Bulan Ramadhan, Bulan untuk Bersyukur
Bulan Ramadhan, Bulan untuk Bersyukur
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan selain memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya sehingga pada kesempatan ini, tahun ini, kita masih diberikan kekuatan, napas serta kesehatan sehingga kita masih dipertemukan oleh bulan Ramadhan tahun ini. Marilah kita sambut Ramadhan dengan perasaan riang gembira serta mengucapkan “Marhaban ya Ramadhan” sambutan yang berarti penuh kegembiraan, lapang dada, suka cita dan tidak ada batasan pada tamu yang sangat dinantikan oleh seluruh umat islam seluruh dunia.
Jamaah yang dirahmati oleh Allah SWT
Perhatikanlah ketika dibicarakan mengenai bulan Ramadhan lantas ditutup dengan syukur. Faedahnya, bulan Ramadhan ini mengajarkan kita untuk pandai bersyukur.
Allah Ta’ala berfirman,
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ” (QS. Al Baqarah: 185).
Ini menunjukkan bahwa setelah kita mendapatkan nikmat besar di bulan Ramadhan dengan berpuasa, maka hendaklah ditutup dengan syukur.
As Sa’di berkata, “Kita diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur karena taufik, kemudahan, peringatan yang telah diberikan di bulan Ramadhan. Syukur ini diwujudkan dengan banyak bertakbir seusai Ramadhan. Takbir ini disuarakan mulai dari terlihatnya hilal Syawal hingga selesainya khutbah ‘ied.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87).
Apa hakekat syukur itu sendiri?
Ibnu Taimiyah berkata,
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.” (Majmu’ Al Fatawa, 11: 135)
Ketika menafsirkan tentang syukur pada ayat 185 dari surat Al Baqarah, Ibnu Katsir berkata, “Jika kalian telah melakukan perintah yang wajib, meninggalkan keharaman, dan menjaga batasan-batasan Allah, maka kalian seperti itu disebut orang yang bersyukur.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 62).
Intinya, syukur bukanlah dengan maksiat, syukur dibuktikan dengan ketaatan pada Allah ….
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim mengatakan,
كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” (Hilyatul Awliya’, 1: 497)
Mukhollad bin Al Husain mengatakan,
الشكر ترك المعاصي
“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 159)
Syukur akan terus menambah nikmat dan membuat nikmat itu terus ada. Hakekat syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.
Ibnu Abid Dunya menyebutkan hadits dari ‘Abdullah bin Shalih, ia berkata bahwa telah menceritakan padanya Abu Zuhair Yahya bin ‘Athorid Al Qurosyiy, dari bapaknya, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يرزق الله عبدا الشكر فيحرمه الزيادة
“Allah tidak mengaruniakan syukur pada hamba dan sulit sekali ia mendapatkan tambahan nikmat setelah itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kalian mau bersyukur, maka Aku sungguh akan menambah nikmat bagi kalian.” (QS. Ibrahim: 7) (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 124)
Al Hasan Al Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah memberi nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika seseorang tidak mensyukurinya, maka nikmat tersebut berbalik jadi siksa.”
Ibnul Qayyim berkata, “Oleh karenanya orang yang bersyukur disebut hafizh (orang yang menjaga nikmat). Karena ia benar-benar nikmat itu terus ada dan menjaganya tidak sampai hilang.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 148)
Hikmah Ramadhan, moga mengantarkan kita pada derajat syukur dan menjadi hamba yang bersyukur. Hanya Allah yang memberi taufik.
Sungguh bulan Ramadhan memiliki kedudukan istimewa daripada 11 bulan yang lain. Semoga kita masih bisa dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang akan datang...Aamiin
Post a Comment