Tergesa gesa : Akhlaq Tercela
Tergesa gesa : Akhlaq Tercela
Agama Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna karena Islam mengajarkan seluruh aspek-aspek kehidupan manusia, dari hal yang paling penting sampai hal yang sering dianggap sepele oleh kebanyakan manusia. Tidaklah satu di antara kita menyebutkan satu perkara kecuali pasti telah dijelaskan oleh syariat Islam yang mulia ini.
Selain itu, agama Islam juga merupakan agama yang indah. Syariatnya mengajarkan kedamaian kepada umatnya dan memotivasi pemeluknya untuk memperindah akhlaknya. Tidak ada satu akhlak baik pun di muka bumi ini, kecuali pasti telah diperintahkan dan dicontohkan langsung oleh manusia terbaik di muka bumi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan tidak ada satu akhlak buruk pun di muka bumi ini, kecuali pasti telah diperingatkan dan dijauhi oleh kekasih kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Itulah agama Islam. Agama yang umatnya tidak akan merugi selama-selamanya jika bisa melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan Sang Pemilik Syariat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Dan salah satu akhlak tercela yang ada di muka bumi ini, yang telah diperingatkan oleh suri teladan umat Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, adalah tergesa-gesa.
Makna “tergesa-gesa”
Tergesa-gesa dalam bahasa Arab adalah isti’jal, ‘ajalah, dan tasarru’. Yang keseluruhannya memiliki makna yang sama. Dan lawan kata dari isti’jal adalah anaah dan tatsabbut. Yang artinya adalah pelan-pelan, dan tidak terburu-buru.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Ar-Ruh bahwa tergesa-gesa adalah keinginan untuk mendapatkan sesuatu sebelum tiba waktunya yang disebabkan oleh besarnya keinginannya terhadap sesuatu tersebut, seperti halnya orang yang memanen buah sebelum datang waktu panennya.
Bukti tentang tercelanya sifat tergesa-gesa
Syariat Islam mencela sifat ini dan melarang pemeluknya untuk memiliki sifat tersebut, sebagaimana Islam juga mencela dan memperingatkan kaum muslimin dari sifat malas dan berlambat-lambat dalam sesuatu.
Berikut ini, akan dijelaskan bagaimana Alquran, As-Sunnah, dan para ulama mencela dan memperingatkan akan sifat ini.
Dalil Alquran
- Di dalam Alquran terdapat peringatan dari Allah Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tidak terburu-buru dalam membaca Alquran. Yaitu yang terdapat dalam surat Al-Qiyamah ayat 16-19:
{ لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) }Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya”.Pada waktu itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersemangat untuk menghafal ayat yang diturunkan melalui malaikat Jibril ‘alaihissalam kepadanya, sehingga beliau saling mendahului bacaannya Jibril ‘alaihissalam. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memperhatikan dan mendengarkan apa yang dibacakan Jibril kepadanya. Karena Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan kepadanya bahwa beliau akan dimudahkan dalam menghafal dan mengamalkannya. Dan Allah ‘Azza wa Jalla berjanji memberikan penjelasan terhadap apa yang dibacakan Jibril untuknya tersebut. - Di dalam Alquran juga terdapat ayat yang menyifati manusia dengan sifat tergesa-gesa, sehingga menyebabkan manusia itu mendoakan keburukan bagi dirinya sendiri di saat kondisi marah sebagaimana dia mendoakan kebaikan untuk dirinya sendiri. Yaitu yang terdapat pada surat Al-Isra’ ayat 11:
وَيَدْعُ الإنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولاArtinya: “Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.”Faktor penyebab manusia melakukan hal tersebut adalah kekhawatiran, ketergesa-gesaan, dan sedikitnya kesabaran yang ada padanya. Atau bisa juga makna dari ayat di atas adalah manusia yang berlebih-lebihan dalam meminta sesuatu dalam doa yang dia yakini merupakan yang terbaik untuknya. Sedangkan pada hakikatnya hal itu adalah sebab kebinasaan dan keburukan baginya dikarenakan kebodohannya akan keadaan yang sebenarnya. Hal ini hanyalah terjadi karena sifat ketergesa-gesaan dan sudut pandangnya yang sempit terhadap sesuatu.
Dalil As-Sunnah
Sesungguhnya lemahnya jiwa ketika menghadapi musibah dan ketika harus bersabar di dalamnya, serta terburu-buru untuk segera mendapatkan kebaikan, itu semua dapat menyebabkan seseorang tertimpa keputusasaan. Terlebih lagi jika hal itu semua terjadi dalam jangka waktu yang lama dan beratnya ujian yang menimpa.
Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang hamba akan senantiasa dikabulkan doanya oleh Allah Jalla wa ‘Ala selama dia tidak berdoa yang mengandung kezaliman, tidak memutuskan tali silaturahmi, dan tidak tergesa-gesa. Kemudian ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud tergesa-gesa di sini, wahai Rasulullah?” Lalu beliau menjawab, “Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi mengapa aku tidak melihat tanda-tanda doaku dikabulkan? Sehingga dia lelah dalam berdoa dan meninggalkan doanya tersebut” (HR. Muslim)
Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Orang yang berkata, ‘Aku telah berdoa, akan tetapi doaku tidak kunjung dikabulkan,’ lalu meninggalkan doanya karena berputus asa dari rahmat Allah berupa mengungkit-ungkitnya di hadapan Allah bahwa dia telah banyak berdoa kepada-Nya, sejatinya adalah orang yang bodoh akan bentuk pengabulan Allah terhadap doanya tersebut. Dia mengira bahwa bentuk pertolongan Allah kepadanya dengan diberikan apa yang dia minta, padahal Allah mengetahui apa yang dia minta itu adalah keburukan baginya.”
Syaikh Utsaimin rahimahullahu berkata dalam kitabnya, Syarh Riyadhus Shalihin ketika menjelaskan hadis ini, “Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalangimu dari terkabulnya doa kecuali karena ada hikmah di balik semua itu, atau karena adanya faktor penghalang dari terkabulnya doa tesebut. Akan tetapi, jika kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan penuh keyakinan dan rasa harap yang besar bahwa Dia akan mengabulkan doamu tersebut. Teruslah berdoa sampai Allah mewujudkan apa yang kamu inginkan. Dan jika Dia belum mewujudkan apa yang kamu inginkan, maka ketahuilah bahwa Dia menghindarkan dirimu dari banyaknya bahaya yang tidak kamu ketahui, atau doa tersebut akan disimpan oleh-Nya untukmu di hari kiamat nanti. Maka dari itu, janganlah kamu berputus asa dan jangan berletih dalam berdoa. Teruslah berdoa karena doa adalah ibadah. Dan perbanyaklah doa, maka Allah akan mengabulkan doamu. Jika belum dikabulkan, maka jangan lelah dari doamu dan janganlah kamu berburuk sangka kepada Allah. Karena sejatinya Allah Maha Bijaksana. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman pada surat Al-Baqarah ayat 216 yang artinya, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Perkataan para ulama
ذو النون يقول: (أربع خلال لها ثمرة: العجلة، والعجب، واللجاجة، والشره، فثمرة العجلة الندامة، وثمرة العجب البغض، وثمرة اللجاجة الحيرة، وثمرة الشره الفاقة(
Dzun Nun (Tsauban bin Ibrahim) rahimahullahu berkata, “Ada empat perkara buruk yang menghasilkan buah: tergesa-gesa yang buahnya adalah penyesalan, kagum pada dirinya sendiri yang buahnya adalah kebencian, keras kepala yang buahnya adalah kebingungan, dan rakus yang buahnya adalah kemiskinan”.
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, “Sifat tergesa-gesa adalah dari setan. Sejatinya sifat tergesa-gesa juga merupakan sikap gegabah, kurang berpikir dan berhati-hati dalam bertindak. Yang mana sifat ini menghalangi pelakunya dari ketenangan dan kewibawaan. Dan menjadikan pelakunya memiliki sifat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan mendekatkan pelakunya kepada berbagai macam keburukan, dan menjauhkannya dari berbagai macam kebaikan. Dia adalah temannya penyesalan. Dan katakanlah, bahwa siapa saja yang tergesa-gesa maka dia akan menyesal”.
Faktor penyebab munculnya sifat ini
Ketergesa-gesaan dalam diri manusia muncul karena hasil dari berkumpulnya faktor-faktor berikut ini:
- Adanya salah satu pendorong dalam diri seseorang untuk mewujudkan hal yang diinginkannya
- Tidak adanya cara pandang atau pemikiran yang menyeluruh terhadap suatu perkara
Dan faktor utama munculnya sifat yang menyebabkan manusia terjatuh pada kesalahan ini adalah setan, musuh terbesar manusia. Dan hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bersabda, “Ketenangan itu datangnya dari Allah, sedangkan ketergesa-gesaan itu datangnya dari setan” (Hadis ini dinilai hasan oleh syekh Al-Albani dalam kitabnya Shahihul Jaami’)
Itulah beberapa celaan dan peringatan terhadap salah satu sifat tercela ini, yang terdapat di dalam Alquran, hadis, dan juga perkataan para ulama. Sebenarnya masih banyak lagi celaan dan peringatan terhadapnya, baik itu dari Alquran, hadis, maupun perkataan salaf saleh yang tidak bisa disebutkan secara keseluruhan.
Dan setelah kita mengetahui tentang tercelanya sifat ini dan buruknya dampak yang diakibatkan dari sifat ini, maka hendaknya kita sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya untuk menjauhi sifat tersebut dan berusaha semaksimal mungkin untuk berakhlak sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berakhlak. Dan jadikanlah beliau adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini yang kita jadikan contoh dan teladan dalam segala aspek kehidupan tanpa terkecuali.
Semoga Allah Jalla wa ‘Ala mengumpulkan kita dengan beliau kelak di surga-Nya nanti. Amin.
Referensi
- Ar ruuh, Ibnul Qoyyim al Jauziyyah
- Qowa’id muhimmah fil amri bil ma’ruf wan nahyi ‘anil munkar ‘ala dhouil kitaabi was sunnah, Dr. hamud bin Ahmad ar Ruhaili
- Aisaarut Tafaasiir, As’ad humidi
- Manhajir Rasuul fii Tashiihil Akhto’, Ali bin Nayif asy Syahuud
- Mausu’atul akhlakil islamiyyah,
- Syarh riyadhus Sholihin, Syaikh Sholih al ‘Utsaimin.
Post a Comment