Buruk dan Hinanya Perbuatan Zina




Buruk dan Hinanya Perbuatan Zina


Saat ini kita hidup dalam zaman yang amat sangat bebas. Bahkan karena terlalu bebasnya pergaulan dalam masyarakat, nilai-nilai agama pun mulai ditinggalkan. Lihat saja sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan berbagai kemaksiatan di sekitar kita. Bahkan hal-hal yang menjurus pada perbuatan zina terpampang di sekitar kita dan tidak lagi dianggap perkara aib.
Anak-anak muda zaman sekarang seakan-akan berlomba dalam hal ini. Begitu banyak gadis-gadis yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya secara bebas, hubungan dengan lawan jenis yang melewati batas, dan banyak lagi hal-hal yang membuat perzinahan seakan-akan menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja. Ditambah lagi dengan lemahnya iman dan ilmu agama yang dimiliki, membuat perzinahan semakin merajalela.
Padahal, jelas-jelas Islam telah melarang melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina merupakan sebuah perbuatan yang keji yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan hanya kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain.
Padahal, jelas-jelas Islam telah melarang melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja sudah tidak boleh.
Banyak sekali dalil-dalil baik dari Al Quran maupun hadist yang melarang perbuatan zina ini. Bahkan sebagiannya disertai celaan yang hina bagi pelakunya dan hukuman yang ngeri baik di dunia maupun di akhirat. Dalil Dari Al Quran:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (an-Nuur: 2-3)
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (al-Israa’: 32)
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (al-Furqaan: 68-69)
Dalil dari Hadits
Kalau kita telusuri hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan zina, bukan saja akan kita dapati larangan, celaan, ancamannya di akhirat. Namun, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga memperingatkan dan melarang hal-hal yang dapat menghantarkan kepada zina. Bentuknya antara lain larangan memandang wanita lain, larangan berikhtilath dan berduaan dengannya, dan secara tegas memperingatkan bahaya fitnah wanita bagi laki-laki.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Jarir bin Abdillah al Bajali radliyallah 'anhu, berkata, "aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang pandangan yang tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku." Dalam riwayat lain beliau bersabda, "tundukkan (lihatlah ke tanah) pandanganmu."
Dalam Sunan Abi Dawud, Dari Abdillah bin Buraidah, dari ayahnya berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ali Bin Abi Thalib radliyallah 'anhu:
يا علي، لا تتبع النظرة النظرةَ، فإن لك الأولى وليس لك الآخرة
"Hai Ali, Janganlah engkau ikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya. sesungguhnya bagimu hanya boleh dalam pandangan yang pertama dan tidak yang selanjutnya."
Dan dalan Shahihain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang nongkrong di pinggir jalan. Lalu para sahabat menyampaikan keberatan karena mereka tidak memiliki tempat lain untuk berbincang-bincang. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam membolehkannya asal mereka memberikan haqqut thariq (hak jalan), yaitu menundukkan pandangan, tidak mengganggu orang yang lewat, menjawab salam, memerintahkan yang ma'ruf, dan mencegah kemungkaran.
Beliau bersabda, Dari Ibnu Umar bin Al-Khaththab rahimahullah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang pria yang berduaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah syetan.” (HR At-Tirmidzi)
Dari Usamah bin Zaid rahimahullah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah aku tinggalkan fitnah di tengah-tengah manusia sepeninggalku yang lebih berbahaya daripada fitnah wanita.” (HR Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah rahimahullah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seorang pezina yang akan berzina tak akan jadi berzina ketika dalam keadaan beriman. Seorang pencuri yang akan mencuri tak akan jadi mencuri ketika dalam keadaan beriman. Seorang peminum khamar yang akan meminum khamar tak akan jadi meminumnya ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama berbeda pendapat mengenai hadits di atas. Namun makna yang benar adalah perbuatan maksiat di atas tidak akan dilakukan, jika orang itu memiliki keimanan yang sempurna. Pengertian ini diambil dari lafadz-lafadz yang diungkapkan untuk penafian sesuatu dan yang dimaksudkan adalah penafian sebagaimana adanya."
Dalam Shahih Bukhari, setelah beliau meriwayatkan hadis ini, Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana tercabutnya keimanan dari orang itu?”
Ibnu Abbas menjawab, “Seperti ini.” Ibnu Abbas menjalin jari-jarinya dan melepaskankan jalinan jari-jarinya. Ibnu Abbas kembali menjelaskan, “Jika dia bertaubat, maka jari-jari ini akan kembali terjalin." Demikianlah, Ibnu Abbas kembali memperlihatkan jari-jarinya yang terjalin.
Dalam hadits lainnya, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika seorang hamba berzina, maka iman akan keluar darinya, maka dia seperti payung yang berada di atas kepalanya. Jika dia meninggalkan perbuatan zina itu, maka keimanan itu akan kembali kepada dirinya.” (HR. At Tirmizi danAbu Dawud)
Diriwayatkan dari al Miqdad bin al Aswad rahimahullah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda, “Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Kandungan dalil tentang zina
Dari dalil-dalil tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang larangan zina dalam Islam. Kesimpulan yang dapat kita ambil diantaranya adalah:
1. Kerasnya pengharaman zina. Zina adalah seburuk-buruk jalan dan sejelek-jelek perbuatan. Terkumpul padanya seluruh bentuk kejelekan yakni kurangnya agama, tidak adanya wara’, rusaknya muru’ah (kehormatan) dan tipisnya rasa cemburu. Hingga engkau tidak akan menjumpai seorang pezina itu memiliki sifat wara’, menepati perjanjian, benar dalam ucapan, menjaga persahabatan, dan memiliki kecemburuan yang sempurna kepada keluarganya. Yang ada tipu daya, kedustaan, khianat, tidak memiliki rasa malu, tidak muraqabah, tidak menjauhi perkara haram, dan telah hilang kecemburuan dalam hatinya dari cabang-cabang dan perkara-perkara yang memperbaikinya.
2. Ancaman yang keras terhadap pelaku zina. Hukuman bagi pezina dikhususkan dengan beberapa perkara:
a. Keras dan ngerinya hukuman bagi pezina
b. Diumumkan hukumannya di depan umum, bahkan disaksikan orang banyak.
c. Larangan menaruh rasa kasihan kepada pezina
3. Hukuman bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam sampai mati. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah merajam sebanyak enam orang di antaranya adalah Mu’iz, wanita al-Ghamidiyah dan lain-lain.
4. Adapun berzina dengan wanita yang masih mahram mewajibkan hukuman yang sangat keras, yakni dibunuh.
Ibnul Qayyim berkata dalam Raudhatul Muhibbin, “Adapun jika perbuatan keji itu dilakukan dengan orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dari para mahramnya, itu adalah perbuatan yang membinasakan. Dan wajib dibunuh pelakunya bagaimanapun keadaannya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan yang lainnya.”
5. Zina ada beberapa cabang, seperti zina mata, zina lisan, dan zina anggota badan. Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menetapkan atas setiap Bani Adam bagiannya dari zina yang tidak bisa tidak pasti ia mendapatinya. Zina mata adalah melihat, zina lisan adalah berbicara, hati berangan-angan serta bernafsu dan kemaluan membenarkan atau mendustakannya.”
6. Orang yang sudah dijatuhi hukuman sanksi dalam Islam di dunianya, maka itu menjadi kafarat dan penghapus untuk dosanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam “Barangsiapa yang melakukan perbuatan maksiat, kemudian dia dijatuhi sanksi hukum Islam, maka (sanksi hukum) itu merupakan kafarat bagi perbuatan dosanya. Barangsiapa melakukan perbuatan maksiat, kemudian Allah menutup aib orang itu, maka perkaranya dikembalikan kepada Allah Swt. Jika Allah menghendakinya, pada hari kiamat Dia dapat menyiksanya. Jika Allah menghendakinya, Dia dapat mengampuninya.” (HR. Sunan At Tirmidzi)
Marilah kita selalu berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan memohon pertolongan dan bimbingan-Nya agar dapat terhindar dari semua perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan. (PurWD/voa-islam.com)

Tidak ada komentar