Sabar Menghadapi Cobaan Hidup
Sabar Menghadapi Cobaan Hidup
Ketahuilah bahwa musibah dunia pasti berlalu. Karena dunia bukan negeri balasan. Dunia adalah negeri amal. Namun terkadang Allah memberikan balasan hanya sebatas untuk peringatan dan penggugur dosa-dosa. Maka dari itulah tidak ada sejarahnya bencana terus-menerus mendera. Dia akan selalu berlalu, berlalu, berlalu.
Berbeda dengan negeri akhirat. Negeri akhirat disebut dengan darul jaza (negeri balasan). Maka di akhirat, orang yang beriman dibalas dengan surga dan akan senang terus-menerus. Orang yang tidak beriman akan dibalas dengan nerakan akan menderita terus-menerus tidak ada habis-habisnya.
MUSIBAH MENJADI NIKMAT
Bencana atau musibah itu terkadang menjadi nikmat dan terkadang menjadi adzab. Kapan menjadi nikmat? Yaitu apabila dengan bencana itu kita menjadi orang yang sadar dan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga kita menjadi orang yang lebih bertakwa kepada Allah, lebih semangat menjalankan perintah-perintah Allah, lebih semangat meninggalkan larangan-larangan Allah.
Maka kalau ternyata musibah menjadikan kita lebih baik, berarti itu nikmat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Bagi orang beriman, dia selalu mengambil pelajaran dari setiap musibah yang menimpa. Sedangkan orang yang kurang beriman, dia akan selalu berburuk sangka kepada Allah dari setiap musibah yang menimpa.
Orang yang beriman segera kembali dan banyak istighfar kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dia mengakui dosa-dosanya dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu dia berusaha untuk senantiasa memperbaiki ibadah yang selama ini mungkin banyak ditinggalkan. Maka musibah itu menjadi nikmat. Bisa jadi orang yang tadinya jarang shalat menjadi rajin shalat.
Jika setelah mendapatkan musibah, yang sebelumnya kita jarang berdzikir menjadi rajin berdzikir, Alhamdulillah. Yang tadinya jarang membantu orang lain dalam kebaikan, setelah mendapatkan musibah kita menjadi orang yang selalu berusaha bahu-membahu dalam kebaikan. Maka itu berarti musibah menjadi nikmat untuk kita.
MUSIBAH MENJADI ADZAB
Musibah akan menjadi malapetaka jika setelah musibah, iman kita kepada Allah semakin berkurang. Setelah musibah, akhirnya kita semakin tidak mau shalat, tidak mau sujud kepada Allah dan membenci Allah.
Sebagian orang ketika ditimpa musibah, dia bukannya kembali kepada Allah, tapi justru menentang Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal seharusnya, orang yang beriman kepada Allah, ketika diberi musibah jangan seperti itu. Kewajibannya adalah kita berbaik sangka kepada Allah.
- Tidak mungkin Allah mendzalimi hamba-hambaNya. Tapi yang dzalim adalah hamba-hambaNya.
- Allah ingin dengan musibah menggugurkan dosa-dosa kita dan mengangkat derajat kita.
- Allah ingin agar kita mau kembali kepada Allah. Kita menjadi tunduk, sujud dan terus mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, lebih semangat mengkaji Al-Qur’an, mengkaji hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka jadikanlah musibah menjadi nikmat untuk kita. Orang yang meninggal terkena tsunami, terkubur atau yang lainnya, mungkin dosa-dosa mereka sudah diampuni oleh Allah. Kita tidak tahu. Nah, kita yang masih hidup ini harus berfikir apakah setelah musibah ini berlalu, apakah kira-kira kita akan wafat diatas kebaikan atau tidak? Kareka yang namanya kematian adalah sesuatu yang pasti. Kita yang masih hidup ini pasti akan menyusul mereka. Kita bisa selamat dari tsunami, tapi kita tidak akan selamat dari kematian. Kita selamat dari gempa, tapi kita tidak akan pernah selamat dari malaikat maut. Suatu hari, malaikat maut pasti akan menjemput kita.
Dengan ini, seharusnya kita menjadi lebih baik, lebih semangat berbuat ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka jadikan musibah itu menjadi pelajaran yang berharga untuk hidup kita. Jadikan musibah sebagai motivasi untuk meninggalkan maksiat, meniggalkan hal-hal yang membuat Allah marah kepada kita. Jadikan ini sebagai cambuk untuk semakin kita menjadi takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Oleh karena itu, sebaiknya setiap dari kita introspeksi diri. Setelah Allah berikan kepada kita musibah, apakah keadaan kita lebih baik atau lebih buruk?
Post a Comment