Antara Menabung Dan Menimbun Harta

Antara Menabung Dan Menimbun Harta 

Cinta harta dan kekayaan merupakan fitrah Bani Adam. Allah Ta’ala di dalam surah Al-‘Adiyaat bersumpah atas senangnya dan cintanya manusia dengan harta,

وَاِنَّهٗ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ ۗ

“Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan.” (QS. Al-‘Adiyat: 8)

Di dalam surah Al-Kahfi, Allah Ta’ala menggandengkan antara harta dan anak keturunan karena keduanya merupakan perhiasan dunia, dan karena keduanya mendatangkan rasa tenteram serta kelapangan. Allah Ta’ala berfirman,

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi: 46)

Islam memandang harta kekayaan hanya sebatas wasilah dan perantara, yang wajib hukumnya untuknya dimanfaatkan sebaiknya-baiknya demi kebahagiaan di alam akhirat. Harta kekayaan merupakan sebuah nikmat dan kebaikan apabila ia menjadi tangga pijakan menuju kesuksesan di alam akhirat. Jika tidak, maka ia merupakan perdagangan yang mengecewakan dan merugikan. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

Ayat ini mengandung pengajaran, yaitu memprioritaskan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi diri kita (mengingat Allah), serta mengajarkan bahwa harta dan anak-anak dapat melalaikan diri kita. Oleh karenanya, harta yang baik adalah yang bermanfaat bagi seorang hamba, baik itu menunjangnya dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala ataupun harta yang membuat pemiliknya ikut andil di dalam menyejahterakan bangsa dan negaranya.

Anjuran menabung dan hidup sederhana

Harta merupakan pondasi dan tiang kehidupan. Oleh karena itu, Islam menganjurkan dan memotivasi pemeluknya untuk bijak di dalam mengelola pengeluaran, serta menabungnya sebagai antisipasi atas apa yang bisa saja terjadi di masa depan. Saat melakukan hal-hal tersebut, maka seorang muslim layak dan berhak mendapatkan pertolongan Allah di kala tertimpa sebuah musibah dan kemalangan.

Lihatlah bagaimana kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam dan bagaimana akuratnya beliau di dalam mengelola. Tatkala ia memprediksi masa depan kaumnya, lalu ia berusaha untuk bijak di dalam mengatur pengeluaran setiap harinya dan menabung serta menyimpan untuk menghadapi masa sulit.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

اغتنمْ خمسًا قبل خمسٍ شبابَك قبل هرمكَ وصحتَك قبل سَقمِكَ وغناكَ قبل فقرِك وفراغَك قبل شغلِك وحياتَكَ قبل موتِكَ

 “Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: (1) Mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) sehatmu sebelum datang masa sakitmu, (3) waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, (4) kayamu sebelum miskinmu, (5) hidupmu sebelum matimu.” (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam kitab Al-Qasru Al-Amal no. 111 dan Al-Hakim no. 7846 dan Al-Baihaqi di dalam Syu’abu Al-Iman no. 10248)

Istilah ‘menabung’ di dalam Islam mengandung makna yang sangat luas dan menyeluruh. Tidak terbatas hanya pada mengumpulkan rupiah demi rupiah saja, namun mencakup bagaimana efektifnya seseorang di dalam mengelola pengeluaran dari seberapa pun harta yang dimiliki. Rezeki yang bermanfaat adalah yang terus ada dan mencukupi kebutuhan, walaupun jumlahnya sedikit dan terbatas. Rasulllah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أحب الأعمال إلى الله: أدومها وإن قل

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari no. 6464 dan Muslim no. 783)

Rezeki yang tak terputus tak akan terwujud bagi mereka yang boros di dalam mengeluarkan harta, menyia-nyiakan kesehatannya, dan masa mudanya. Sungguh pemborosan termasuk salah satu cobaan yang paling berat serta merupakan sumber keburukan dan permasalahan. Allah Ta’ala telah begitu keras melarang manusia dari pemborosan. Ia berfirman,

وَلَا تُسْرِفُوْا ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَۙ

“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala menjelaskan kepada Nabi-Nya tentang cara mengatur dan memberdayakan harta yang baik dan adil, serta juga menjelaskan akibat dari terlalu berlebih-lebihan di dalam memberikan dan menafkahkan harta. Allah Ta’ala berfirman,

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا * إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra’: 26-27)

Di beberapa ayat selanjutnya, Allah Ta’ala menjelaskan, jangan sampai terlalu menahan diri dari berinfak, pelit sekali di dalam mengeluarkannya, dan jangan pula terlalu berlebihan di dalam membelanjakan harta sehingga harta tersebut habis ludes dan tak ada yang tersisa.

Tips menabung yang paling baik dan bermanfaat

Tips pertama: Berbuat baik dengan harta yang kita miliki, baik menyedekahkannya, memberi nafkah kepada mereka yang tidak mampu dan lain sebagainya. Karena semua itulah tabungan dan bekal yang sangat berguna untuk kehidupan akhirat kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Di dalam kitab Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir disebutkan, “Yakni sebaik-baik bekal ke kampung akhirat adalah ketakwaan, dan sebaik-baik bekal untuk di dunia adalah apa saja yang dapat membantu untuk menjalankan ketakwaan.”

Dan tentu saja sedekah termasuk hal-hal yang membantu seseorang menjalankan ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Tips kedua: Menginvestasikan dan mengembangkan harta yang dimiliki untuk masa depan anak keturunan, agar mereka menjadi anak saleh yang bermanfaat bagi umat. Hal inilah yang senantiasa diusahakan oleh para nabi terbaik dahulu kala. Bagaimana doa mereka dan apa yang mereka kerahkan untuk anak keturunannya, sehingga Allah jadikan anak keturunan mereka sebagai orang-orang yang saleh. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرٰنَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ * ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing), (sebagai) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Imran: 33-34)

Di dalam sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

Jika anak adam meninggal, maka amalnya terputus, kecuali dari tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631 dan Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam An-Nafaqah ‘ala Al-Iyaal no. 430)

Larangan pelit di dalam mengeluarkan harta dan menimbunnya

Syariat Islam melarang keras dari sifat kikir dan pelit di dalam mengeluarkan harta, melarang juga dari menimbun harta, karena perbuatan-perbuatan itu mengandung sifat ketidakpedulian dan menelantarkan hak-hak keluarga dan orang-orang yang tidak mampu. Allah Ta’ala mengancam perbuatan ini,

وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ * يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (QS. At-Taubah: 34-35)

Setan terkadang akan menggoda para pengikutnya, membisikkan kepada siapa yang terjerat godaannya agar mereka pelit di dalam mengeluarkan harta. Sehingga mereka menganggap bahwa harta yang ia hasilkan adalah karena jerih payahnya sendiri, dan lupa akan firman Allah Ta’ala,

وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ

“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan oleh-Nya kepadamu.” (QS. An-Nur: 33)

Allah Ta’ala juga berfirman,

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya akan memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)

Islam telah meletakkan kaidah-kaidah yang sangat jelas, tentang bagaimana mengelola dan memanfaatkan harta yang dimiliki oleh seseorang. Jangan sampai harta tersebut membuatnya celaka dan sombong, dan hendaknya ia tidak melupakan hak-hak orang lain pada hartanya, berbuat baik kepada mereka yang membutuhkan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya dengan limpahan rezeki yang telah Ia berikan.

Sesungguhnya kunci keberkahan harta dan kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah bertakwa kepada Allah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang ada pada harta, baik itu menafkahi, mengeluarkan zakat, ataupun menghidupi anak yatim dan lain sebagainya.

Wallahu a’lam bisshowaab.

***

Tidak ada komentar