Tenggelam Dosa di Dunia, Banjir Keringat di AKhirat
Mungkin Anda pernah berada dalam situasi yang sangat gerah, matahari memancarkan sinarnya yang panas, sementara Anda berada di tengah desak-desakan dengan banyaknya manusia di sekitar kita. Peluh keringat mengucur deras, tenaga serasa terkuras dan tenggorokan serasa kering dan susah untuk bernapas. Tetapi, separah apapun yang pernah kita alami dan kita dengar itu semua tidak sebanding dengan apa yang kelak dialami oleh banyak manusia tatkala pada hari Kiamat, hari di mana manusia berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Panas Makhsyar yang Membakar
Kelak, setelah manusia dibangkitkan, mereka semua akan digiring ke satu tempat berkumpul (mahsyar) dalam keadaan tanpa alas kaki, tanpa pakaian dan dalam keadaan tidak berkhitan. Tak ada satupun yang tercecer, dari sejak manusia pertama hingga manusia terakhir dimuka bumi. Allah Ta’ala berfirman,
“dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka.”(QS al-Kahfi 47)
Bahkan, tak hanya manusia dan jin yang dikumpulkan kala itu, tapi juga hewan-hewan dan binatang.
Bayangkan betapa banyak manusia kala itu, dikumpulkan dalam satu tempat yang sama. Sementara mereka dalam keadaan berdiri, sedangkan matahari dekat sekali di atas kepala manusia. Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam bersabda,
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ، حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ
“(Ketika itu) matahari didekatkan di atas makhluk dengan jarak satu mil.” (HR Muslim)
Sulaim bin Amir yang meriwayatkan hadits tersebut berkata, “Demi Allah saya tidak tahu makna ‘mil’ yang beliau maksud; apakah mil dengan pengertian satuan jarak di bumi, atau makna ‘mil’ yang berarti alat yang dipakai untuk bercelak. Jika sekarang matahari yang konon jaraknya dengan bumi sejauh 150.000.000 km saja sudah kita rasakan panasnya, bagaimana lagi jika jaraknya hanya 1 mil saja, atau bahkan 10 cm seperti panjang alat untuk bercelak.
Begitu dekat jarak antara matahari di atas manusia, sementara manusia tak memakai alas kaki, tak memakai sehelai benangpun di tubuhnya dan dalam keadaan tidak berkhitan.
Di dorong rasa malu yang tinggi, Aisyah radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Laki-laki dan perempuan sama wahai Rasulullah? Bagaimana jika mereka saling lihat satu sama lain?” Rasulullah bersabda,
“Wahai Aisyah, urusan yang mereka hadapi terlampau besar dari sekedar melihat satu sama lain.”(HR Bukhari dan Muslim)
Mereka berdiri dalam keadaan demikian selama 50.000 tahun dalam hitungan dunia, dan hanya ada siang saja, karena sekian lama itu hanyalah satu hari di akhirat. Suatu kali Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca firman Allah Ta’ala,
تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS al-Ma’arij 4) Lalu beliau bersabda,
كَيْفَ بِكُمْ إِذاَ جَمَعَكُمُ اللهُ كَماَ يُجْمَعُ النَّبْلُ فِي الْكِناَنَةِ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ ثُمَّ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْكُمْ
“Bagaimana kiranya tatkala Allah mengumpulkan kalian sebagaimana mengumpulkan anak panah dalam kinanah (wadahnya) selama limapuluh ribu tahun kemudian Allah tidak mau melihat kalian?” (HR al-Hakim beliau mengatakan shahih, disepakati pula oleh adz-Dzahabi dan al-Albani)
Manusia berdesak-desakan saking banyaknya, terik matahari membakar kulit manusia yang tanpa pakaian saking dekatnya, kepayahan tak terperi dirasakan lantaran berdiri begitu lamanya, rasa haus mencekik tenggorokan mereka. Tak ada tempat berteduh, tak ada pilihan tempat untuk bergeser, Tak ada waktu untuk duduk, apalagi berbaring, hingga keringat mengucur dari sekujur tubuh. Terjadilah banjir keringat yang makin menambah penderitaan manusia. Andai saja manusia bisa pingsan seperti di dunia, tentu ia bisa rehat. Namun tak lagi berlaku pingsan atau tidur di akhirat.
Andai saja manusia ketika bisa terbakar kemudian mati, tentulah segera usai penderitaan. Akan tetapi, mati tak berlaku lagi setelah kematian di dunia, sedangkan penderitaan bisa dirasakan dengan ‘sempurna’. Belum lagi mereka masih mengkhawatirkan apa yang kelak diputuskan Allah atas mereka. Ingin sekali mereka menjadi seperti binatang yang tidak dimintai pertanggungjawaban. Yang tatkala mereka dikumpulkan di maskhsyar lalu dijadikan tanah oleh Allah, dan selesai sudah urusan mereka. Demi melihat bagaimana hewan-hewan dijadikan tanah, Allah mengisahkan tentang mereka,
“Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah”. (QS an-Naba’ 40)
Post a Comment