Istighfar Nabi Muhammad Setiap Harinya
Istighfar Nabi Muhammad Setiap Harinya
وعَنْ أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhubeliau berkata: Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Demi Allâh aku sungguh beristighfar dan bertaubat kepada Allâh setiap harinya lebih dari tujuh puluh kali. [HR. Al-Bukhari]
SAHABAT PERAWI HADITS
Perawi hadits ini adalah sahabat Nabi yang mulia Abu Hurairah Abdurrahmân bin Shakhr ad-Dausi yang terkenal dengan kunyah beliau “Abu Hurairah”. Beliau masuk Islam pada tahun peristiwa perang Khaibar dan mulazamah (belajar) kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama empat tahun. Beliau selalu bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana saja berada dan bersungguh-sungguh serta bersemangat sekali dalam menghafal hadits, sehingga menjadi sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jumlah hadits yang beliau riwayatkan 5374 hadits dan orang yang meriwayatkan hadits dari beliau lebih dari delapan ratus orang dari kalangan para Sahabat dan Tabi’in.
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menjadi salah satu ulama besar dan ahli fatwa dikalangan sahabat dan terkenal dengan kewibawaan, ibadah dan sifat rendah hatinya. Imam al-Bukhari menyatakan, beliau memiliki delapan ratus murid atau lebih. Beliau meninggal dunia di kota Madinah pada tahun 57 H dan dimakamkan di pekuburan Baqi’. [Lihat biografi beliau di Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/362, al-Isti’âb Fi Ma’rifatil Ash-hâb karya ibnu Abdilbarr hlm 862, Asadul Ghâbah fi Ma’rifatish-Shahabat; Ibnu Atsir 6/313 dan al-Ishâbah hlm 1570].
TAKHRIJ HADITS
Hadits yang mulia ini dikeluarkan Imam al-Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, kitab ad-Da’awât, Bab Istighfâr an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fil Yaumi wal lailah no. 6307.
PENJELASAN HADITS
Setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan anggota tubuh seperti panca indera untuk dapat menunaikan tugas dan beban kehidupan. Allâh Azza wa Jalla telah menganugerahkan nikmat yang tidak terhitung dan terbilang, diantaranya nikmat pendengaran, penglihatan dan hati. Tiga nikmat yang agung yang Allâh Azza wa Jalla ingatkan dalam firman-Nya:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. [Al-Isra’/17:36]
Hadits yang mulia ini mengisyaratkan tentag nikmat-nikmat yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada hamba-Nya adalah sarana yang dapat digunakan untuk menghadapi perubahan-perubahan kehidupan dan memperkuat kemampuan manusia memakmurkan alam ini. Namun semua sarana jasmani akan kehilangan nilai dan tugas hakiki nya dalam kehidupan apabila tidak menjadikan hati sebagai timbangan dan standar yang mengatur gerakan dan aktifitas hidupnya. Hati akan stabil apabila mendapatkan taufiq dari Allâh dan selalu mentaati perintah dan larangan Allâh Azza wa Jalla .
Nilai-nilai in terkandung dalam hadits yang mulia ini yang disampaikan secara ringkas. Lihatlah sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allâh tidak melihat kepada bentuk dan harta kalian, akan tetapi melihat kepada hati dan amalan kalian [HR Muslim no. 2564].
Allâh Azza wa Jalla juga menegaskan hal ini dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, [Al-Anfâl/8:2]
Semua ini dapat terealisasikan secara sempurna dengan hati yang bersih dari dosa dengan taubat dan istighfar serta ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
Demikian juga hadits yang mulia ini memaparkan dihadapan seorang Muslim satu permasalahan iman, contoh nyata prilaku Islami dan contoh hubungan antara seorang hamba dengan Sang Penciptanya.
Permasalahan dan contoh nyata ini dipaparkan dalam satu contoh terbaik dan qudwah teragung yaitu prilaku Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semangat Beliau untuk terus mengadakan hubungan tak terputus dengan Rabbnya Azza wa jalla.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dengan istighfar dalam uslub sumpah (qasam) dengan menyatakan: “Demi Allâh aku sungguh beristighfar dan bertaubat kepada Allah” menegaskan nilai tinggi istighfar dan keutamaan taubat. Juga berisi perintah syariat untuk menggunakan uslub sumpah untuk menguatkan dan menegaskan satu perkara agar semua segera melaksanakan hal tersebut.
Sabda Beliau: “lebih dari tujuh puluh kali” merupakan bentuk anjuran kepada umat ini untuk bertaubat dan beristighfar, karena Beliau seorang yang makshum dan sebaik-baiknya makhluk beristighfar dan bertaubat lebih dari tujuh puluh kali. Istighfar Beliau bukan dari sebab dosa tapi dari sebab keyakinan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa diri Beliau tidak sempurna dalam ibadah yang layak bagi Allâh Azza wa Jalla . Sedang dalam hadits lainnya:
«إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي، وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ»
Sungguh terjadi pada kalbuku futur dan aku sungguh beristighfar kepada Allâh dalam sehari seratus kali. [HR Muslim].
Maksud dari al-Ghain disini adalah futur dari dzikir yang seharusnya Beliau kontinyukan sebagaimana dijelaskan al-Hafizh mengambil riwayat dari Iyâdh , bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila terhenti dari dzikir yang seharusnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kontinyukan, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam anggap sebagai dosa sehingga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighfar untuk menampakkan penghambaannya dan syukur kepada Allâh Azza wa Jalla .
FAEDAH HADITS
Hadits yang mulia ini memberikan beberapa faedah diantaranya:
Anjuran memiliki niat yang baik dan urgensi perbaikan hati.
Hadits ini membimbing kita untuk mengobati penyakit hati dan indera kita serta rasa bangga yang memperdaya manusia, karena kekayaan dan kekuatan yang dimilikinya. Diantara obat tersebut adalah memperbanyak istighfar.
Arti penting istighfar dan anjuran untuk bertaubat dan beristighfar. Demikianlah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan hal tersebut dengan memberitahukan kepada kita bahwa beliau -walaupun sudah jelas diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang- masih memperbanyak istighfar dan taubat, lalu bagaimana dengan kita? Para rasul yang lainnya juga menganjurkan umatnya untuk memperbanyak taubat dan istighfar, seperti yang Allâh Azza wa Jalla firmankan melalui lisan nabi Shalih :
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata:”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Ilah selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”.[Hud/11:61]
Dalam hadits ini ada anjuran memperbanyak istighfar, karena kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh manusia banyak sekali. Setiap hari, manusia berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada Khaliq (Allâh Maha Pencipta) maupun dosa kepada makhluk-Nya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan kesalahan dan dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar, berdusta, melaknat, sumpah palsu, menuduh, membicarakan aib sesama muslim (ghibah), mencela, mengejek, menghina, mengadu domba, memfitnah, dan lain-lain. Telinga sering mendengarkan lagu dan musik yang jelas bahwa hukumnya haram, tangan sering menyentuh perempuan yang bukan mahram, mengambil barang yang bukan miliknya (ghasab), mencuri, memukul, bahkan membunuh, atau melakukan kejahatan yang lainnya. Kaki pun sering melangkah ke tempat-tempat maksiat dan dosa-dosa lainnya.
Karena itu, setiap orang tidak boleh lepas dari istighfar (minta ampun kepada Allâh) dan selalu bertaubat kepada-Nya, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Setiap hari Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampun kepada Allâh Azza wa Jalla sebanyak seratus kali. Bahkan dalam suatu hadits disebutkan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ampun kepada Allâh Azza wa Jalla seratus kali dalam satu majelisnya. seperti disampaikan Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhu yang berkata,
إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ، رَبِّ اغْفِرْلِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَّابُ الرَّحِيْمُ.
Kami pernah menghitung di satu majelis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa seratus kali Beliau mengucapkan, ‘Ya Rabb-ku, ampunilah aku dan aku bertaubat kepada-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [HR. At-Tirmidzi (no. 3434), Abu Dawud (no. 1516) dan Ibnu Majah (no. 3814). Syeikh al-Albani menshahihkannya, Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/153 no. 2731)].
Hadits ini juga menunjukkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak beristighar dan bertaubat. Tentang hal ini dijelaskan banyak ayat diantaranya:
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allâh itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu petang dan pagi. [Al-Mukmin(Ghafir)/40:55]
Demikian juga para nabi dan rasul sebelum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Lihat taubatnya nabi Adam yang dikisahkan dalam firman-Nya:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Keduanya berkata:”Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. [al-A’râf/7:23]
dan firman-Nya:
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ ﴿١٢١﴾ ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَىٰ
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di)Surga, dan durhakalah Adam kepada Rabb dan sesatlah ia.Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. [Thaha/20:121 – 122]
Sedang taubat nabi Nuh Alaihissallam dikisahkan dalam firman-Nya:
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Nuh berkata:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi”. [ Hud/11:47]
Nabi Ibrahim Alaihissallam dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang Mu’min pada hari terjadinya hisab (hari Kiamat)”. [Ibrahim/14:41]
Taubat nabi Musa dikisahkan dalam firman-Nya:
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Rabb telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa:”Ya Rabbku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Rabb berfirman:”Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:”Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman”. [al-A’râf/7:143]
Taubat nabi Daud Alaihissallam dalam firman-Nya:
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ ۗ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ﴿٢٤﴾فَغَفَرْنَا لَهُ ذَٰلِكَ ۖ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَآبٍ
Daud berkata sesungguhnya dia telah berbuat zhalim kepadapmu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini”.Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Rabbnya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. [Shâd/38:24-25]
Nabi Sulaiman Alaihissallam dalam firman-Nya:
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Ia berkata:”Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi”. [Shad/38:35]
Mereka saja demikian, lalu bagaimana dengan kita semua?!
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak ibadahnya. Hal ini karena ialah orang yang paling mengenal Allah, paling takut dan paling taqwa kepada Allah.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang mengajari manusia kebaikan dengan lisan dan perbuatannya.
Demikian, semoga bermanfaat. Wabillâhittaufiq.
Post a Comment