Tidak Ada Angka Keramat Dalam Islam
Tidak Ada Angka Keramat Dalam Islam
Segala sesuatu terjadi di alam semesta karena kehendak Allah ‘Azza Wajalla. Tidak ada satu pun yang dapat memberikan manfaat atau menimbulkan bahaya, kecuali karena Allah Ta’ala telah menghendakinya terjadi. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102)
Ketika menjelaskan ayat di atas,
فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Maka, Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah.”
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan,
وفي هذه الآية وما أشبهها أن الأسباب مهما بلغت في قوة التأثير، فإنها تابعة للقضاء والقدر ليست مستقلة في التأثير
“Di dalam ayat ini atau yang semisal dengannya menjelaskan bahwa sebab-sebab yang Allah tetapkan seberapa pun berpengaruh akan tetap mengikuti ketetapan Allah ‘Azza Wajalla dan tidak berdiri sendiri. ” (Tafsir As-Sa’di, hal. 61)
Allah ‘Azza Wajalla menciptakan beberapa jenis sebab,
Pertama, sebab kauniy, seperti makan sebagai sebab memperoleh rasa kenyang dan penghalau lapar, minum sebagai pelepas dahaga, dan lain-lain.
Kedua, sebab syar’iy, seperti maksiat menjadi sebab seorang celaka, ketaatan merupakan sebab seseorang mendapatkan kebaikan, dan lain-lain.
Menjadikan angka sebagai patokan keberhasilan dan kesialan
Ketika seseorang menisbatkan sesuatu kepada hal yang dinilainya sebagai sebab, padahal tidak memiliki keterkaitan sebab-akibat, maka boleh jadi ia terjatuh ke dalam kesalahan. Seperti terlarangnya thiyarah dalam Islam, yaitu ketika seseorang mengaitkan sesuatu yang tidak berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan.
Termasuk ketika seseorang mengaitkan kesialan dengan sebagian angka. Dan sungguh disayangkan, inilah yang banyak kita saksikan di beberapa tempat. Lift yang meniadakan tombol 4, angka 13 yang dianggap lambang kesialan, dan yang semisal dengannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
لا عَدْوَى وَلا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ
“Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya, tidak ada thiyarah. Dan yang membuatku kagum adalah al fa’lu.” (Rasulullah ditanya), apa itu al fa’lu? (Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab), yaitu kalimat-kalimat yang baik.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)
Dalam sabda yang lain, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan,
الطِيَرة شرك
“Thiyarah termasuk di antara kesyirikan.” (HR. Ahmad no. 4194, Abu Dawud no. 3910, At Tirmidzi no. 1614, dan Ibnu Majah no. 3538)
Keyakinan dengan angka-angka semisal ini tidak akan berakibat baik bagi pelakunya. Bahkan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menyebutkan dampak buruknya,
وإذا ألقى المسلم باله لهذه الأمور فلا يخلو من حالين : الأولى أن يستجيب لها فيقدم أو يحجم ، فيكون حينئذ قد علَّق أفعاله بما لا حقيقة له .
الثانية أن لا يستجيب ، بأن يقدم ولا يبالي لكن يبقى في نفسه شيء من الهم أو الغم وهذا وإن كان أهون من الأول إلا أنه يجب عليه ألا يستجيب لداعي هذه الأمور مطلقا وأن يكون معتمدا على الله عز وجل
“Ketika pikiran seorang muslim merespon perkara yang seperti ini, maka tidak terlepas dari dua kondisi:
Pertama, ia membenarkan sehingga boleh jadi (dengan sebab itu) ia melakukan sesuatu atau mengurungkannya. Sungguh ia telah mengaitkan sesuatu dengan hal yang sebenarnya tidak ada.
Kedua, ia tidak membenarkan, akan tetapi masih tersisa kegundahan ketika mengerjakan yang sebaliknya. Sekalipun kondisi ini lebih ringan dibanding yang pertama, akan tetapi tetap wajib bagi seorang muslim menghindarinya dan pasrah hanya kepada Allah ‘Azza Wajalla semata.” (Majmu’ Al-Fataawa, 1: 113)
Dengan demikian, keyakinan bahwa angka keramat tertentu, baik yang diyakini memberi keberuntungan atau memberi kesialan bukanlah akidah Islam. Dan hendaknya seorang muslim berlindung kepada Allah dari lahirnya keyakinan seperti ini di dalam hatinya.
***
Post a Comment