Telah Anda ketahui kini, baha ada dua macam mata, yakni lahiriah dan mata batiniah. Mata lahiriah dari alam indriawi dan alam kasat mata (‘alam al-hiss was-syahadah), dan mata batiniah dari alam yang lain, yaitu alam malaikat atau ‘alam malakut. Masing-masing mata tersebut mempunyai “matahari” dan “cahaya” yang dengan kedua-duanya daya penglihatannya menjadi sempurna. Untuk mata lahiriah, dari ‘alam syahadah (alam kasat mata), yaitu matahari (yang dpat dicerap oleh indra). Untuk mata batiniah, dari ‘alam malakut, yakni Al-Quran dan kitab-kitab Allah yang telah diturunkan.
Bila hal ini telah tersingkap secara sempurna bagi Anda, maka telah terbukalah sebuah pintu dari pintu-pintu ‘alam malakut. Dalam alam ini terdapat keajaiban-keajaiban yang amat memesonakan yang akan membuat remehnya ‘alam syahadah di sampingnya. Barang siapa belum bepergian ke ‘alam malakut dan tertinggal oleh kelemahannya dalam dasar kehinaan ‘alam syahadah, maka ia masih dapat disebut sebagai hewan yang terjauhkan dari kekhasan kemanuisaan. Bahkan ia lebih sesat dari hewan, sebab hewan memang tidak diberi sayap-sayap sebagai alat untuk terbang ke ‘alam malakut ini. Itulah sebabnya Allah Swt, berfirman:
“mereka seperti binatang, bahkan mereka lebih sesat lagi. Merekalah orang-orang yang lalai.
(QS. Al-A’raf 7 : 179).
Ketahuilah pula bahwa kedudukan ‘alam syahadah bila didbandingkan dengan ‘alam malakut seperti kulit buah bila dibandingkan dengan isinya, atau bentuk luar sesuatu dibandingkan dengan ruhnya, atau kegelapan dibandingkan dengan cahaya, atau kerendahan dibandingkan dengan ketinggian. Oleh karena itu, ‘alam malakut disebut juga alam atas, alam ruhani, dan alam nurani (alam cahayani). Sebagai lawab katanya, ‘alam syahadah, juga disebut alam bawah, alam jasmani, dan alam gelap. Tapi janganlah sekali-kali Anda mengira bahwa yang kami maksud dengan alam tinggi itu ialah lelangit, sebab memang ia tinggi dan “di atas” dalam pemahaman sebagian penghuni ‘alam syahadah dan alam indriawi, seperti juga ikut dipahami oleh hewan-hewan.
Adapun seorang hamba Allah, yang benar-benar menghambakan diri kepada-Nya, yang telah terbuka baginya pintu-pintu malakut dan ia sendiri telah menjadi bagian dari ‘alam malakut itu, maka bumi dan langit ini dalam pandangannya telah berubah menjadi sesuatu yang lain. Bahkan segala sesuatu yang berada dalam lingkup indra dan khayal (imajinasi) bukanlah menjadi bumi tempat tinggalnya lagi, termasuk pula langit (samawi) serta segala sesuatu yang langitnya menjulang tinggi bagi indranya.
Inilah mi’raj (pendakian) pertama bagi setiap orang yang ber-salik, yang memulai perjalanannya menghampiri hadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah makhluk “yang dikembalikan ke tempat yang paling rendah”, dan dari sana ia mendaki menuju alam tertinggi. Adapun malaikat, mereka itu termasuk ‘alam malakut, menempel pada Hadirat Al-Quds (Hadirat Kesucian Allah Swt.). Dari sana mereka menatap ke arah alam bawah. Karena itu, Rasulullah Saw., pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mencipta makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Dia limpahkan secercah cahaya dari-Nya atas mereka.”
Sabda beliau pula:
“Ada malaikat-malaikat Allah yang mengetahui tentang amal-amal manusia lebih dari pengetahuan mereka sendiri.”
Para nabi, apabila mi’raj mereka telah mencapai ‘alam malakut, maka mereka telah sampai ke tempat pencapaian terakhir, dan dapat menyaksikan sejumlah alam gaib. Sebabnya ialah : siapa-siapa yang berada di ‘alam malakut pada hakikatnya ia berada di sisi Allah yang di tangan-Nya tergenggam semua kunci gaib. Yakni, hanya dari sisi-Nya semua penyebab adanya maujudat di ‘alam syahadah ini diturunkan, dengan perkenan-Nya.
Sebab, ‘alam syahadah adalah sebagian “bekas” atau akibat dari ‘alam malakut, seperti hanya bayang-bayang dari seseorang atau buah dari pohon yang berbuah, atau akibat dari suatu sebab. Maka dari itu, kunci-kunci pengetahuan tentang “akibat” ialah pengetahuan tentang “sebab” yang menimbulkannya. Berdasarkan hal itu, ‘alam syahadah adalah misal (contoh) dari ‘alam malakut, seperti dalam uraian yang akan datang tentang misykat, pelita dan pohon. Sebelumnya, segala yang berasal dari sesuatu lainnya tidak akan terlepas sama sekali dari kesamaan dan kemiripan dari sumbernya yang asli, baik sedikit ataupun banyak. Hal ini merupakan lautan amat dalam, siapa saja yang memiliki pengetahuan tentang hakikatnya, akan tersingkap bagian hakikat tamsil-tamsil (perumpamaan-perumpamaan) Al-Quran, dengan mudah.
Post a Comment