Tidak Boleh Mencela Waktu

Tidak Boleh Mencela Waktu 

Apapun kesulitan dan kesusahan yang kita hadapi, jangan sekali-kali kita menyalahkan waktu dan mencelanya. Kita yakini bahwa itu semua merupakan ketetapan Allah, dan kita hadapi dengan sabar.

Larangan mencela waktu

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تَسُبُّوا الدَّهْرَ، فإنَّ اللَّهَ هو الدَّهْرُ

“Jangan mencela ad dahr (waktu), karena Allah adalah ad dahr” (HR. Muslim no. 2246).

Dalam riwayat lain:

لا يَقُولَنَّ أحَدُكُمْ يا خَيْبَةَ الدَّهْرِ، فإنَّ اللَّهَ هو الدَّهْرُ

“Janganlah kalian mengatakan: duh ini waktu yang sial! Karena Allah adalah ad dahr” (HR. Muslim no.2246).

Maksud dari “Allah adalah ad dahr” dijelaskan dalam riwayat lain. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قالَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ: يُؤْذِينِي ابنُ آدَمَ يقولُ: يا خَيْبَةَ الدَّهْرِ فلا يَقُولَنَّ أحَدُكُمْ: يا خَيْبَةَ الدَّهْرِ فإنِّي أنا الدَّهْرُ، أُقَلِّبُ لَيْلَهُ ونَهارَهُ، فإذا شِئْتُ قَبَضْتُهُما

“Allah ‘azza wa jalla berfirman: manusia telah mencelaku ketika mereka mengatakan: duh ini waktu yang sial! Maka janganlah kalian mengatakan: duh ini waktu yang sial! Karena Aku adalah ad dahr. Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang. Jika Aku ingin, maka Aku akan tahan keduanya” (HR. Muslim no.2246).

Dalam riwayat lain:

لا تسبوا الدهر، فإن الله عز وجل قال: أنا الدهر: الأيام والليالي لي أجددها وأبليها وآتي بملوك بعد ملوك

“Jangan mencela ad dahr (waktu), karena Allah ‘azza wa jalla berfirman: Aku adalah ad dahr, siang dan malam adalah kepunyaan-Ku, Aku yang memperbaharuinya dan membuatnya usang. Dan Aku pula yang mendatangkan para raja yang saling bergantian berkuasa” (HR. Ahmad no.22605, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 532).

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas:

ومعنى ” فإن الله هو الدهر ” أي : فاعل النوازل والحوادث وخالق الكائنات  والله أعلم

“Makna dari [karena Allah adalah ad dahr] adalah: Allah yang menakdirkan terjadinya peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dan Allah adalah pencipta seluruh yang ada dan terjadi. Wallahu a’lam” (Syarah Shahih Muslim, 3/15).

Faedah dari hadits ini adalah terlarangnya mencela waktu. Seperti mengatakan “hari ini hari apes”, “malam yang terlaknat”, “bulan depan bulan sial”, “bulan Safar bulan sial”, “sialan tau-tau udah sore”, dan semisalnya.

Karena yang membolak-balik waktu dan yang menguasainya adalah Allah. Mencela waktu berarti mencela Allah secara tidak langsung.

Keyakinan orang Jahiliyyah

Sababul wurud hadits ini adalah untuk mengoreksi perbuatan orang-orang Jahiliyyah yang mereka ketika mendapatkan musibah atau kesialan, kemudian mereka mencela waktu. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

قال الشافعي وأبو عبيدة وغيرهما في تفسير قوله صلى الله عليه وسلم : ” لا تسبوا الدهر فإن الله هو الدهر ” كانت العرب في جاهليتها إذا أصابهم شدة أو بلاء أو نكبة قالوا : ” يا خيبة الدهر ” فيسندون تلك الأفعال إلى الدهر ويسبونه وإنما فاعلها هو الله تعالى فكأنهم إنما سبوا الله عز وجل لأنه فاعل ذلك في الحقيقة فلهذا نهى عن سب الدهر بهذا الاعتبار لأن الله تعالى هو الدهر الذي يصونه ويسندون إليه تلك الأفعال .وهذا أحسن ما قيل في تفسيره ، وهو المراد . والله أعلم

“Asy Syafi’i, Abu Ubaidah dan yang lainnya menafsirkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam [Jangan mencela ad dahr (waktu), karena Allah adalah ad dahr] yaitu bahwa orang Arab di masa Jahiliyyah dahulu ketika mendapatkan kesusahan atau musibah, mereka mengatakan: duhai waktu yang sial! Mereka menyandarkan kesialan kepada waktu dan mencelanya. Padahal yang menciptakan adanya musibah adalah Allah ta’ala. Maka seakan-akan mereka mencela Allah ‘azza wa jalla, karena pada hakekatnya musibah tersebut dari Allah. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang mencela waktu dari sisi ini. Karena Allah ta’ala lah ad dahr yaitu yang menciptakan waktu dan semua kejadian disandarkan kepada Allah. Inilah penafsiran yang paling bagus, dan memang ini yang dimaksud oleh Nabi. Wallahu a’lam” (Tafsir Ibnu Katsir, 12/364).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga menjelaskan:

الدهر هو الزمان، ومعنى لا تسبُّوا الدهر؛ لأنَّ الدهر ليس عنده تصرُّفٌ، المتصرف في الدهر هو الله وحده، ولهذا قال ﷺ: لا تسبُّوا الدهر، فإنَّ الله هو الدهر، يُقلِّب ليلَه ونهارَه يعني: هو المتصرف فيه سبحانه وتعالى. والدهر هو الزمان، كانوا في الجاهلية يقولون: ما يُهلكنا إلا الدهر، فأنكر الله عليهم ذلك، فالدهر هو الزمان، لا يُسبُّ؛ لأن سبَّه سبٌّ لما لا يستحق السبَّ، ليس في يده تصرُّفٌ، المتصرف هو الله وحده، هو الذي يُقلِّب الليلَ والنَّهار، وينزل ما ينزل، ويقدر ما يقدر 

Ad dahr artinya waktu. Makna dari sabda Nabi [jangan mencela waktu] adalah karena waktu itu tidak bisa melakukan apa-apa. Yang menciptakan semua kejadian adalah Allah semata. Oleh karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda [jangan mencela waktu, karena Allah adalah ad dahr, Dialah yang membolak-balikkan malam dan siang]. Maksudnya, Allah yang mengatur semuanya. Dan ad dahr artinya waktu. Dahulu orang-orang Jahiliyyah biasa mengatakan: tidak ada yang membinasakan kami kecuali ad dahr (waktu). Maka Allah pun mengingkari mereka. Maka ad dahr itu waktu, tidak boleh dicela. Karena mencela waktu berarti mencela sesuatu yang tidak layak dicela. Karena waktu tidak bisa mengatur apa-apa. Yang mengatur semuanya adalah Allah semata. Dia lah yang membolak-balikkan malam dan siang, menurunkan apa yang ingin diturunkan dan menakdirkan apa yang ditakdirkan” (Sumber: binbaz.org.sa).

Rincian hukum menyebutkan keburukan waktu

Mungkin muncul suatu pertanyaan dalam benak kita, jika kita mengatakan “cuaca saat ini sedang buruk”, atau “suasana siang hari ini sedang tidak bersahabat”, atau semisalnya, apakah termasuk mencela waktu yang terlarang?

Perlu diketahui, menyebutkan waktu dengan sifat keburukan ada tiga macam. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

سب الدهر ينقسم إلى ثلاثة أقسام .

القسم الأول : أن يقصد الخبر المحض دون اللوم : فهذا جائز مثل أن يقول ” تعبنا من شدة حر هذا اليوم أو برده ” وما أشبه ذلك لأن الأعمال بالنيات واللفظ صالح لمجرد الخبر .

القسم الثاني : أن يسب الدهر على أنه هو الفاعل كأن يقصد بسبه الدهر أن الدهر هو الذي يقلِّب الأمور إلى الخير أو الشر : فهذا شرك أكبر لأنه اعتقد أن مع الله خالقا حيث نسب الحوادث إلى غير الله .

القسم الثالث : أن يسب الدهر ويعتقد أن الفاعل هو الله ولكن يسبه لأجل هذه الأمور المكروهة : فهذا محرم لأنه مناف للصبر الواجب وليس بكفر ؛ لأنه ما سب الله مباشرة ، ولو سب الله مباشرة لكان كافراً .

“Menyebutkan waktu dengan keburukan ada 3 macam:

Pertama, dalam rangka murni memberi informasi, bukan untuk mencela. Maka ini hukumnya boleh. Seperti mengatakan: “panas hari ini membuat kita kelelahan” atau “udara dingin hari ini membuat kita kesulitan”, atau semisalnya. Karena amalan itu tergantung niatnya. Dan kalimat seperti itu dibenarkan karena sekedar memberikan informasi.

Kedua, mencela waktu dengan keyakinan bahwa waktu lah yang mengatur kejadian-kejadian. Seperti meyakini bahwa waktu lah yang mengatur kejadian buruk atau kejadian baik. Maka ini termasuk syirik akbar. Karena meyakini ada pihak lain selain Allah yang bisa mencipta, yaitu ketika kejadian-kejadian dinisbatkan kepada selain Allah.

Ketiga, mencela waktu namun masih meyakini bahwa yang mengatur adalah Allah namun waktu dicela karena adanya perkara yang tidak ia sukai. Ini hukumnya haram karena menunjukkan tidak adanya kesabaran yang hukumnya wajib, namun ini bukan kekufuran. Karena ia tidak mencela Allah secara langsung. Andaikan ia mencela Allah secara langsung, maka barulah itu termasuk kekufuran” (Fatawa Al Aqidah, 1/197).

Maka hendaknya seorang Muslim tidak mencela waktu apapun kesulitan dan kesusahan yang ia hadapi. Seorang Muslim harus yakin bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah, sudah semestinya dihadapi dengan penuh kesabaran dan berusaha tidak menerjang syariat-Nya.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar