MERAIH TAQWA DENGAN PUASA RAMADHAN
MERAIH TAQWA DENGAN PUASA RAMADHAN
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa” (QS Al-Baqarah: 183).
Dalam setiap khutbah, khotib
selalu menyampaikan pesan takwa kepada umat Islam. Bahkan pesan takwa ini
merupakan rukun dari khutbah itu sendiri. Mengapa? Karena takwa adalah wasiat
dari Allah Swt. dan para Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS Ali
Imran: 102).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Bertakwalah
kalian kepada Allah di mana pun kamu berada. Dan ikutilah kejelekan dan
kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus kejelekan. Dan perlakukanlah
manusia itu dengan akhlak terpuji” (HR Tirmidzi).
Takwa menjadi wasiat abadi
karena mengandung kebaikan dan manfaat yang sangat besar bagi terwujudnya
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Takwa merupakan kumpulan dari semua
kebaikan dan pencegah segala kejahatan. Dengan takwa, seorang mukmin akan
mendapatkan dukungan dan pertolongan dari Allah Swt.
إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS An-Nahl: 128).
Perintah untuk mencapai derajat takwa kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan global tentang cara-cara untuk mencapainya dalam sebuah
firman Allah Swt., “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah: 21).
Ibadah yang dimaksud dalam ayat ini masih dalam bentuk
global, mencakup ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib terdiri dari
shalat, puasa, zakat, dan haji, ditambah dengan kewajiban-kewajiban sosial yang
diperintahkan oleh Al-Qur`an, seperti berbuat baik kepada orangtua, kerabat,
yatim, orang-orang miskin, tetangga, teman dekat, dan musafir. Sedangkan yang
termasuk ibadah sunnah misalnya berdzikir kepada Allah Swt., berdoa kepada-Nya,
memohon ampun kepada-Nya, dan membaca Al-Qur`an. Ibadah-ibadah tersebut
semuanya dipersiapkan untuk membentuk setiap Muslim menjadi insan bertakwa.
Di antara kewajiban-kewajiban ibadah yang diperintahkan
tersebut, secara lebih khusus, Allah Swt. menekankan pada perintah puasa
sebagai saranan pembentukan insan bertakwa, sebagaimana ditegaskan dalam
firman-Nya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah:
183).
Itqa dan taqwa maknanya
adalah menjauhi. Dan taqwallah artinya menjauhi kemarahan dan murka Allah Swt.
serta meninggalkan apa yang membuat kemarahan Allah Swt. Dengan demikian, takwa
harus diwujudkan dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua
larangan-Nya. Takwa dasarnya adalah takut kepada Allah Swt. yang merupakan
perbuatan hati. Hal ini dijelaskan Allah Swt. dalam firman-Nya, “Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj: 32). Rasulullah Saw.
juga menegaskan, “Takwa itu ada di sini”. Beliau mengulanginya sampai tiga kali
sambil menunjuk ke dada beliau (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Takwa juga berarti membuat
pelindung dan penghalang yang mencegah dan menjaga diri dari sesuatu yang
menakutkan. Jadi taqwallah berarti perbuatan seorang hamba dalam mencari
pelindung diri agar terjaga dari siksa Allah yang amat ditakutinya. Caranya
adalah dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya.
Para salafush shalih
mendefinisikan takwa dengan sebuah ungkapan, “Menaati Allah dan tidak maksiat,
selalu berdzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur.” Sifat
takwa senantiasa melekat pada seorang yang mukmin selama ia meninggalkan
hal-hal yang sebenarnya halal, karena khawatir jatuh ke dalam yang haram,
demikian kata Hasan Al-Bashri.
Nilai-nilai ketakwaan tidak dapat membumi dan buahnya tidak
dapat dipetik, kecuali jika Seorang Muslim memiliki pengetahuan tentang agama
Allah yang menuntun dirinya mencapai derajat muttaqin. Hal ini ditegaskan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Fathir: 28).
Mengapa demikian? Karena
orang yang tidak berilmu tidak tahu apa saja yang wajib dikerjakan dan apa saja
yang harus ditinggalkannya. Itulah sebabnya mengapa menuntut ilmu merupakan
ibadah yang utama, jalan yang menghubungkan ke surga dan menjadi tanda bahwa
seseorang mempunyai keinginan baik.
“Barangsiapa yang dikehendaki
kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memberinya pengetahuan (pemahaman) tentang
agama” (Muttafaqun ‘alaih).
Berdasarkan hadits di atas,
takwa merupakan perpaduan aktif antara ilmu dan ketaatan. Ilmu akan
meningkatkan ketaatan kepada Allah, dan ketaatan akan menambah motivasi untuk
meningkatkan ilmu.
Mengapa puasa Ramadhan
direkomendasikan oleh Allah untuk menjadi sarana untuk mencapai derajat takwa?
Karena di dalam bulan Ramadhan terkumpul hampir semua aktifitas peribadatan.
Selain puasa, ada shalat Tarawih, shalat Witir, tilawatil Qur`an, kajian
keislaman, zakat, infaq, shadaqah, dan i’tikaf. Selain itu, balasan pahala di
bulan Ramadhan juga dilipatgandakan untuk merangsang umat Islam meningkatkan
amal salehnya. Oleh karena itu, mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan
dengan penuh kerinduan dan suka cita. Siapkan diri kita untuk meraih rahmat,
maghfirah, dan pembebasan dari siksa neraka.
Ada beberapa hal
yang mesti kita lakukan dalam menyambut datangnya buan suci Ramadhan. Pertama,
memperkuat kerinduan dan kecintaan kepada bulan suci Ramadhan dan rasa harap
untuk dapat menikmati keutamaannya. Hal ini antara lain dapat diekspresikan
dengan doa yang dicontohkan Rasulullah Saw. jika sudah memasuki bulan Rajab,
“Ya Allah berkahilah kami di
bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan” (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi).
Kerinduan akan datangnya
bulan Ramadhan inilah yang juga dirasakan oleh para salafush shalih. Karena
begitu banyak kebaikan yang diberikan Allah Swt. di bulan Ramadhan, seperti
dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya syetan, sehingga
tidak dapat leluasa mengganggu manusia. Dan puncaknya adalah diturunkannya Al-Qur`an
sebagai pedoman bagi manusia. Pada malam diturunkannya Al-Qur`an, Allah Swt.
menjadikannya lebih baik dari seribu bulan.
Kedua, mempersiapkan diri, baik persiapan hati, persiapan akal, dan
persiapan fisik. Persiapan hati dengan membuang penyakit-penyakit hati,
mengokohkan niat, dan membulatkan tekad untuk mengoptimalkan Ramadhan dengan
sebaik-baiknya. Persiapan akal dilakukan dengan mendalami ilmu yang berkaitan
dengan ibadah Ramadhan, sehingga pelaksanaan ibadah Ramadhan dapat mencapai
hasil terbaik. Persiapan fisik ditempuh dengan menjaga kesehatan, kebersihan
rumah, kebersihan lingkungan, serta menyiapkan harta yang halal untuk bekal
ibadah Ramadhan.
Ketiga, merencanakan peningkatan prestasi ibadah pada bulan Ramadhan tahun
ini dibandingkan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Misalkan peningkatan dalam
kualitas dan kuantitas tilawah, peningkatan hafalan, pemahaman, dan pengamalan
Al-Qur`an. Juga perencanaan untuk mengurangi pola hidup konsumtif.
Indikasi tercapainya
ketakwaan sebagai buah tarbiyah Ramadhan dapat dilihat dari perilaku kita ba’da
Ramadhan. Seseorang yang bertakwa senantiasa berupaya mencari sarana (wasilah)
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. (QS Al-Maidah: 35). Seorang yang
bertakwa selalu berkata benar (qaulan sadida) (QS Al-Ahzab: 70). Orang yang
bertakwa senantiasa berteman dengan orang-orang saleh (QS At-Taubah: 119).
Orang bertakwa senantiasa mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan menjaga tali
silaturrahim (QS Al-Anfal: 1). Orang bertakwa senantiasa mencari harta yang
halal, tidak memakan harta riba, harta hasil KKN, dan harta-harta yang
diperoleh dengan cara syubhat.
Taqwa yang menjadi tujuan utama ibadah puasa adalah solusi
bagi semua krisis yang tengah melanda negeri ini. Bila para pemimpin negeri ini
bertakwa, berapa banyak uang negara yang bisa diselamatkan dan digunakan untuk
menyejahterakan rakyat (QS Ath-Thalaq: 2-3). Bila para birokrat bertakwa, semua
urusan birokrasi dan administrasi yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat
akan mudah dan lancar (QS Ath-Thalaq: 4). Wallahu a’lam bishshawab.
Post a Comment