Keutamaan Menunggu Shalat
Keutamaan Menunggu Shalat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَا دَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ ، لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ
“Salah seorang di antara kalian dianggap terus menerus di dalam shalat selama ia menunggu shalat di mana shalat tersebut menahannya untuk pulang. Tidak ada yang menahannya untuk pulang ke keluarganya kecuali shalat.” (HR. Bukhari, no. 659 dan Muslim, no. 649)
Kesimpulan Mutiara Hadits
- Hadits ini menunjukkan keutamaan menunggu shalat.
- Orang yang menunggu shalat, pahalanya seperti orang yang shalat. Bedanya dengan shalat, menunggu shalat masih dibolehkan untuk berbicara.
- Bentuk menunggu shalat bisa dengan menunggu antara azan dan iqamah lalu diisi ibadah yang bermanfaat seperti shalat rawatib, doa dan membaca Al-Qur’an.
- Menunggu shalat dan berdiam di masjid dengan melakukan ibadah apa pun seperti shalat, tilawah Al-Qur’an, dzikir, mendengarkan majelis ilmu dan nasihat, termasuk dalam memakmurkan masjid.
- Disebut shalat menahannya pulang sebagai isyarat bahwa kita butuh memaksakan diri untuk melakukan ketaatan pada Allah.
- Setiap waktu yang di dalamnya kita punya kesempatan untuk berbuat baik, maka isilah dengan kebaikan di dalamnya. Karena setiap waktu kita akan ditanya pada hari kiamat. Para ulama sampai menyebut orang yang menyia-nyiakan waktu termasuk berbuat ‘uquq (durhaka).
‘Abdur Rauf Muhammad Al-Munawi rahimahullah berkata, “Setiap waktu yang berlalu tanpa diisi dengan menunaikan hak, kewajiban, hal penting, tanpa diisi pula dengan syukur pada Allah, dengan kebaikan dan ilmu, orang yang waktunya seperti berarti telah mendurhakai hari dan menzalimi dirinya sendiri.” (Faidh Al-Qadir, 6: 228)
Referensi: Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 13: 335-341. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 2: 240-241.
***
Post a Comment