Petaka Panjang Angan Angan

Petaka Panjang Angan Angan 

Hasan Al-Bashir berkata, ”Tidaklah seorang hamba berpanjang angan-angan melainkan akan merusak amalannya” (Al Bayan wat Tabyin, jilid III, hal 74).

Ali Bin Abi Thalib berkata, ”Keberuntungan menghampiri orang yang tidak mencarinya, tamak menjanjikan sesuatu yang sulit dipenuhi, angan-angan membuat buta mata orang cerdik dan siapa yang panjang angan-angan pasti menuai amal yang buruk” (Faraidul Kalam li Khulafail Kiram, Qashim Ashar, hal 345).

Demikianlah untaian nasihat orang mulia para imam kaum mukminin betapa buruknya akibat panjang angan-angan. Sebuah penyakit kronis yang sering menimpa orang yang lemah iman dan tipisnya rasa takut pada Allah Ta’ala. Terlebih lagi setan laknatullah terus memprovokasi otak dan hati kita untuk merasakan kelezatan hingga ia seolah-olah akan hidup seribu tahun. Pikirannya disibukkan untuk merancang masa depan yang terlalu jauh seperti harus kuliah, lantas bekerja, kemudian memburu kain hingga kemuncak, memiliki fasilitas hidup seperti rumah mewah, perabot, kendaraan, baru menikah. Nyaris detik menit dan hari-harinya berputar sekitar dunia tanpa diiringi bagaimana merancang kehidupan dunia dan akhirat dengan berpedoman pada perintah-Nya.

Saat dikatakan: “segeralah mengejar ketinggalanmu dalam meraih nikmat dan indahnya beramal shalih”. Mereka berkata: “Usiaku masih begitu muda harus dinikmati, nanti saja beribadah ketika menjelang senja”. Siapa yang menjamin umur kita panjang? Setan selalu membisikkan manusia untuk menunda-nunda beramal shalih. Berbagai dalih seolah membuat para pencinta dunia terpesona gebyar fatamorgana yang sejatinya sangat membinasakan. Lantas apa kiat taktis agar tidak terjerumus pada panjang dengan angan?

1. Menyadari hakikat dunia
Dunia hanyalah tempat pesinggahan sementara, ia ibarat mimpi sedangkan akhirat adalah kepastian dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Fudhail bin Iyadh berkata, ”Sekiranya dunia itu emas yang segera fana dan akhirat seperti tembikar yang akan kekal maka seyogyanya engkau memiliki tembikar yang kekal daripada emas yang akan segera fana. Lantas, bagaimana sekiranya dunia itu sebuah tembikar yang akan segera fana, sedangkan akhirat adalah emas yang kekal” (Mukasyafatul Qulub, hal 127).
Al Hurawi berkata, ”Tidak terkumpul kecintaan kepada dunia dan kecintaan Allah serta akhirat. Kedua kecintaan ini tidak akan bersemayam dalam satu tempat namun salah satu dari keduanya pasti akan mengusir yang lainnya dan akan menguasai tempat tersebut. Sesungguhnya jiwa manusia itu satu. Bila ia disibukkan dengan sesuatu maka ia akan terputus dari tandingannya” (Faidhul Qadir, Abdurrauf Al Munawi, Beirut, Darul Nahdhah al Haditsah, Jilid III, hal 396).

2. Menjadikan akhirat sebagai obsesi terbesar
Panjang angan-angan terhadap perkara yang berdimensi dunia hingga merampas hidup yang bernilai ukhrawi bisa ditepis dengan selalu menghadirkan kebahagiaan hidup akhirat kelak di surgaNya. Mengejar kehidupan akhirat merupakan tujuan asasi dan mengambil dunia sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam hadis dikatakan: ”Barangsiapa obsesinya akhirat maka Allah akan mengumpulkan urusannya yang terserak, menjadikannya kecukupannya dalam hati dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Barangsiapa obsesinya adalah dunia maka Allah akan mencerai beraikan urusannya, menjadikan kefakiran didepan matanya dan ia hanya akan mendapatkan dunia apa yang telah ditentukan oleh Allah untuknya” (HR. Ibnu Majah, dari Zaid bin Tsabit. Dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’ Ash Shoghir no. 6392).

3. Mengingat kematian
Kematian adalah nasihat bagi orang merindukan akhirat pemutus segala nikmat. Betapa banyak angan-angan yang hancur karena ajal telah tiba. Beliau berwasiat : “Rasulullah pernah membuat sebuah garis seraya bersabda, ”ini adalah manusia lalu beliau membuat garis lagi di sampingnya seraya berkata, ”Ini adalah ajalnya”. Lalu beliau membuat garis lain yang jauh dari garis sebelumnya serta bersabda,”Ini adalah angan-angannya. ”Ketika ia berada seperti itu tiba-tiba datanglah garis yang paling dekat (ajalnya)” (HR. Bukhari).

Sebagai orang beriman tentunya kita berobsesi meraih kecintaan Allah Ta’ala menjadi Muttaqin (orang yang bertaqwa_red) dihindarkan dari azab kubur diselamatkan dari neraka dan menjadi penghuni surga.

Ini bukan sekedar angan-angan semu namun kita harus beramal, bersemangat, meraih kemuliaan dan menapaki jalan menuju cita-cita yang diridhai-Nya. Semoga Allah memudahkannya. Amin.

***

Referensi:

  • Ayo Melesat ke Surga!, Dr. Kholid Abu Syadi WIP (Wacana Ilmiah Press, Solo, 2008)
  • Senjakala Bidadari, Zainal Abidin bin Syamsuddin dan Ummu Ahmad Rifai, Penerbit Imam Bonjol Jakarta, 2014.

Tidak ada komentar