Hukum Menyegerakan Zakat Sebelum Mecapai Haul

Hukum Menyegerakan Zakat Sebelum Mecapai Haul 

Diriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ العَبَّاسَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ

Abbas meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mempercepat pembayaran zakat sebelum waktunya (sebelum genap masa haul), maka beliau memberikan keringanan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 678 dan Al-Hakim 3: 332. Dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kandungan hadis

Hadis ini merupakan dalil jumhur ulama fikih untuk menyatakan bolehnya menyegerakan membayar zakat sebelum genap mencapai haul. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Para ulama fikih memberikan catatan bahwa bolehnya tersebut apabila terdapat maslahat tertentu yang mendorong agar zakat tersebut dibayarkan lebih awal, sebelum genap mencapai haul. Meskipun demikian, jika tidak ada maslahat pun, tetap diperbolehkan menyegerakan membayar zakat sebelum haul-nya, berdasarkan hadis ini.

Maslahat tersebut misalnya ketika ada bencana kelaparan di masyarakat, atau karena ada orang-orang fakir yang berhak menerima zakat yang sangat membutuhkan, sampai-sampai tidak memungkinkan kalau menunggu sampai genap haul satu tahun (hijriah).

Menyegerakan membayar zakat merupakan perbuatan ihsan dan perbuatan baik dari orang yang membayar zakat. Sehingga perbuatan tersebut layak untuk dibolehkan dan juga merupakan amal yang diterima. Hal ini karena dalam membayar zakat lebih awal itu terdapat kerelaan dan keridaan hati untuk membayar zakat sebelum sampai pada waktu wajibnya. Di dalam perbuatan tersebut, juga terdapat kedermawanan, kemuliaan, serta bentuk perhatian dan peduli terhadap kondisi kaum muslimin. Sehingga, hal ini termasuk perbuatan yang baik dan kita pun berterima kasih atas perbuatan tersebut.

Menyegerakan membayar zakat itu diperbolehkan dengan syarat jika harta seseorang telah mencapai nishab. Karena nishab adalah sebab wajibnya zakat. Sebab kewajiban zakat adalah adanya nishab. Jika sebab ini tidak ada, maka kewajiban zakat juga tidak ada. Sehingga apabila menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai nishab, maka hal itu tidak diperbolehkan (tidak sah). Adapun menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai haul, ini termasuk dalam bab menyegerakan suatu ibadah sebelum dijumpai syarat wajibnya; dan ini diperbolehkan. Ini adalah kaidah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah. Yaitu, tidak boleh menyegerakan suatu ibadah, sebelum dijumpai sebab wajibnya. Adapun menyegerakan suatu ibadah sebelum syarat wajibnya, maka diperbolehkan. Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan salah satu contohnya adalah menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai haul (Lihat Al-Qawa’id, 1: 24).

Yang menyelishi pendapat jumhur ulama dalam masalah ini adalah ulama Malikiyah. Mereka berpendapat tidak bolehnya menyegerakan membayar zakat sebelum haul, baik harta tersebut telah mencapai nishab ataukah belum. Argumentasi mereka adalah bahwa haul merupakan salah satu syarat wajib zakat, sehingga jika belum mencapai haul, tidak boleh membayarkan zakat. Sebagaimana tidak boleh membayar zakat sebelum mencapai nishab berdasarkan ijmak.

Tidak diragukan lagi, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bolehnya hal ini. Hal ini karena hadis dari Abbas radhiyallahu ‘anhu di atas dengan tegas dan jelas menyatakan bolehnya menyegerakan zakat sebelum mencapai haul.

Contoh kasus adalah sebagai berikut. Seseorang pada tanggal 1 Jumadilakhir 1445 memiliki uang Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Jumlah tersebut telah mencapai nishab. Kewajiban zakatnya adalah 2,5% x Rp. 100.000.000 = Rp. 2.500.000; dan dibayarkan setelah mencapai haul satu tahun hijriah, yaitu (seharusnya) pada tanggal 1 Jumadilakhir 1446. Akan tetapi, karena ada maslahat, orang tersebut membayarkannya lebih awal, yaitu pada bulan Rabiulakhir 1446.

Pada hadis di atas, ‘Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu meminta keringanan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyegerakan membayar zakatnya selama dua tahun (dua haul). Berdasarkan sebab munculnya hadis tersebut, maka para ulama menjelaskan bahwa zakat yang boleh disegerakan adalah zakat selama 2 tahun atau 2 kali haul. Adapun lebih dari itu, maka tidak diperbolehkan. (Lihat Tashilul Ilmam, 3: 118 dan Taudhihul Ahkaam, 3: 332)

Lalu, bagaimana hukum menunda pembayaran zakat, padahal sudah mencapai haul?

Dalam masalah ini, para ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya menunda (mengakhirkan) pembayaran zakat setelah mencapai haul. Mereka mengatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang sifatnya muwassa’ (waktunya longgar, tidak harus dibayarkan langsung setelah mencapai haul).

Adapun jumhur ulama, termasuk di antaranya adalah Imam Ahmad, Asy-Syafi’i, dan Imam Malik rahimahumullah, berpendapat tidak bolehnya menunda membayar zakat. Di dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa kewajiban zakat adalah kewajiban yang sifatnya segera ditunaikan, menurut pendapat yang lebih kuat. Oleh karena itu, orang yang menunda pembayaran zakat itu berhak mendapatkan hukuman. Hal ini karena bersegera dalam membayarkan zakat merupakan bentuk bersegera dalam mengerjakan ketaatan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ

“Maka, berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Demikianlah pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin.

***

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (4: 421-422) dan Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram (3: 331-333).

Tidak ada komentar