengan sendirinya, maka ini termasuk
pada syirik besar. Pelakunya akan kekal selama-lamanya dalam neraka, apabila ia
meninggal dengan keyakinan semacam ini.Na`udzu billahi min dzaalik.
Ini adalah salah satu contoh di masyarakat kita. Masih banyak lagi contoh
yang lain.
Oleh Karena itu, kalau kita melihat dakwahnya seluruh Rasul, maka kita akan
mendapatkan bahwa mereka semua mendakwahkan tauhid, yaitu agar manusia hanya
menyembah kepada Allahsubhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
﴿ وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ ﴾ [النحل: 36]
Artinya: “Dan telah kami utus pada setiap umat
seorang Rasul untuk memerintahkan: Sembahlah Allah dan jauhilah thagut!” (QS
An-Nahl : 36)
Dan juga firmannya:
﴿ وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴾ [الزمر: 65]
Artinya : ”Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu
dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi.” (QS Az-Zumar : 65)
Contoh yang harus diteladani kaum muslimin adalah Nabi kita sendiri, Nabi
Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak pernah meninggalkan dakwah
tauhid padahal beliau adalah seorang yang bertauhid. Beliau tidak pernah
melupakan dakwah tauhid meskipun beliau berada dalam kepungan kaum musyrikin
Mekah.
Beliau juga tidak pernah berhenti membicarakannya meskipun beliau
berada di kota Madinah dan hidup di antara para sahabatnya yang senantiasa
menolongnya.
Oleh karena itu, meskipun umat ini telah mencapai derajat kesempurnaan
dalam kesadaran mentauhidkan Rab-nya, kekurangan itu pasti akan muncul juga
dalam diri manusia.
Kekurangan yang paling keji adalah kekurangan dalam keikhlasan dan dalam
penyepelean tauhid. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah diam untuk memperingatkan akan bahaya syirik sampai
tiba hari-hari menjelang wafatnya. Padahal pada saat itu umat muslimin telah
sampai kepada derajat tertinggi dalam mentauhidkan Rab mereka dan juga dalam
persatuan di antara mereka.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ فِي مَرَضِهِ
الَّذِي مَاتَ فِيهِ: (( لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا)) [ رواه البخاري]
Artinya: Diriwayatkan dari
‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika
dia sakit yang mengakibatkan wafatnya, “Mudahan Allah melaknat orang-orang
Yahudi dan Nasrani, karena mereka telah menjadikan kuburan-kuburan para Nabi
mereka sebagai masjid.”[5]
Subhanallah! Inilah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sangat
takut jika umatnya terjatuh kepada kesyirikan setelah beliau wafat.
Dengan demikian, mudah-mudahan kita bisa sama-sama menyadari bahwa ilmu
tauhid sangat penting untuk dipelajari. Oleh karena itu, untuk pembaca yang
ingin mempelajari tauhid dari dasar, maka penulis menyarankan untuk membaca
buku-buku berikut:
1.
‘Al-Aqidah Al-Wasithiyah’ karya Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah beserta kitab
penjelasannya (syarh).
2.
‘Kitab At-Tauhid’ dan kitab ‘Tiga Landasan Utama’ karya Syaikh Muhammad
At-Tamimi beserta kitab penjelasannya.
3.
‘Kitab Tauhid 1’, ‘Kitab Tauhid 2’ dan ‘Kitab Tauhid 3’ karya Syaikh Shalih
Al-Fauzan dan kumpulan penulis.
4.
Cara Mudah Memahami Aqidah karya Syaikh Abdullah bin ‘Abdil-‘aziz
Al-Jibrin, Pustaka Tazkia.
Dan jika bisa menghapalkan
dalil-dalilnya maka itu lebih baik lagi.
Demikian, mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan kita bisa menjadi hamba
Allah yang bisa beribadah dengan ibadah teragung ini. Amin.
Tamma bifadhlillahi wa karamihi.
(Diringkas
dari berbagai sumber)
[1] Tafsir
Al-Baghawi I/71.
[2] Al-Fawaid
hal. 155-156. Ibnul-Qayyim.
[3] HR
Al-Bukhari di Adabul-Mufrad no. 716. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Adabil-Mufrad.
[4] HR
Ahmad di Musnadnya no. 23630 dan yang lainnya. Isnadnya dinyatakan shahih oleh
Syaikh Syu’aib.
[5] HR
Al-Bukhari no. 1330
Post a Comment