Kiat Menuju Keluarga Sakinah
Kiat-Kiat Menuju Keluarga Sakinah
Agama Islam telah memberikan
petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari
anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah
(peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika
terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi
nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan
gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam
Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah
Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan
ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun
beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam
masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu
Islam menganjurkan untuk menikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah
(naluri kemanusiaan). Allah Subhanhu wa Ta'ala berfirman:
﴿ فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ
يَعْلَمُونَ﴾ [الروم : 30]
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar Ruum : 30].
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar
sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
﴿ وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا﴾ [النساء : 21]
"... Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An
Nisaa: 21].
Sampai-sampai ikatan itu
ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda:
((إِذَا
تَزَوَّجَ اْلعَبْد فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ
فِيْمَا بَقِي)) [
متفق عليه ]
"Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". [1]
Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang
tidak mau menikah. Anas bin Malik rahimahullah berkata : “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang
kami membujang dengan larangan yang keras.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
((تَزَوَّجُوْا
الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ )) [ متفق عليه ]
"Nikahilah wanita yang
subur dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku di
hadapan umat-umat".[2]
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadahan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”. Sahabat yang lain berkata: “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan nikah selamanya ....”. Ketika hal itu didengar oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau keluar seraya bersabda :
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadahan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”. Sahabat yang lain berkata: “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan nikah selamanya ....”. Ketika hal itu didengar oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau keluar seraya bersabda :
((أَنْتُمُ
الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا
وَاللهِ إنِّي َلأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ وَلَكِنِّي أَصُوْمُ
وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.")) [ متفق عليه ]
"Benarkah kalian telah
berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling
takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku
berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka
barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku". [3]
Allah Subhanahu wa Ta'ala
memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan membantu dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah
Subhanahu wa Ta'ala menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah,
dalam firmanNya:
﴿ وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمْ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ."﴾ [البينة
: 5]
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui". [An Nuur:32].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu dengan sabdanya :
((ثَلاَثَةٌ
حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ
الَّذِي يُرِيْدُ الاَدَاءَ وَ النَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ)) [
متفق عليه ]
"Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat
pertolongan Allah. Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya
supaya merdeka, dan orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya".
[4]
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِا لصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )) [ متفق عليه]
"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".[5]
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut : "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim". [Al Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu ialah harus kafa'ah dan shalihah.
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut : "Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim". [Al Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu ialah harus kafa'ah dan shalihah.
Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Kafa'ah (setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur
dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang, bukan diukur dengan
status sosial, keturunan dan lain-lainnya.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al Hujurat:13].
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al Hujurat:13].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ لاِ َرْبَعٍِ : لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَ لِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ )) [ متفق عليه ]
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung".[6]
Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus memilih wanita yang
shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman
:
﴿ الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلاَئِكَ
مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقُُ كَرِيمُُ ﴾ [النور : 26]
"…Dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula…" [An Nuur:26].
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah :
﴿ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ
اللَّهُ ﴾ [النساء : 34]
"Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada
Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah
memelihara (mereka)". [An Nisaa:34].
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara
ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
a. Ta'at kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ta'at kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
b. Ta'at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
c. Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
b. Ta'at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
c. Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
d. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
e. Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
f. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al Ahzab:33).
g. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syetan.
h. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
i. Ta'at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
j. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
k. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
e. Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
f. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al Ahzab:33).
g. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syetan.
h. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
i. Ta'at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
j. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
k. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا
شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ
قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَرَامِ أَكَانَ عَلَيْهِ
فِيْهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا
وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا)) [
متفق عليه ]
"...Dan di hubungan suami-isteri salah seorang
diantara kalian adalah sedekah! Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat
keheranan dan bertanya: "Wahai, Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita
memuaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya) terhadap isterinya akan mendapat
pahala?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana
menurut kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain isterinya,
bukankah mereka berdosa?" Jawab para sahabat: "Ya, benar".
Beliau bersabda lagi: "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan
isterinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!"[7]
5. Untuk Memperoleh
Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
﴿ وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ
لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ﴾ [النحل
: 72]
"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? " [An Nahl:72].
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
﴿ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ﴾ [البقرة : 187]
"… dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untuk kalian (yaitu anak)". [Al Baqarah:187].
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian
mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak”.[8]
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1.Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah,
hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang
oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban
yang harus dipenuhi :
-. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
-. Adanya ijab qabul.
-. Adanya ijab qabul.
-. Adanya mahar
-. Adanya wali.
-. Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul 'urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan
diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang pula
orang-orang miskin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((...أَوْلِمْ
وَلَوْبِشَاةٍ.. )) [
متفق عليه ]
"Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing".[9]
SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG
WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yang tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis
mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan.
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampurnya, berbaurnya antara
laki-laki dan wanita).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islami dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat-istiadat yang bertentangan dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islami dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat-istiadat yang bertentangan dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
Anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para
ulama, diantaranya :
1. Dapat menundukkan pandangan,
2. Akan terjaga kehormatan.
2. Akan terjaga kehormatan.
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
5. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
6. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
﴿ وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴾ [البينة
: 5]
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya. Dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir". [Ar Ruum:21].
7. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
8. Menikah dapat menjadi sebab semakin banyaknya jumlah ummat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran, tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
8. Menikah dapat menjadi sebab semakin banyaknya jumlah ummat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran, tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Diantara
manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah :
1. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
2. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
3. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
4. Jika ditaqdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala anaknya meninggal ketika masih kecil, insya Allah, ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti di akhirat.
1. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
2. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
3. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
4. Jika ditaqdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala anaknya meninggal ketika masih kecil, insya Allah, ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti di akhirat.
5. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api
neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang
shalih dan shalihah.
6. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu
sebab bagi kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah,
karena jumlahnya yang sangat banyak.
7. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan jumlah umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memperbanyak anak, karena Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan banyaknya ummatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
7. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan jumlah umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memperbanyak anak, karena Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan banyaknya ummatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala, sepasang suami-isteri sudah menikah sekian lama, namun
belum juga dikaruniai anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Hendaknya ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim
Alaihissallam dan Zakaria Alaihissallam telah berdo’a kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do’a mereka. Dan hendaknya
bersabar dan ridha dengan qadha’ dan qadar yang Allah tentukan, serta meyakini bahwa
semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih
terdapat dalam Al Qur’an, yaitu :
﴿ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ﴾ [الصافات : 100]
"Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih". [Ash Shaafat : 100]
﴿ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ﴾ [الفرقان
: 74]
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al Furqaan : 74].
﴿ رَبِّ لاَ تَذَرْنِي فَرْدًا
وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ﴾ [البينة
: 5]
"Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah warits yang paling baik". [Al Anbiyaa : 89].
Mudah-mudahan Allah memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami-isteri yang belum dikaruniai anak.
HAK ISTERI
YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang terdapat di dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy Radhiyallahu 'anhu [10], ia berkata: Saya telah bertanya,”Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
((أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ)) [ متفق عليه ]
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau
berpakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,
dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya,
dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia
melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam
rumah). [11]
Mengajarkan Ilmu Agama
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak di atas harus
dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam
kepada isterinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴾ [التحريم : 6]
"Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat
yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa
yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan". [At Tahrim : 6].
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih –generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah– sehingga dengan bekal tersebut, serang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih –generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah– sehingga dengan bekal tersebut, serang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI
YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya.
Setelah wali (orang tua)
sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada sang suami
menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((لَوْ
كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَِ حَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ
تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا))
[ متفق عليه ]
"Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya".[12]
Sang isteri harus taat
kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam hal
agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana
muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan
surga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam :
((إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا
وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَةِ شَاءَتْ)) [ متفق عليه ]
"Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki". [13]
Istri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut.
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang isteri banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((أُرِيْتُ
النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ. يَكْفُرْنَ. قِيْلَ :
أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ
رَأَتْ مِنْكَ شَيْئاً قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطٌّ)) [
متفق عليه ]
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuni neraka adalah wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya: “Apakah dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu". [14]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((لاَيَنْظُرُ
اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَتَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ )) [
متفق عليه ]
"Sesungguhnya
Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada
suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup)".[15]
Isteri
Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan
perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada
suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam
yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kepada dirinya untuk
mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.
Nasihat Untuk Suami-Isteri
Nasihat Untuk Suami-Isteri
1. Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
keadaan bersama maupun sendiri, di rumahnya maupun di luar rumah.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjaga batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dan minta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bacalah Al Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ingatlah, bahwa syetan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syetan selalu berusaha mencerai-beraikan suamiisteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjaga batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dan minta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bacalah Al Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ingatlah, bahwa syetan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syetan selalu berusaha mencerai-beraikan suamiisteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmatNya.
7. Terus-menerus berintropeksi antara suami-isteri. Saling
menasihati, tolong menolong dan mema’afkan serta mendo’akan. Jangan egois dan
gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang
shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai para Suami!!
1. Apa yang memberatkanmu –wahai hamba Allah– untuk
tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar engkau
memperoleh ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala ?!!
2. Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika
engkau melihat isteri dan anak-anakmu?!! Engkau akan dapat pahala?!!
3. Apa sulitnya apabila engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan?!!
3. Apa sulitnya apabila engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan?!!
4. Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata
kepada isterimu dengan perkataan yang baik, sehingga dia meridhaimu, sekalipun
dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?!!
5. Apakah menyusahkanmu -wahai hamba Allah- jika engkau berdo’a: ”Ya Allah!! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
6. Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?!!
NASIHAT UNTUK ISTERI
5. Apakah menyusahkanmu -wahai hamba Allah- jika engkau berdo’a: ”Ya Allah!! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
6. Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?!!
NASIHAT UNTUK ISTERI
Wahai para isteri !!
1. Apakah menyulitkanmu, jika engkau menemui suamimu
ketika dia masuk ke rumahmu dengan wajah yang cerah sambil tersenyum manis?!!
2. Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi
Allah Subhanahu wa Ta'ala, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan,
gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana terindah
yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah
sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
3. Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala keadaan.
3. Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala keadaan.
4. Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu
dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Qur’an,
khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syetan
5. Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam,
anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang
keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim.
6. Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang
tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdo’alah selalu agar diberikan keturunan
yang shalih dan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan ketahuilah
bahwasannya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala :
﴿ وَقَالَ رَبُّكُمْ ادعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾ [المؤمين
: 60]
"Dan Rabb kalian berfirman:
”Berdo’alah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian”. [Al
Mu’min:60].
Kepemimpinan Laki-laki Atas Wanita
Kepemimpinan Laki-laki Atas Wanita
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman :
﴿ الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاّتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيًّا كَبِيرًا ﴾ [النساء
: 34]
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar".
[An Nisaa:34].
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala
rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban
tanggung-jawabnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mempertanyakannya di
hari kelak Akhir.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالأَمِيْرُ رَاعٍ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَالْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ )) [
متفق عليه ]
"Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung-jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggung-jawabannya atas kepemimpinannya".[17]
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar,
agar mereka mengenal dan mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang
menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang pada diri Beliau terdapat suri tauladan
yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi
prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal
akhlaqnya, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti)
kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya,
karena sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan
akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan
isterinya menjadi isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan
do’a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala pada waktu-waktu yang mustajab (waktu
terkabulkannya do’a), seperti sepertiga malam yang terakhir, agar keluarganya
dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan sakinah, mawaddah
wa rahmah, seperti do’a yang tercantum di dalam Al Qur’an :
﴿ وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ﴾ [الفرقان : 74]
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi
teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya,
kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang shalih dan
shalihah, bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya seorang muslim dan
muslimah lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallaahu a’lam bish
shawab.
MARAJI’
1. ‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir ‘Ali ‘Umar, Cet. Maktabah As Sunnah, Kairo, Th. 1408 H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam, Th. 1423 H.
3. Irwaa-ul Ghaliil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th. 1408 H.
5. Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah, ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim, 1417 H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istanbuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421 H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. HR Ath-Thabrani di kitab Mu’jamul Ausath dan Syaikh Al Albani rahimahullah menghasankannya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 625.
[2]. HR Abu Dawud, no. 2.050, An Nasa-i (VI/65-66), Al Hakim (II/162), Al Baihaqi (VII/81) dari Ma’qil bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah di dalam Irwaa-ul Ghaliil, no. 1.784.
[3]. HR Bukhari no. 5.063, Muslim no. 1.401, Ahmad (III/241, 259, 285), An Nasa-i (IV/60) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
[4]. HR Ahmad (II/251 dan 437), An Nasa-i (VI/61), At Tirmidzi no. 1.655, Ibnu Majah no. 2.518 dan Al Hakim (II/160-161) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Lafazh ini milik At Tirmidzi, ia berkata: “Hadits ini hasan”.
[5]. HR Ahmad (I/424, 425, 432), Bukhari no. 1905, 5065, 5066, Muslim (IV/128), At Tirmidzi no. 1.081, An Nasa-i (VI/56-58), Ad Darimi (II/132) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu.
[5]. HR Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i (6/68), Ibnu Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
[6]. HR Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i (6/68), Ibnu Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
[7]. HR Muslim no. 1.006, dan Ahmad (5/167-168), Ibnu Hibban no. 1.298 (Mawarid) dari sahabat Abu Dzar z . Lafazh ini milik Muslim.
[8]. Tafsir Ibnu Katsir (I/236), Cet. Daarus Salam.
[9]. HR Bukhari no. 5.155, Muslim no. 1.427, Abu Dawud no. 2.109, At Tirmidzi no. 1.094, An Nasa-i (VI/119-120), Ad Darimi (II/143), Ahmad (III/190, 271) dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
[10]. Taqribut Tahdzib (II/195 no. 6.779).
[11]. HR Abu Dawud no. 2.142, Ibnu Majah no. 1.850 dan Ahmad (IV/447, V/3,5), Ibnu Hibban (no. 1.286-Mawarid), Al Baihaqi (VII/295, 305, 466, 467), Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (IX/159-160) no. 2.330, An Nasa-i dalam Isyratun Nisaa’ no. 289 dengan sanad yang shahih, Irwaa-ul Ghalil no. 2.033. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban.
[12]. HR Tirmidzi 1.159, Ibnu Hibban 1.291-Al Mawarid dan Al Baihaqi (7/291) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Ini adalah lafazh milik At Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini diriwayatkan dari beberapa sahabat. Lihat Irwaul Ghalil no. 1.998.
[13]. HR Ibnu Hibban no. 1.296-Mawarid, Shahih Mawaridu Zham’an, no. 1.081 dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini hasan shahih. Lihat Adabuz Zifaf, hlm. 286.
[14]. HR Bukhari no. 29, 1.052, 5.197 dan Muslim no. 907(17), Abu ‘Awanah (II/379-380), Malik (I/166-167) no. 2, An Nasa-i (III/146, 147, 148) serta Al Baihaqi (VII/294), dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan pula dari beberapa sahabat Radhiyallahu 'anhum.
[15]. HR An Nasa-i dalam kitab Isyratin Nisaa’ no. 249 , Al Hakim (II/190) dan Al Baihaqi (VII/294) dari sahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu 'anhu. Al Hakim berkata,”Hadits ini sanadnya shahih,” dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi.
[16]. Diringkas dari Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah (hlm. 107-112) ta’lif Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim.
[17]. HR Bukhari no. 893, 5.188, Muslim no. 1829, Ahmad (II/5, 54, 111) dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.
[18]. Untuk mengetahui lebih jelas tentang Kiat-Kiat Menuju Keluarga Sakinah, silahkan baca buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, oleh Penulis.
Post a Comment