Disunnahkan Qailulah (Tidur Siang)
Disunnahkan Qailulah (Tidur Siang)
Nabi ﷺ bersabda,
قِيلوا فإن الشياطين لا تَقيل
Qailulah lah karena sungguh setan itu tidak Qailulah. (Dinilai Hasan oleh Syekh Albani dalam Shohih Al Jami’).
Qailulah juga tersebut dalam Al Qur’an, diantaranya dalam surat Al-Furqon ayat 24 tentang kenikmatan surga,
أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ يَوۡمَئِذٍ خَيۡرٞ مُّسۡتَقَرّٗا وَأَحۡسَنُ مَقِيلٗا
Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat Qailulahnya. (QS. Al-Furqan : 24)
Imam Al-Azhari menjelaskan makna Qoilulah yang tersebut dalam ayat di ini,
القيلولة عند العرب الاستراحة نصف النهار إذا اشتد الحرّ، وإن لم يكن مع ذلك نوم، والدليل على ذلك أن الجنة لا نوم فيها
Orang-orang Arab memahami Qailulah adalah istirahat pertengahan siang, saat terik matahari memuncak. Meski tidak disertai dengan tidur. Dalilnya adalah penduduk surga juga melakukan Qailulah namun mereka tidak tidur, karena di surga tidak ada tidur.
Imam As-Shon’ani menyimpulkan sama,
المقيل والقيلولة: الاستراحة نصف النهار، وإن لم يكن معها نوم
Maqiil atau Qailulah adalah istirahat di pertengahan siang, meski tidak disertai tidur.
Penjelasan ini dikuatkan dengan adanya keterangan dari sahabat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhuma,
لا ينتصِف النهار يوم القيامة حتى يقيل أهل الجنة في الجنة وأهل النار في النار
Di hari Kiamat nanti, siang tidaklah memuncak sampai penduduk surga ber-qailulah (istirahat siang) di surga dan penduduk neraka ber-qailulah di neraka.
Dari keterangan di atas kita simpulkan bahwa :
[1]. Qailulah termasuk ibadah yang disunahkan.
Sebagaimana disimpulkan oleh Imam Syarbini rahimahullah,
يسن للمتهجد القيلولة، وهي: النوم قبل الزوال، وهي بمنزلة السحور للصائم.
Disunahkan bagi orang yang ingin melakukan sholat tahajud, untuk ber-qailulah, yaitu tidur sebelum duhur. Qailulah itu manfaatnya seperti sahur bagi orang yang puasa.
Dan ini dinyatakan oleh mayoritas ulama (Jumhur).
[2]. Qailulah adalah istirahat di pertengahan siang, meski tidak harus dengan tidur.
Kapan Waktu Qailulah?
Ada dua pendapat ulama dalam hal ini :
Pertama, sebelum duhur.
Diantara yang menegang pendapat ini adalah Imam Syarbini rahimahullah, dalam pernyataan beliau di atas.
Kedua, setelah duhur.
Ulama yang memegang pendapat ini diantaranya Al Munawi dan Al’aini –rahimahumallah-.
Al Munawi menyatakan
القيلولة: النوم وسط النهار عند الزوال وما قاربه من قبل أو بعد
Qailulah adalah, tidur di tengah siang, ketika matahari condong ke barat (waktu duhur)atau menjelang sebelum atau sesudahnya.
Al ‘Aini juga menyatakan,
القيلولة معناها النوم في الظهيرة
Qailulah maknanya tidur di rentang waktu sholat duhur (pen, dari condong ke barat / Zawal, sampai ashar).
Pendapat yang tepat –wallahua’lam-, adalah pendapat ke dua ini, yaitu waktu Qailulah adalah setelah masuk waktu duhur / atau setelah melaksanakan sholat dhuhur. Sebagaimana di jelaskan oleh sahabat Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu,
ما كنا نقيل ولا نتغذى إلا بعد الجمعة في عهد النبي صلى الله عليه وسلم
Dahulu kami di zaman Nabi ﷺ tidaklah ber- Qailulah kecuali setelah jumatan. (Riwayat Bukhori dan Muslim. Teks ini ada pada riwayat Imam Muslim)
Wallahua’lam bis showab.
Post a Comment