Homo Seksual Dalam Pandangan Islam




Homo Seksual Dalam Pandangan Islam


Homo Seksual Dalam Pandangan Islam
Liwath (homo seksual) adalah hubungan antara sesama jenis (laki-laki dengan laki-laki), sedangkan hubungan antara wanita dengan wanita disebut lesbian. Homo seksual adalah salah satu penyelewengan seksual, karena menyalahi sunnah Allah, dan menyalahi fitrah makhluk ciptaanNya.
Lebih kurang empat belas abad yang lalu, Al Qur’an telah memperingatkan umat manusia ini, supaya tidak mengulangi peristiwa kaum Nabi Luth. Allah berfirman:
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (Hud: 82-83)
Pada ayat lain Allah berfirman:
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. (Asy Syu’ara: 165-166)
Selanjutnya pada ayat lain Allah berfirman:
“Dan telah kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik.” (Al Anbiya: 74)
Setelah Rasulullah menerima wahyu tentang berita kaum Luth yang mendapat kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya, maka beliau merasa khawatir sekiranya peristiwa itu terulang kembali kepada ummat di masa beliau dan sesudahnya. Rasulullah bersabda:
“Sesuatu yang paling saya takuti terjadi atas kamu adalah perbuatan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat seperti perbuatan mereka itu, Nabi mengulangnya sampai tiga kali: “Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth,” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Al Hakim).
Pada saat itu peringatan Rasulullah dan kekhawatiran beliau itu, mungkin hanya ditanggapi seperti musibah (azab) yang pernah dialami oleh umat-umat sebelumnya saja. Azabnya dapat disaksikan dengan mata kepala, seperti hujan batu, air bah dan sebagainya.
Penyakit AIDS (Aquired Immune Deficiency Symdrone = kerapuhan daya kekebalan terhadap infeksi) yang menampakkan dirinya pada penghujung abad ke dua puluh ini, tidak pernah terbayang dalam benak mereka. Pada saat ini pun, pada zaman teknologi modern, para ahli dan pakar dalam ilmu kedokteran belum dapat virus-virus yang mematikan itu. Demikian juga obatnya baru dalam taraf uji coba yang sangat ditunggu oleh penderitanya dengan perasaan harap-harap cemas. Para pakar telah disibukkan dengan berbagai penelitian untuk mengetahui virus dan sekaligus cara pengobatannya.
Orang yang sadar mengenai keberadaan dirinya sebagai makhluk Allah, tentu segera mengakui keterbatasan ilmunya. Sebab, baru satu macam penyakit saja diturunkan Allah sebagai azab, para ahli sudah cukup kalang kabut.
Salah satu cara yang dipandang ampuh untuk menangkalnya atau untuk mengadakan antisipasi terhadap penyakit tersebut adalah agama, yaitu mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Menjauhi larangan Allah harus diyakini benar-benar, bahwa semua bentuk larangan pasti ada bahayanya kalau dilangggar.
Mengenai obatnya, mungkin pada suatu saat akan ditemukan juga, “Sebab setiap penyakit pasti ada obatnya,” Kata Rasulullah. Tetapi mungkin obat itu baru ditemukan, setelah kesombongan ilmiah tidak lagi membusungkan dadanya, dan setelah manusia mengakui kelemahan dirinya dihadapan Allah, baik pengakuan secara langsung maupun tidak.

Tidak ada komentar