25 Tanya Jawab tentang Salat

25 Tanya Jawab tentang Salat

Assalamu’alaikum ...

Bismillah ...

Berikut sejumlah pertanyaan dan jawaban yang sudah dirangkum di halaman khusus yang mengulas hal tanya jawab seputar salat.

1. Bagaimana riwayat perintah salat?

Perintah untuk melakukan salat terdapat di dalam Alquran, antara lain, surah Al Baqarah (2):43 yang artinya "Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat". Di bagian lain, Alquran juga menyebutkan kewajiban salat lima waktu seperti kita pahami dari ayat berikut: "Dirikanlah salat sejak sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah juga salat) fajar (subuh). Sesungguhnya, salat fajar (subuh) disaksikan (oleh malaikat) (QS al-Isra' (17): 78).

Terbaca di atas bahwa waktu yang disebutkan oleh ayat itu ada tiga, yakni sesudah matahari tergelincir, gelapnya malam, dan waktu fajar atau subuh. Yang dimaksudkan dengan "sesudah matahari tergelincir" adalah waktu Zuhur dan waktu Asar; "gelapnya malam" adalah waktu Maghrib dan Isya; "fajar" atau subuh adalah waktu salat Subuh.

Terdapat puluhan hadis yang menguraikan penjelasan Rasulullah SAW. tentang adanya lima waktu salat. Di antaranya dalam Shahih Bukhari disebutkan, ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya tentang Islam. Rasulullah menjawab, "Salat lima waktu sehari semalam." Di dalam hadis itu Rasulullah juga menerangkan tentang puasa dan zakat.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


2. Apa itu makmum masbuk dan bagaimana hukum makmum yang gerakannya mendahului imam?

Seorang makmum dikatakan masbuk apabila tertinggal satu rakaat atau lebih.

Makmum tidak boleh mendahului atau membarengi gerakan imam. Banyak hadis yang mencela makmum yang mendahului atau menyamai gerakan imam, di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut kalau Allah akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai?" (HR Muslim)

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


3. Pentingkah meluruskan dan merapatkan saf, dan apa hukumnya bagi yang melalaikan?

Meluruskan dan merapatkan barisan (saf) salat merupakan anjuran Nabi SAW untuk menyempurnakan salat jamaah. Salat jamaah tetap sah meskipun barisan kurang lurus atau kurang rapat, tapi ia menjadi kurang sempurna dalam arti nilainya berkurang.


(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

4. Ketika imam membaca surat pendek, apa yang harus dilakukan makmum, diam menyimak atau membaca Al Fatihah?

Menyimak dan mendengarkan baik-baik bacaan imam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


5. Apa yang harus makmum lakukan jika imam sudah menyelesaikan bacaannya dan melanjutkan ke gerakan berikutnya sedangkan makmum masih belum menyelesaikan bacaan?

Mengikuti imam segera setelah gerakan imam, namun disarankan agar imam tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat agar dapat diikuti oleh makmum yang bermacam-macam kemampuan bacaannya.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


6. Bagaimana Rasulullah menjamak salatnya?

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Nabi, Anas bin Malik, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW —bila melakukan perjalanan sebelum masuknya waktu Zuhur— menunda salat Zuhur ke waktu Asar, dan kemudian melaksanakan keduanya dengan jamak.

Akan tetapi, bila telah masuk waktu Zuhur sebelum berangkat, beliau mengerjakan salat Zuhur (saja) terlebih dahulu. Demikian pengamalan Rasul SAW dalam menjamak salat Zuhur dan Asar. Salat dapat dilakukan di atas kendaraan, tidak harus menunggu sehingga mengakibatkan habisnya waktu.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


7. Apa boleh salat Subuh setelah terbit Matahari karena malamnya berhubungan dengan istri tapi malas mandi waktu Subuh?

Batas akhir waktu salat Subuh adalah terbitnya matahari. Salat Subuh tidak bisa dilakukan setelah terbit matahari, apalagi 'hanya' karena alasan malas mandi setelah berhubungan suami istri. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


8. Sah atau tidak salat orang bertato?

Memang, Islam melarang tato, bahkan mengutuk perbuatan ini dengan kutukan yang amat besar, apalagi pada masa Nabi Muhammad SAW di mana tato yang 'menghiasi' badan sementara orang-orang musyrik berupa gambar-gambar yang mengandung lambang mempersekutukan Allah.

Tato harus dihilangkan. Namun demikian, agama Islam tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya sehingga kalau bekas tato itu telah diusahakan untuk dihapus tetapi tidak berhasil, atau karena yang bersangkutan tidak mampu memikul biaya menghapusnya, maka insya Allah, Tuhan akan mengampuninya selama yang bersangkutan telah menyadari kesalahannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan memohon ampunan-Nya. Salatnya pun insya Allah akan diterima oleh-Nya.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


9. Batalkah wudu jika bersentuhan dengan wanita (istri atau bukan istri) dan sebaliknya?

Ada satu hadis yang bersumber dari A'isyah RA yang menyatakan bahwa Rasul SAW mencium istri beliau, kemudian menuju ke masjid untuk salat tanpa berwudu. Hadis ini menjadi pegangan sementara ulama untuk menilai bahwa ciuman seorang suami kepada istrinya tidak membatalkan wudu.

Akan tetapi, ada juga ulama yang menilai, jangankan ciuman, persentuhan pria dan wanita pun sudah membatalkan wudhu, baik disertai syahwat maupun tidak.

Pandangan moderat mengatakan bahwa wudu baru batal jika lahir rangsangan syahwat akibat persentuhan atau ciuman itu. Perbedaan pendapat ini lahir dari perbedaan penilaian terhadap hadis-hadis Nabi SAW. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab,Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


10. Apakah salat Duha harus membaca as-Syam dan adh-Dhuha?

Salat duha boleh membaca surat apa saja yang dikuasai, tidak harus asy-Syams dan adh-Dhuha.


(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)


11. Berdoa baiknya menggunakan bahasa yang kita mengerti atau Bahasa Arab?

Imam an-Nawawi dalam bukunya Al-Majmu' menjelaskan bahwa doa di dalam salat tidak membatalkan salat. Hanya saja dinyatakannya pula bahwa ada dua macam doa yang dapat tergambar ketika seorang salat, yaitu doa dalam bahasa Arab dan doa selain dari bahasa Arab.

Adapun doa dalam bahasa Arab yang pernah diajarkan Nabi, maka para ulama sependapat tentang bolehnya, sedang doa yang tidak pernah diajarkan Nabi Muhammad SAW —walaupun dalam bahasa Arab— maka ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya. Ini berkaitan dengan pemahaman tentang larangan berbicara/mengucapkan kata-kata yang tidak pernah diajarkan Nabi.

Seperti diketahui salat adalah ibadah murni yang cara dan bacaannya telah diajarkan dan atas dasar itu Nabi bersabda dalam hadisnya yang amat populer, "Salatlah sebagaimana kamu melihat saya salat."

Saya cenderung membenarkan berdoa dengan doa apa pun—baik yang pernah diajarkan Nabi maupun yang tidak pernah diajarkannya- baik dalam bahasa Arab atau bahasa selainnya. Bukankah Nabi SAW mengajarkan bahwa, "Sedekat-dekat seseorang kepada Allah, adalah pada saat dia sujud dan karena itu perbanyaklah berdoa ketika itu" (HR. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i, melalui Abu Hurairah).

Anjuran untuk memperbanyak doa tersebut bukan hanya dari apa yang diajarkan Nabi SAW, tetapi mencakup segala yang diharapkan seorang Muslim, yang tentu saja beraneka ragam bahasa mereka, bahkan sebagian besar tidak dapat berbahasa Arab. Demikian, wallahu a’lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)


12. Apakah mata kaki tidak boleh tertutup pada waktu salat?

Memang ada beberapa hadis yang menyebutkan ancaman keras bagi orang yang melakukan isbal (menjulurkan atau memanjangkan) pakaian hingga menutup mata kaki. Di antaranya hadis dari Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan dari Abi Hurairah yang diriwayatkah oleh Imam Bukhari.

Tetapi ada juga hadis-hadis lain, yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menyebutkan bahwa larangan itu lebih didasarkan pada sikap sombong pelakunya dengan menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki.

Abu Bakar RA pernah mengadu kepada Rasulullah bahwa salah satu belahan sarungnya selalu menjulur kecuali kalau ia tarik terus menerus. Rasulullah menanggapi hal itu dengan mengatakan, "Anda tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong."

Dari situ dapat disampaikan bahwa menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki yang didorong sikap sombong termasuk dosa besar. Tetapi kalau tidak didasari sikap sombong maka itu adalah boleh. Demikian, wallahu a'lam.

(M Arifin, Dewan Pakar Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


13. Bolehkan bergonta-ganti jumlah rakaat tarawih?

Sepanjang ikhlas mengerjakannnya, meskipun berganti jumlah rakaat insya Allah tetap mendapat pahala dari Allah. Demikian, wallahu a'lam.

(Ali Nurdin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


14. Bolehkah menangis tersedu-sedu saat salat?

Jika menangis terjadi karena kekhusyukan menghayati ayat yang dibaca atau didengar dari imam, itu tidak mengapa. Ingus yang keluar mengenai mukena atau sajadah tidak membatalkan salat, dan ingus bukan najis. Tetapi apabila menangis itu terjadi karena hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan salat, itu dapat membatalkan salat. Demikian, wallahu a'lam.

(Huzaema Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


15. Apa yang dilakukan makmum  saat imam membaca ayat/surat pendek?

Pada saat imam membaca surah lain setelah al-Fatihah, makmum sebaiknya diam dan mendengarkan bacaan imam dan tidak menyibukkan diri sendiri meskipun dengan membaca surat pendek lain yang dia hafal.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


16. Apa hukum salat Jumat bolong-bolong?

Salat Jumat hukumnya wajib, meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan agama adalah dosa. Demikian, wallahu a'lam.

Bila seseorang tidak bisa melaksanakan salat Jumat karena uzur (sakit, dll) ia bisa menggantinya dengan salat dzuhur. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


17. Apakah benar hari Jumat untuk wanita salat Zuhurnya harus menunggu sampai pria selesai salat Jumat?

Wanita boleh melakukan salat Zuhur pada hari Jumat tanpa menunggu sampai jamaah selesai melakukan salat Jumat. Demikian pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni-nya. Wallahu a’lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)


18. Apakah berwudu saat ber-make up tebal sah?

Salah satu syarat sahnya wudu adalah tidak ada hal yang menghalangi air untuk mengenai kulit, seperti dibahas dalam buku Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh karya Syaikh Wahbah az-Zuhaili. Itu artinya bahwa bedak, lipstik, atau make-up yang berlebihan atau terlalu tebal dan dapat menghalangi terkenanya air ke kulit wajah, menjadikan wudu tidak sah. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


19. Apa beda salat tarawih, tahajud dan salat lail?

Mayoritas ulama mengartikan tahajud sebagai salat malam sesudah tidur malam. Tarawih dilaksanakan sesudah Isya, baik sebelum maupun sesudah tidur. Oleh karena itu, mereka membedakannya. Memang, keduanya dinamai salatullail, tetapi tarawih khusus untuk bulan Ramadan, sedangkan tahajud sepanjang tahun. Nabi SAW masih salat setelah tahajud dan atau tarawih, paling tidak, salat witir. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


20. Bolehkah salat tarawih sendirian?

Anda boleh mengerjakan salat tarawih di rumah dan boleh sendirian. Nabi SAW pernah melakukan salat tarawih di rumah. Waktunya setelah salat Isya sampai dengan menjelang fajar. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


21. Apakah salat Jumat sah jika datang saat khotib sudah naik mimbar?

Setidaknya ada dua pendapat mengenai hal ini. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa makmum yang dapat mengikuti salat bersama imam, walau pada sebagian salatnya, ia sudah dinilai salat Jumat bersama imam, meskipun hanya mendapati imam sedang bertasyahhud.

Pendapat lain, yaitu pendapat mayoritas mazhab fikih, jika makmum dapat mengikuti imam salat Jumat pada rakaat kedua ia dinilai mengikuti salat Jumat, tetapi jika ia tidak dapat mengikuti imam pada rakaat kedua maka ia harus menyempurnakannya dengan salat Zuhur. Dari situ, dapat dipahami bahwa meski terlambat dan Anda datang ke masjid pada saat khatib telah naik mimbar, salat Jumat Anda dinilai sah karena masih dapat mengikuti salat bersama imam secara utuh dua rakaat.

Meski demikian, menyegerakan datang ke masjid untuk salat Jumat sangat dianjurkan. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dan juga oleh Muslim, antara lain disebutkan bahwa orang yang datang pada kesempatan pertama seolah-olah berkurban dengan seekor unta, yang datang pada kesempatan kedua seolah-olah berkurban dengan sapi, yang datang pada kesempatan ketiga seolah-olah berkurban dengan seekor kambing, yang datang pada kesempatan keempat seolah-olah berkurban dengan seekor ayam, dan yang datang pada kesempatan kelima seolah-olah berkurban dengan sebutir telur. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


22.  Bolehkah membaca surat pendek berulang-ulang setelah al-Fatihah pada waktu salat tarawih di rakaat berikutnya?

Boleh. Tidak ada ketentuan harus membaca surat yang berbeda dalam rakaat yang berbeda.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


23. Bagaimana hukum salat di kediaman keluarga yang non muslim? Apakah salat sah?

Tidak ada larangan salat di rumah non-Muslim, selama tempat salat yang digunakan tidak najis, dan tidak ada juga di sekitar tempat salat itu benda atau patung yang dijadikan simbol yang mengandung kesan syirik/ mempersekutukan Tuhan. Salat Anda tetap sah. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)


24. Apakah sah salat jika pikiran melayang?

Salat tetap sah kalau ketika salat pikiran kita terganggu (secara tidak sengaja terlintas hal-hal lain di luar salat, sementara hati tetap berkeinginan keras untuk bisa khusyuk) sehingga tidak bisa konsentrasi 100% tertuju kepada Allah.

Salat akan batal kalau dengan sengaja kita memikirkan hal-hal lain di luar salat. Kekhusyukan bukan syarat sahnya salat, tapi syarat sempurnanya salat. Salat yang tidak khusyuk tentu kualitasnya berkurang. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


25. Bagaimana hukum mengqodho salat saat sakit?

Mengerjakan suatu kewajiban setelah berlalu waktunya disebut meng-qadha’. Seorang Muslim seharusnya melaksanakan kewajibannya, termasuk salat pada waktu yang ditetapkan. Dia berdosa jika menangguhkannya sampai waktunya lewat, kecuali jika ada uzur.

Dalam Perang Khandaq, Nabi Muhammad SAW berada dalam situasi yang begitu mencekam, sehingga tidak sempat mengerjakan empat salat sampai jauh malam. Akhirnya, beliau melaksanakan salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya secara berturut-turut dengan diselingi iqamah. Demikian riwayat yang berasal dari at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ahmad. Memang, setiap orang yang mempunyai kewajiban harus menunaikannya, "(Utang kepada) Allah lebih wajar untuk ditunaikan" (HR Bukhari dan an-Nasa'i dari Ibnu 'Abbas).

Disepakati oleh para ulama bahwa wanita yang sedang haid dan baru melahirkan (nifas), dan orang kafir yang belum pernah memeluk Islam, atau orang gila, semuanya, tidak wajib meng-qadha’ salatnya. Orang yang ketiduran, lupa, atau dalam situasi yang tidak mengizinkan (takut menyangkut diri atau orang lain seperti bidan atau dokter yang sedang menjaga pasien gawat) dituntut meng-qadha' salatnya.

Ketika itu, mereka tidak dinilai berdosa. Qadha' harus dilaksanakan segera begitu uzur atau halangan tadi terselesaikan. Jika seseorang berkali-kali tidak mengerjakan salat, baik karena uzur maupun tidak, maka dia harus memperkirakan dan bahkan harus menduga keras atau meyakini —berapa kali dia tidak mengerjakan salat dan kemudian meng-qadha'-nya.

Adapun orang sakit yang telah wafat dan tidak dapat melaksana-kan salat, walau dengan isyarat, ketika sakit, maka dalam mazhab Abu Hanifah, dia tidak wajib memberi wasiat untuk membayar kafarat atau fidyah. Adapun bagi yang mampu mengerjakan salat —walau dengan isyarat— tetapi tidak melaksanakannya, maka dalam kasus semacam ini dia harus berwasiat agar keluarganya membayar kafarat, tentu saja, dari harta yang ditinggalkannya. Keluarga boleh juga secara sukarela —bila yang bersangkutan tidak berpesan atau tidak memiliki harta— untuk membayarkan fidyah atau kafaratnya.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)

Demikian semoga bermanfaat.

Wasalam.

Tidak ada komentar