Larangan Makan Bawang Putih, Bawang Merah, Petai Dan Lain-lain Yang Mengandungi Bau Busuk Dari Masuk Masjid Sebelum Lenyapnya Bau Tersebut — Dari Mulut — Kecuali Kalau Dharurat
Larangan Makan Bawang Putih, Bawang Merah, Petai Dan Lain-lain Yang Mengandungi Bau Busuk Dari Masuk Masjid Sebelum Lenyapnya Bau Tersebut — Dari Mulut — Kecuali Kalau Dharurat
1698. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan buah dari pohon ini - yakni bawang putih - maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kita." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Jangan mendekat ke masjid-masjid kita."
1699. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan buah dari pohon ini - yakni bawang putih, maka janganlah mendekati kita dan jangan sekali-kali bersembahyang bersama dengan kita." (Muttafaq 'alaih)
1700. Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah menjauhkan diri dari kita atau pula supaya ia menjauhkan diri dari masjid kita." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Barangsiapa yang makan bawang merah, bawang putih dan petai, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kita, kerana sesungguhnya malaikat itu merasa disakiti - yakni tidak enak perasaannya - sebagaimana merasa disakitinya - yakni tidak enaknya perasaan - anak Adam daripada bau benda-benda itu."
1701. Dari Umar bin al-Khaththab r.a. bahawasanya ia berkhutbah pada hari Jum'at, lalu ia berkata dalam khutbahnya; "Kemudian, sesungguhnya engkau sekalian itu, wahai para manusia sama makan dari buah kedua pohon ini. Saya tidak melihat kedua nya itu melainkan sebagai benda yang busuk baunya, iaitu bawang merah dan bawang putih. Saya telah melihat Rasulullah s.a.w., apabila beliau menyuruh ia datang dan selanjutnya diperintah keluar ke Baqi'. Maka barangsiapa yang memakan keduanya, hendaklah mematikan dulu baunya dengan jalan direbus." (Riwayat Muslim)
Keterangan: Baqi' ialah tempat pemakaman kaum Muslimin di Madinah, Maksudnya disuruh pergi ke Baqi' ialah untuk mempersangatkan ketidak-sukaan beliau s.a.w. pada bau kedua buah tersebut kalau ada di masjid, kemudian supaya menghilangkan bau itu di sana dengan berkumur serta menggosok gigi dan sebagainya.
Makruhnya Duduk Ihtiba' Pada Hari Jum'at Di Waktu Imam Sedang Berkhutbah, Sebab Duduk Semacam Itu Dapat Menyebabkan Timbulnya mengantuk Lalu Tidak Memerhatikan Lagi Untuk Mendengarkan Khutbah Dan Pula Ditakutkan Akan Batalnya Wudhu'
1702. Dari Mu'az bin Anas al-Juhani r.a. bahawasanya Rasulullah melarang dari duduk ihtiba' pada hari Jum'at, sedang Imam waktu itu berkhutbah." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Keterangan: Ihtiba' ialah duduk berjongkok sambil membelitkan sesuatu dari pinggang ke lutut atau tangannya merangkul lutut.
Larangan Bagi Seseorang Yang Didatangi Tanggal Sepuluh Zulhijjah Dan la Hendak Menyembelih Korban Kalau la Mengambil — Memotong Atau Mencukur — Sesuatu Dari Rambut Atau Kukunya Sendiri, Sehingga la Selesai Menyembelih Kurban Tadi
1703. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memiliki binatang kurban yang hendak disembelihnya, maka apabila telah nampak sabitnya bulan Dzulhijjah, janganlah sekali-kali ia mengambil - yakni memotong atau mencukur - dari rambutnya dan jangan pula dari kuku-kukunya sedikitpun, sehingga ia selesai menyembelih kurbannya itu." (Riwayat Muslim)
Larangan Bersumpah Dengan Menggunakan Makhluk Seperti Nabi, Ka'bah, Malaikat, Langit, Nenek-moyang, Kehidupan, Ruh, Kepala, Kehidupan Sultan, Kenikmatan Sultan, Tanah Si Fulan, Amanat Dan Sumpah-sumpah Semacam Inilah Yang Terkeras Larangannya
1704. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu melarang engkau semua kalau bersumpah dengan menggunakan nenek moyangmu semua. Maka barangsiapa yang bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan Allah saja atau lebih baik diamlah." (Muttafaq 'alaih) Dalam sebuah riwayat dalam shahih Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Maka barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah bersumpah melainkan dengan Allah atau hendaklah ia berdiam saja."
1705. Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua bersumpah dengan menggunakan berhala-hala dan jangan pula dengan nenek-moyangmu semua." (Riwayat Muslim) Aththawaghi jama'nya thaghiah iaitu berhala-hala, dari kata ini terdapat sebuah Hadis yang ertinya: "Ini adalah berhala Daus," iaitu berhala kepunyaan kabilah Daus serta itulah yang disembah oleh mereka. Dalam riwayat selain Muslim disebutkan: bith thawaghit, ini adalah jamaknya thaghut dan ertinya ialah syaitan dan dapat pula diertikan berhala.
1706. Dari Buraidah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan kata amanat, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
1707. Dari Buraidah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah lalu mengatakan: "Sesungguhnya saya telah melepaskan diri dari Islam," maka jikalau ia berdusta maka dosanya adalah sebagaimana yang diucapkan sendiri itu, tetapi jikalau ia benar-benar seperti ucapannya tadi, maka tidak akan ia kembali ke agama Islam dengan selamat." (Riwayat Abu Dawud)
1708. Dari ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya ia mendengar seorang lelaki berkata: "Tidak, demi Ka'bah. "Lalu Ibnu Umar berkata: "Janganlah engkau bersumpah dengan selain Allah, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia dapat menjadi kafir atau musyrik."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan. Selanjutnya Imam Termidzi berkata: "Sebahagian para alim ulama menafsirkan sabdanya: kafara au asyraka - yakni dapat menjadi kafir atau musyrik - itu sebagai kata memperkeraskan larangan, sebagaimana juga diriwayatkan bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: Arria-u syirkun - ertinya pamer itu adalah kemusyrikan."
Memperkeraskan Keharamannya Sumpah Dusta Dengan Sengaja
1709. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah atas harta seseorang Muslim yang bukan haknya -yakni dengan maksud akan diambilnya dengan menggunakan sumpah dusta, maka orang itu akan menemui Allah -di waktu matinya atau pada hari kiamat nanti, sedang Allah amat murka sekali kepadanya." Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu membacakan kepada kita, untuk menunjukkan kebenaran sabdanya itu, yakni dari Kitabullah 'Azzawajalla - yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membeli - yakni menukar - janji Allah dan sumpah mereka sendiri dengan harga murah," sampai ke akhir ayat. (Muttafaq 'alaih) Lanjutan ayat di atas ialah: Mereka yang berhal demikian tidak akan memperoleh bagian di akhirat. Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak memperhatikan mereka pada hari kiamat dan tidak pula menyucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.
1710. Dari Abu Umamah yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengambil hak seseorang Muslim dengan menggunakan sumpahnya - yakni dengan sumpah dusta atau palsu, maka Allah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan syurga padanya." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Bagaimanakah kalau yang diambilnya itu hanya sesuatu benda yang remeh saja, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sekalipun yang diambilnya itu hanyalah setangkai kayu arak - untuk bersiwak." (Riwayat Muslim)
1711. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan sesuatu dengan Allah melawan - yakni berani - kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah dusta - yakni palsu." (Riwayat Bukhari) Dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan: Ada seorang A'rab - penghuni pedalaman negeri Arab - datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, apa sajakah dosa- dosa besar itu? Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah." Orang itu berkata lagi: "Kemudian apakah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu sumpah dusta - yakni palsu." Saya - Abdullah bin'Amr - berkata: "Apakah sumpah dusta itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu orang yang mengambil hartanya seseorang Muslim," yakni dengan menggunakan sumpah, sedangkan orang itu berdusta dalam sumpahnya itu.
Sunnahnya Seseorang Yang Sudah Terlanjur Mengucapkan Sumpah, Lalu Melihat Lainnya Yang Lebih Baik Dan Yang Disumpahkannya Itu, Supaya la Mengerjakan Saja Apa Yang Sudah Disumpahkan Tadi Kemudian Membayar Denda Atas Sumpahnya Tersebut
1712, Dari Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Dan jikalau engkau mengucapkan sumpah atas sesuatu sumpah, lalu engkau melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang engkau sumpahkan tadi, maka datangilah yang lebih baik itu dan bayarkanlah kaffarah - yakni dendanya - dari sumpahmu tersebut." (Muttafaq 'alaih)
1713. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersumpah atas sesuatu sumpah lalu melihat yang lainnya itu lebih baik daripada yang disumpahkannya, maka bayarkanlah kaffarah - yakni denda - dari sumpahnya tersebut dan baiklah mengerjakan yang lebih baik tadi." (Riwayat Muslim)
1714. Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya, demi Allah. Insya Allah tidak akan bersumpah atas sesuatu sumpah, kemudian saya melihat ada yang lebih baik dari apa yang saya sumpahkan tadi, melainkan saya bayarkan sajalah kaffarah - yakni denda - dari sumpah saya tadi dan saya mengerjakan yang lebih baik itu." (Muttafaq 'alaih)
1715. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah kalau seseorang di antara engkau semua itu berlarut-larut dalam sumpahnya dan tidak membayarkan kaffarahnya - yakni dendanya - dalam keluarganya, hal itu adalah lebih berdosa baginya di sisi Allah Ta'ala daripada ia memberikan kaffarah yang telah diwajibkan oleh Allah atas dirinya." (Muttafaq 'alaih)
Maksudnya: Seseorang yang bersumpah lalu melihat ada yang lebih baik dari yang disumpahkannya tadi, tetapi ia tetap dalam sumpahnya dan tidak suka mengerjakan yang lebih baik itu, lalu membayar kaffarah dari yang sudah terlanjur disumpahkan, hal itu adalah lebih berdosa daripada kalau ia membayar saja kaffarahnya sumpah yang terlanjur itu, kemudian mengerjakan yang dilihat lebih baik tadi. Sabdanya: Yalajja dengan fathahnya lam dan tasydidnya jim yaitu berlarut terus dalam sumpahnya dan tidak membayar kaffarah, sedang sabdanya: Atsamu dengan tsa' bertitik tiga, artinya ialah lebih banyak dosanya.
Pengampunan Atas Sumpah Yang Tidak Disengaja Dan Bahawasanya Sumpah Semacam Ini Tidak Perlu Dibayarkan Kaffarah, Iaitu Sumpah Yang Biasa Meluncur Atas Lisan Tanpa Adanya Kesengajaan, Seperti Seseorang Yang Sudah Biasa Mengucapkan: "Tidak, Wallahi" Dan "Ya, Wallahi" Dan Lain-lain Sebagainya
Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak akan menuntut engkau semua dengan sebab sumpahmu semua yang tidak disengaja, tetapi Allah menyiksa engkau semua karena sumpah yang engkau semua teguhkan ikatannya. Maka kaffarah - yakni denda - sumpah yang sedemikian ini ialah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa engkau semua berikan kepada keluargamu atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekakan hambasahaya. Barangsiapa tidak menemukan semua itu - yakni tidak kuasa melakukannya, maka kaffarahnya ialah berpuasa tiga hari, demikian itulah kaffarahnya sumpah yang engkau semua sumpahkan dan jagalah sumpahmu semua itu." (al- Maidah: 89)
1716. Dari Aisyah radhiallahu'anha, katanya: "Ayat ini diturunkan, yaitu: La yuaakhidzukumullahu bil-laghwi fi aimanikum - sebagaimana yang tercantum itu - untuk menjelaskan kata seseorang yang berbunyi: "Tidak demi Allah" dan "Ya, demi Allah." (Riwayat Bukhari)
Makruhnya Bersumpah Dalam Berjualan, Sekalipun Benar Kata-katanya
1717. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersumpah itu menyebabkan lakunya dagangan tetapi melenyapkan keberkahan hasil usaha." (Muttafaq 'alaih)
1718. Dari Abu Qatadah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua pada banyaknya mengucapkan sumpah, sebab sesungguhnya sumpah itu dapat melakukan - menyebabkan dagangan laku dengan keuntungan banyak, tetapi kemudian menyebabkan lenyapnya - keberkahan hasil usaha." (Riwayat Muslim)
Makruhnya Seseorang Meminta Dengan ZatNya Allah Azza Wa Jalla Selain Dari Syurga Dan Makruhnya Menolak Seseorang Yang Meminta Dengan Menggunakan Ucapan "Dengan Allah Ta'ala" Serta Bersyafa'at Dengan Kata-kata Itu
1719. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah dimintakan dengan menggunakan kalimat: Dengan Zatnya Allah," melainkan syurga." (Riwayat Abu Dawud)
1720. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang meminta perlindungan dengan menggunakan kata-kata: "Dengan nama Allah," maka berilah ia perlindungan dan barangsiapa meminta dengan menggunakan: "Dengan nama Allah," maka berilah ia. Juga barangsiapa yang mengundang engkau semua, maka kabulkanlah undangannya itu barangsiapa yang berbuat sesuatu kebaikan kepadamu semua maka balaslah kebaikannya itu.
Jikalau engkau semua tidak mendapatkan sesuatu yang digunakan sebagai balasan kepadanya, maka berdoa sajalah untuk kebaikan orang yang memberi tadi, sehingga engkau semua merasa bahwa engkau semua telah memberikan balasannya kebaikannya tadi." Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Nasa'i dengan isnad-isnad kedua shahih Bukhari dan Muslim.
Haramnya Mengucapkan Syahansyah — Maha Raja Atau Raja Di Raja — Untuk Seseorang Sultan Atau Lain-lainnya, Sebab Ertinya Itu Ialah Raja Dan Sekalian Raja, Sedangkan Tidak Boleh Diberi Sifat Sedemikian Itu Melainkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
1721. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya serendah-rendahnya nama di sisi Allah 'Azzawajalla ialah seseorang lelaki yang menamakan dirinya Raja Di Raja-atau Maharaja." (Muttafaq 'alaih) Sufyan bin Unaiyah berkata: "Raja Di Raja itu ialah seperti Syahansyah.
Larangan Memanggil Orang Fasik Atau Orang Yang Berbuat Kebid'ahan Dan Yang Semacam Itu Dengan Ucapan "Tuan — Sayyid —" Dan Yang Seumpamanya
1722. Dari Buraidah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mengucapkan sayyid - atau Tuan -untuk seorang munafik, sebab sesungguhnya saja jikalau orang itu benar-benar menjadi sayyid - yang artinya tinggi martabatnya di atas orang-orang lain yakni menjadi pemimpin, maka engkau semua benar-benar telah membuat kemurkaan Tuhanmu sekalian 'Azzawajalla." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
Makruhnya Memaki-maki Penyakit Panas
1723. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat Ummu Saib atau Ummul Musayyab, lalu ia berkata: "Mengapa anda, hai Ummu Saib" atau "hai Ummul Musayyab. Mengapa anda gementar." Wanita itu menjawab: "Dihinggapi penyakit panas. Semoga Allah tidak memberkahi penyakit ini." Jabir berkata: "Janganlah anda memaki-maki penyakit panas itu, sebab sesungguhnya penyakit itu dapat melenyapkan semua kesalahan anak Adam, sebagaimana dapur pandai besi dapat melenyapkan kotoran - yakni karat - besi." (Riwayat Muslim)
Tuzafzifina yakni bergerak-gerak dengan gerakan keras sekali -yakni gementar. Maknanya sama dengan Tarta'idu. Tuzafzifina itu dengan dhammahnya ta' dan dengan zai yang didobbelkan serta fa' yang didobbelkan pula. Diriwayatkan pula dengan ra' yang didobbelkan dan dua qaf - lalu berbunyi Turaqriqina.
Larangan Memaki-maki Angin Dan Huraian Apa Yang Diucapkan Ketika Ada Hembusan Angin
1724. Dari Abul Mundzir yaitu Ubay bin Ka'ab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki angin, maka jikalau engkau semua melihat sesuatu yang tidak engkau semua sukai, maka ucapkanlah - yang artinya: "Ya Allah, sesungguhnya kita semua memohonkan kepadaMu akan kebaikannya angin ini dan kebaikan apa yang terkandung di dalamnya dan kebaikan apa yang ia diperintahkan, juga kita mohon perlindungan kepadaMu dari keburukannya angin ini dan keburukan apa yang terkandung di dalamnya serta keburukan apa yang ia diperintahkan." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
1725. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Angin itu adalah dari rahmat Allah, ia datang dengan mem-bawa kerahmatan dan adakalanya ia datang dengan membawa siksa. Maka jikalau engkau semua melihat angin, janganlah engkau semua memaki-makinya dan mohonlah kepada Allah akan kebaikannya dan mohonlah perlindungan kepada Allah daripada kejahatannya." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad hasan. Sabdanya s.a.w.: Min rauhillah, dengan fathahnya ra', artinya kerahmatan Allah kepada hamba-hambaNya.
1726. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila angin berhembus keras, beliau mengucapkan doa – yang artinya: "Ya Allah, sesungguhnya saya mohon kepadaMu akan kebaikan angin ini dan kebaikan apa-apa yang terkandung di dalamnya dan juga kebaikan sesuatu yang ia dikirimkan untuknya. Saya juga mohon perlindungan kepadamu daripada kejahatan angin ini dan apa-apa yang terkandung di dalamnya dan juga sesuatu yang ia dikirimkan untuknya." (Riwayat Muslim)
Makruhnya Memaki-maki Ayam
1727. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memaki-maki ayam, sebab sesungguhnya ayam - yang jantan - itu membangunkan untuk shalat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih
Larangan Seseorang Mengucapkan "Kita Dihujani Dengan Berkah Bintang Anu"
1728. Dari Zaid bin Khalid r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersembahyang shalat Subuh bersama kita sekalian di Hudaibiyah yaitu di tanah bekas terkena siraman air hujan dari langit yang terjadi pada malam harinya itu. Setelah beliau s.a.w. selesai shalat, lalu menghadap kepada orang banyak, kemudian bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui apa yang difirmankan oleh Tuhanmu semua?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya itulah yang lebih mengetahui." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Allah Ta'ala ber-firman: "Berpagi-pagi di antara hamba-hambaKu itu ada yang menjadi orang mu'min dan ada yang menjadi orang kafir. Adapun orang yang berkata: "Kita dikarunia hujan dengan keutamaan Allah serta dengan kerahmatanNya, maka yang sedemikian itulah orang mu'min kepadaKu dan kafir kepada bintang. Adapun orang yang berkata: "Kita diberi hujan dengan berkahnya bintang Anu atau Anu, maka yang sedemikian itulah orang yang kafir padaku dan mu'min kepada bintang." (Muttafaq 'alaih)
Assama' di sini artinya hujan - karena ia turun dari langit.
Keterangan: Menjadi kafir kepada Allah, karena berkata sebagaimana di atas itu, jikalau ia mengimankan dengan sebenar-benarnya bahwa memang bintang itulah yang kuasa menurunkan hujan. Kafir di sini dapat pula diartikan menutupi kenikmatan Allah yang telah di-karuniakan padanya.
Haramnya Seseorang Mengatakan Kepada Sesama Orang Muslim: "Hai Orang Kafir"
1729. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila ada seseorang berkata kepada saudaranya - sesama Muslimnya: "Hai orang kafir," maka salah seorang dari keduanya - yakni yang berkata atau dikatakan - kembali dengan membawa kekafiran itu. Jikalau yang dikatakan itu benar-benar sebagaimana yang orang itu mengucapkan, maka dalam orang itulah adanya kekafiran, tetapi jikalau tidak, maka kekafiran itu kembali kepada orang yang mengucapkannya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
1730. Dari Abu Zar r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memanggil orang lain dengan sebutan ke-kafiran atau berkata bahwa orang itu musuh Allah, padahal yang dikatakan sedemikian itu sebenarnya tidak, melainkan kekafiran itu kembalilah pada dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih) Haara artinya kembali.
Larangan Berbuat Kekejian — Atau Melanggar Batas — Serta Berkata Kotor
1731. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya seorang mu'min yang suka mencemarkan nama orang, atau yang suka melaknat dan bukan pula yang berbuat kekejian serta yang kotor mulutnya." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1732. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidaklah kekejian - atau melanggar batas menurut ketentuan syara' atau adat - itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan menyebabkan celanya dan tidaklah sifat malu itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan merupakan hiasannya - yakni malu mengerjakan kejahatan atau apa-apa yang tidak sopan." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Makruhnya Memaksa-maksakan Keindahan Dalam Bercakap-cakap Dengan Jalan Berlagak Sombong Dalam Mengeluarkan Kata-kata Dan Memaksa-maksakan Diri Untuk Dapat Berbicara Dengan Fasih Atau Menggunakan Kata-kata Yang Asing — Sukar Diterima — Serta Susunan Yang Rumit-rumit Dalam Bercakap-cakap Dengan Orang Awam Dan Yang Seumpama Mereka Itu
1733. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Rusak binasalah orang-orang yang suka melebih-Iebihkan - dari kadar kemampuan dirinya sendiri." Beliau s.a.w. menyabdakan ini tiga kali. (Riwayat Muslim) Almutanaththi'una yaitu orang-orang yang melebih-Iebihkan dalam segala perkara.
1734. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu membenci kepada seseorang yang berlebih-lebihan dalam cara mengeluarkan kata-kata - ketika ber-bicara - dari golongan kaum lelaki, yaitu orang yang mencela-cela -yakni mempermainkan - lidahnya, sebagaimana lembu di waktu mencela-cela - yakni mempermainkan lidahnya itu." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1735. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling saya cintai di antara engkau semua serta yang terdekat kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah yang terbaik budipekertinya di antara engkau semua itu dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling saya benci di antara engkau semua serta yang terjauh kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah orang yang banyak bicara, sombong bicaranya serta merasa tinggi apa yang dibicarakannya itu - karena kecongkaannya." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Huraian Hadis ini telah lampau dalam bab Bagusnya budipekerti - lihat Hadis no. 629.
Makruhnya berkata:” Cemar Jiwaku”
1736. Dari Aisyah radhiallahu 'anha dari Nabi s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara engkau semua itu mengucapkan: "Cemar jiwaku," tetapi hendaklah mengatakan: "Buruk jiwaku." (Muttafaq 'alaih)
Para alim-ulama berkata: "Makna khabutsat ialah cemar dan ini juga maknanya kata laqisat, tetapi tidak disukailah kata-kata khubtsu itu." Maksudnya dalam menggunakan kata-kata itu sedapat mungkin dipilihkan yang sopan didengar oleh orang lain.
Makruhnya Menamakan Anggur Dengan Sebutan Alkarmu (mulia)
1737. Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua menamakan anggur dengan sebutan alkarmu - artinya mulia, sebab alkarmu itu adalah sebutan seorang Muslim." (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Karena hanyasanya alkarmu itu adalah hati seseorang Muslim." Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim disebutkan: 'Orang-orang itu sama mengatakan alkarmu, hanyasanya alkarmu itu adalah hati nuraninya seorang mu'min."
1738. Dari Wa-il bin Hujr r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengatakan alkarmu, tetapi katakan sajalah anggur - yakni 'inab - dan alhablah." (Riwayat Muslim)
Alhablah dengan fathahnya ha' dan ba', dapat juga dikatakan dengan sukunnya ba'.
Post a Comment