Dampak Halal dan Haramnya Harta Bagi Kehidupan Seorang Umat
Dalam islam, mencari harta atau mencari nafkah untuk menghidupi keluarga merupakan suatu kewajiban. Bagi seorang kepala keluarga, mencari nafkah untuk keluarga merupakan salah satu jalan jihad bila dilakukan sesuai dengan syariat Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, Allah melalui Rasul-Nya memerintahkan untuk selalu mencari harta yang halal dan dengan cara yang sesuai perintah Allah. Tujuannya tidak lain karena mengharap ridha Allah SWT sehingga apa yang kita peroleh menjadi berkah buat kita dan juga keluarga.
Berikut ini dalah beberapa dampak harta halan dan haram bagi kehidupan seorang muslim.
Pertama: Harta halal mendorong beramal shalih
Berkaitan dengan harta yang halal, Allah SWT berfirman dalam QS. Al Mu’minun ayat 51
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya: “Wahai para Rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mu’minun: 51)
Berkaitan dengan perintah ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada seluruh Rasull untuk memakan makanan yang halal dan melakukan amal saleh.
Dua perintah yang disandingkan ini mengisyaratkan bahwa dengan memakanan makanan yang halal dapat membangkitkan seseorang untuk senantiasa beramal shaleh dan mereka para Rasul yang diutus Allah SWT benar-benar telah mentaati perintah ini.
رَوَى ابْنُ حِبَّان عَنْ عَمْرِو بْنَ الْعَاصِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
Imam Ibn Hibban meriwayatkan hadits dari ‘Amr ibn al-Ash bahwa Rasulallah S.A.W. bersabda: “Wahai ‘Amr! Sebaik-baik harta yang halal adalah harta yang berada pada orang sholeh.” (HR. Ibn Hibban)
Orang yang shalih adalah orang yang memperhatikan halal haram dalam mencari rezeki. Sehingga ia tidak akan memasukan ke dalam perutnya kecuali makanan yang dipastikan akan kehalalannya.
Kedua: Harta Halal Sebab Dikabulkannya Do’a.
Doa adalah ibadah kepada Rabb yang Maha Suci. Berdoa kepada Allah S.W.T. sebagai bukti bentuk penghambaan seseorang kepada Allah S.W.T.. Karena Allah S.W.T. adalah Dzat yang Maha Suci maka Dia tidak akan menerima doa hamba-Nya yang tumbuh dari harta haram.
رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ:{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ:{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }. ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairoh bahwa Rasulallah S.A.W. bersabda, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik-baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diperintahkan-Nya kepada para Rosul, dengan firman-Nya “Wahai para Rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan.” (QS. al-Mu’minun: 51) dan firman-Nya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” (QS. al-Baqoroh: 172). Kemudian beliau menyebutkan orang yang melakukan perjalanan panjang, berambut acak-acakan dan warna kulitnya berubah, ia mengangkat kedua tangannaya ke langit dengan mengatakan, ‘Wahai Rabb! Wahai Rabb! Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan suatu yang haram; maka bagaimana mungkin doakanya dikabulkan?!.” (HR. Muslim)
Imam Ibn Daqiq al-ied menjelaskan bahwa di dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk berinfak dari yang halal dan melarang berinfak dari yang tidak halal dan apa-apa yang dimakan, diminum, dan yang dipakai selayaknya dari yang halal dan bersih, tidak ada syubhat di dalamnya. Barangsiapa yang ingin berdo’a hendaklah terlebih dahulu memperhatikan urusan tersebut dari urusan yang lainnya.
Syekh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini merupakan peringatakan keras dari memakan barang haram, karena memakan barang haram menjadi salah satu penghalang doa terkabul meski sebab-sebab terkabulnya doa terpenuhi, berdasarkan sabda Nabi “Dari mana doanya bisa dikabulkan karenannya?” Di samping itu memakan barang haram akan menghalangi seseorang untuk menunaikan kewajiban agama, karena tubuhnya diberi makanan yang rusak, dan orang yang memakan makanan yang rusak tentu akan berimbas pada tubuhnya.
Ketiga: Harta Halal Adalah Obat Penawar
Harta yang halal adalah makanan yang bisa menjadi obat penawar, tidak memberi mudharat pada jasmani dan ruhani dan pastinya menjaga diri dari ancaman api Neraka. Allah S.W.T. berfirman:
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah oleh kalian mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (Qs. An Nisa’: 4)
Imam Ibnu Jarir al-Thabari menafsirkan akhir ayat di atas dengan berkata: “Makna firman Allah: Maka makanlah pemberian itu niscaya menjadi obat yang menawarkan.” Imam Al-Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah S.W.T.: ‘Al Hani’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif, sedangkan ‘Al Mari’ ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.”
Ketika memakan harta halal memberikan efek manfaat yang besar maka memakan dari harta yang haram pun akan memberi efek mudharat yang besar pula yaitu menyebab ibadah dan do’a yang tertolak, membahayakan tubuh, dan sebab masuk Neraka.
رَوَى أَحْمَدُ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ: إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Jabir ibn Abdullah bahwa Nabi S.A.W. bersabda kepada Ka’ab ibn Ujrah, “Tidak masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram, dan neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad)
Hal tersebut disebabkan karena makanan itu manjadi bahan baku tubuh. Sedangkan tubuh yang tumbuh dari makanan yang haram akan merasa enggan untuk beribadah dan taat kepada Allah. Ia justru siap dalam melakukan maksiat kepada-Nya. Setiap gerak-gerik dan aktifitasnya cenderung kepada hal-hal yang diharamkan. Tubuh yang semacam inilah yang pantas masuk neraka. Karenanya, mengkonsumsi barang haram tidak hanya menghalangi diterimanya doa dan ibadah, melainkan juga pelakunya pantas masuk neraka.
Sesungguhnya harta dan rezeki yang haram akan mendorong orang pada perilaku yang akan mencelakakan dirinya sendiri dan menyebabkan dirinya akan terjerumus ke dalam siksa api neraka. Oleh karena itu, kalau kita ingin memiliki perlaku yang baik, maka salah satu yang perlu diperhatikan adalah mengupayakan makanan-makanan yang dikonsumsi betul-betul makanan yang halal, baik substansi atau bendanya maupun cara mendapatkannya.
Demikianlah beberapa dampak postitif dari harta halal dan hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi seseorang untuk mencukupkan diri dengan harta halal. Kebalikan dari dampak positif tersebut merupakan dampak negatif dari harta haram. Dampak buruk harta haram lainnya adalah:
Pertama: Harta haram termasuk makan harta dengan cara batil
Allah S.W.T. berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Janganlah kalian memakan sebagian harta yang lain di antara kalian dengan cara yang batil dan janganlah kalian membawa urusan harta kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kalian mengetahui.” (QS. al-Baqoroh [2]: 188)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kapadamu.” (QS. an-Nisa [4]: 29)
Kedua: Harta Haram adalah Perbuatan Mendurhakai Allah
Allah S.W.T. berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: 168-189)
Ketiga: Harta Haram adalah Penyebab Kehinaan
روى أبو داود عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dari ibn Umar bahwa Rasulallah S.A.W. bersabda, “Jika kalian melakukan transaksi berjual beli ribawi, mengikuti ekor sapi (tunduk dengan harta kekayaan), mengagungkan bercocok tanam (sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Sumber: Abu Mujahidah al-Ghifari, Harta Dalam Pandangan Islam, (Bogor: Marwah Indo Media, 2017), 18-24.
Post a Comment