Bahtsul Masail
Bahtsul Masail
*Pengertian Bahtsul Masail *- Bahtsul Masail merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata, yaitu bahtsul yang berarti : pembahasan dan masa’il bentuk jamak dari masalah yang berarti : masalah-masalah. Dengan demikian bahtsul masa’il secara bahasa mempunyai arti : pembahasan masalah -masalah.
Bahtsul masail sering kita lihat dalam tradisi keilmuan (diskusi yang membahas berbagai persoalan), merupakan aktifitas akademik pesantren yang telah mengakar dari generasi ke generasi , ini bukan diskusi biasa, melainkan forum ilmiah yang dalam melakukan kajian dan mujadalah diatur sesuai dengan standar akademik yang ketat.
Baik dalam acara rujukan, metode berfikir dan cara pemaknaan.
_Bathsul Masail adalah salah satu forum diskusi keagamaan dalam organisasi NU untuk merespon dan memberikan solusi atas problematika aktual yang mucul dalam kehidupan masyarakat_. Dari segi historis maupun operasionalitas, bahtsul masail merupakan forum yang sangat dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Dikatakan dinamis sebab persoalan (masail) yang digarap selalu mengikuti perkembangan (trend) hukum di masyarakat.
Sedangkan demokratis karena dalam forum tersebut tidak ada perbedaan antara kyai, santri baik yang tua maupun yang muda. Pendapat siapa pun yang paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan "berwawasan luas" sebab dalam bahtsul masail tidak ada dominasi madzhab dan selalu sepakat dalam khilaf. Salah satu contoh untuk menunjukkan fenomena "sepakat dalam khilaf" ini adalah mengenai status hukum dalam bunga bank.
Dalam memutuskan masalah ini tidak pernah ada kesepakatan ada yang mengatakan halal, haram dan subhat. Ini terjadi sampai muktamar NU tahun 1971 di Surabaya. Muktamar tersebut tidak mengambil sikap.
Keputusannya masih tiga pendapat: halal, haram dan subhat.
Ini sebetulnya langkah antisipatif NU sebab ternyata setelah itu berkembang berbagai bank dan lembaga keuangan modern yang dikelola secara profesional. Orang pada akhirnya tidak bisa menghindar dari persoalan yang berkaitan dengan bunga bank.
Melalui forum Bathsul Masail, para ulama NU selalu aktif menggandengkan pembahasan tentang problematika aktual tersebut dengan berusaha secara optimal untuk memecahkan kebuntuhan hukum Islam akibat dari perkembangan sosial masyarakat yang terus menerus dan tanpa mengenal batas, sementara secara tekstual tidak terdapat landasannya dalam al-Qur'an dan hadis, atau ada landasannya, namun pengungkapannya secara tidak jelas.
Menghadapi sebuah kenyataan seperti ini disertai dengan perubahan masyarakat yang begitu cepat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dampaknya ikut mempengaruhi sosial keagamaan baik dalam aspek akidah maupun muamalah yang kadang-kadang belum diketahui dasar hukumnya, atau sudah diketahui, namun masyarakat umum belum mengetahui,
maka para ulama' NU merasa bertanggung jawab dan terpanggil untuk memecahkannya melalui bahtsul Masail dalam muktamar, musyawarah nasional dan konferensi besar sebagai forum tertinggi NU yang memiliki otoritas untuk merumuskan berbagai masalah keagamaan, baik Masail diniyah waqi'iyyah maupun maudhu'iyyah.
Beberapa kajian terhadap kegiatan Bathsul Masail di lingkungan NU yang selama ini ada, masih terdapat beberapa kelemahan.
Diantaranya adalah kelemahan teknis (kaifiyat al-bahst) dalam penyelenggaraannya yang masih berpola qauli dan kelemahan penyebarannya yang belum merata serta kurang bisa dipahami oleh warga NU dan umat Islam secara lebih luas.
Padahal ittifaq hukum di kalangan NU melalui Bathsul Masail ini dipercaya menjadi tradisi dan pembimbing kehidupan mereka.
Bagi NU, bahtsul Masail tidak saja dimanfaatkan sebagai forum yang sarat dengan muatan kitab-kitab klasik, tetapi juga merupakan lembaga di bawah NU yang menjadi kawah candra dimuka yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hukum agama bagi kaum nahdliyyin.
Karena dengan bathsul Masail, fatwa-fatwa hukum yang dihasilkan akan tersosialisasikan ke daerah-daerah di pelosok tanah air.
Bahkan bagi masyarakat NU yang awam, keputusan bathsul Masail ini dianggap sebagai rujukan dalam praktek kehidupan beragama sehari-hari.
Bathsul Masail atau lembaga Bahtsul Masail Diniyah (lembaga masalah-masalah keagamaan) dilingkungan NU adalah sebuah lembaga yang memberikan fatwa-fatwa hukum keagamaan kepada umat Islam.
Hal ini menuntut bathsul Masail untuk mampu membumikan nilai -nilai Islam sekaligus mengakomodir berbagai pemikiran yang relevan dengan kemajuan zaman dan lingkungan sekitarnya.
Sebagai sebuah lembaga fatwa, bathsul Masail menyadari bahwa tidak seluruh peraturan-peraturan syari'at Islam dapat diketahui secara langsung dari nash Al-qur'an (Al-Nushush Al-Syar'iyyah), melainkan banyak aturan-aturan syari'at yang membutuhkan daya nalar kritis melalui istimbath hukum.
Tidak sedikit ayat-ayat yang memberikan peluang untuk melakukan istimbath hukum baik dilihat dari kajian kebahasaan maupun esensi makna yang dikandungnya.
Keterlibatan ulama-ulama NU dalam lembaga ini sangatlah signifikan mengingat tugas berat yang harus diselesaikan.
Dengan latar belakang ilmu-ilmu sosial keberagamaan yang dipe roleh dipesantren, ulama NU membahas persoalan-persoalan kontemporer dari persoalan ibadah maghdhah hingga persoalan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta hal-hal yang bertalian dengan kehidupan keseharian. Para ulama memberikan alternatif jawaban yang terbaik sebagai rasa tanggung jawab sosial
keberagamaan.
Praktek bahtsul masail telah berlangsung sejak NU didirikan yakni,13 Rabi' Al Tsani 1345 H/21 oktober 1926 M. Waktu itu dilakukan bathsul Masail NU yang pertama kali. Untuk itu untuk melihat setting historis bathsul Masail harus mengetahui proses sejarah NU didirikan.
Hukum Memberikan Zakat Kepada Kiyai
Latar Belakang Masalah :
Pada saat hari Raya Idul Fitri disebuah desa sebut saja desa Kalisasak, model pendistribusian zakat fitrahnya dikumpulkan pada seorang Kiyai.
Namun pada saat dibagi bagikan ada juga yang dialokasikan untuk madrasah dan masjid.
Pertanyaan :
Bolehkah Bapak Kiyai mendistribusikan zakat fitrah tersebut pada masjid
dan madrasah ? Karena masalah ini (masalah zakat pada masjid dan madrasah) sering menjadi polemik di masyarakat, pendapat mana yang kuat dan bisa dibuat “ tetanggenan “ ?
Jawaban :
Hukum pendistribusian zakat pada masjid dan madrasah terjadi khilaf:
Kalau Kiyai tersebut termasuk mustahiqquzzakat dan zakat diberikan padanya maka tasaruf-nya sah, termasuk shodaqoh.
Kalau kiyai tersebut termasuk amil maka pendistribusian tersebut tidak diperbolehkan kecuali menurut pendapat yang mentafsiri sabilillah adalah sabilil khoir sebagaimana dalam kitab:
Tafsir Munir Juz I Hal 344
Tafsir Khozin Juz II Hal 92
Jawahirul Bukhori 173
Mau’idlotul Mu’minin Juz I Hal 55
الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص: 1958
هل تعطى الزكاة لغير هذه الأصناف ؟ اتفق جماهير فقهاء المذاهب على انه لا يجوز صرف الزكاة إلى غير من ذكر الله تعالى من بناء المسجد والجسور والقناطر إلخ
بغية المسترشدين 106
(مسئلة) لا يستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا لا يجزء صرفها إلا لحر المسلم ليست الزكاة كالوصية.
تفسير المنير الجزء الأول ص: 244
(فى سبيل الله) ويجوز للغازى ان يأخذ من مال الزكاة وإن كان غنيا كما هو مذهب الشافعية ومالك واسحق وقال أبو حنيفة وصاحباه لا يعطى إلا إذا كان محتاجا ونقل القفال عن بعض الفقهاء أنهم اجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المسجد لان قوله تعالى فى سبيل الله عام فى الكل
الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص: 876
أتفق جماهير فقهاء المذاهب على أنه لا يجوز صرف الزكاة إلى غير من ذكر الله تعالى من بناء المساجد ونحو ذلك من القرب التى لم يذكرها الله تعالى مما لا تمليك فيه: لأن الله سبحانه وتعالى قال (إنما الصدقات للفقرء) وكلمة إنما للحصر والإثبات. ثبت المذكور وتنقضى ما عداه فلا يجوز صرف الزكاة إلى هذه الوجه: لأنه لم يوجد التمليك اصلا، لكن فسر الكسانى فى البدائع سبيل الله بجميع القرب فيدخل فيه كل من سعى فى طاعة الله وسبيل الخيرات إذا كان محتاجا لأن فى سبيل الله عام فى الملك اى يشمل عمارة المسجد ونحوها مما ذكر وفسر بعض الحنيفية "فى سبيل الله" بطلب العلم ولو كان الطلب عنيا.
Post a Comment