Hukum Fikih Salat Jamaah
Jumhur Ulama meyakini bahwa mengikuti salat secara berjamaah adalah anjuran yang sangat ditekankan (mustahab muakkad). [20] Menurut pendapat masyhur Salat Idul Fitri dan Salat Idul Adha jika syarat-syarat kewajibannya telah terpenuhi (diantaranya adalah kehadiran Imam Maksum) maka harus dilakukan secara berjamaah. [21] Sebaliknya pengkiut mazhab Hambali dan sebagian Hanafi menilai bahwa salat jamaah merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang (wajib Aini), [22] Sebagian kelompok dari Syafi'i menilai bahwa salat jamaah bagi laki-laki yang tidak melakukan perjalanan adalah kewajiban yang jika sebagian orang melakukannya kewajiban bagi yang lain gugur (wajib kifai). [23]
Dalam salat Jumat, berjamaah adalah syarat sahnya salat. [24]
Hal-hal Diperbolehkan Pendirian secara Berjamaah
Kebanyakan fuqaha Ahlusunnah membolehkan seluruh salat-salat Mustahab dilakukan secara berjamaah. [25] Para pengikut Maliki dan Hanafi menilai melakukan salat mustahab secara berjamaah pada salat-salat mustahab selain salat mustahab pada bulan Ramadhan dan salat Ayat, hukumnya makruh. [26] Para fuqaha Syiah, tidak membolehkan untuk melakukan salat secara jamaah pada salat-salat mustahab kecuali pada salat minta hujan (istisqa) dan menilai bahwa seluruh macam dan bentuk salat berjamaah yang mustahab, termasuk salat tarawih, adalah perbuatan bid'ah. [27] pastinya menurut pendapat sebagian fukaha pelaksanaan salat Id secara berjamaah pada masa kegaiban adalah hal yang dibolehkan dan mustahab.
Syarat-syarat Salat Berjamaah
Adanya kesamaan salat antara Imam dan makmum dari sisi hukum kewajiban atau kemustahaban salat yang dilakukan secara jamaah (dalam salat-salat mustahab yang bisa dikerjakan secara berjamaah).
Makmum tidak lebih maju ke depan dari Imam.
Tempat salat Imam Jamaah tidak lebih tinggi dari tempat makmum (jarak dan kadar yang agak turun tidak bermasalah); dengan demikian biasanya di masjid, lantai mihrab dibuat lebih rendah.
jarak Imam dan makmum dan jarak antara barisan shaf-shaf yang ada tidak terlalu jauh.
Antara Imam dan makmum dan begitu juga shaf-shaf tidak ada penghalang seperti hordeng atau tembok, tetapi memasang kain penutup antara barisan shaf laki-laki dan perempuan tidak masalah.[28]
Syarat Imam Jamaah
Imam jamaah harus berakal [29], Balig [30], Mukmin (Syiah 12 Imam) [31] dan adil,[32] selain itu dia sudah dikhitan (disunat)[33], dan anak halal (bukan anak haram) [34] dan jika semua atau sebagian dari makmum laki-laki maka imam jamahnya harus laki2.[35] Menurut pendapat masyhur, pengimaman seorang perempuan untuk perempuan jika memiliki syart-syarat imam jamaah, hal itu diperbolehkan. [36] Bacaan salatnya benar.[37] jika para makmum berdiri maka Imam Jamaah harus berdiri.[38]
Berdasarkan pandangan sebagian fukaha Syiah Imam Rawatib dalam mengimami salat jamaah lebih utama ketimbang yang lain.[39] sementara itu sebagiannya lagi meyakini bahwa pengutamaan ini adalah hal yang mustahab. [40]
Adab dan Norma Salat Jamaah
Salat jamaah memiliki hal-hal yang mustahab diantaranya:
Menjaga atas barisan shaf awal,[41]
Memperhatikan pada salatnya sendiri dan menjaga diri dari memperhatikan pekerjaan orang lain dan amalan-amalan mereka,
Memelihara keserasian dan kebersamaannya dengan imam jamaah dan tidak mengacau keteraturan jamaah,
Memakai baju yang paling baik dan mengenakan minyak wangi,
Tidak menganggu orang lain ketika berada di shaf salat,
Bau badan dan mulutnya tidak mengganggu orang lain,
Ketika salat suaranya tidak menganggu orang lain,
Menyapa saudara muslim lainnya dan menanyakan keadaan orang-orang yang tidak hadir.
Imam jamaah juga harus menjaga dan memperhatikan keadaan para makmun.
Post a Comment