Hak Allah Kepada Hamba-Nya
Hak Allah Kepada Hamba-Nya
Allah Ta’ala
berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون٤ ﴾ [الذريات:56]
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
“Kecuali agar mereka menyembah kepadaku” maknanya: Kecuali
agar mereka mentauhidkan Aku.
Maka orang yang beriman akan menyauhidkan Allah dalam
keadaan sempit dan lapang, sementara orang yang kafir hanya mentauhidkan Allah
ketika mereka tertimpa kesusahan dan bala`, akan tetapi mereka tidak
mentauhidkan-Nya ketika lapang. Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ فإذا ركبوا في الفلك دعوا الله مخلصين له
الدين﴾ [العنكبوت:65]
“Maka apabila mereka
naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya.” (QS. Al-Ankabut: 65)
Hal ini disebutkan oleh Al-Baghawai dalam Tafsirnya.
Ayat (yang pertama) di atas menunjukkan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan
para makhluk untuk suatu hikmah yang besar, yaitu untuk mengerjakan apa yang
Allah Ta’ala wajibkan atas mereka berupa ibadah hanya kepada-Nya dan
meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya.
Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Ibadah
adalah sebuah kata yang mencakup semua yang dicintai dan diridhai Allah, baik
itu berupa ucapan atau amalan, yang lahir maupun yang batin.”
Beliau juga mengatakan, “Ibadah adalah sebuah kata yang mencakup kesempurnaan
cinta kepada Allah yang mencapai puncaknya, kesempurnaan perendahan diri
kepada-Nya yang mencapai puncaknya. Maka kecintaan tanpa diiringi dengan
perendahan diri atau perendahan diri tanpa diiringi dengan kecintaan, bukanlah
dinamakan ibadah. Akan tetapi ibadah itu adalah amalan yang mengumpulkan
keduanya.”
Ketahuilah bahwa perkara terbesar yang pernah Allah Ta’ala
perintahkan adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Di antara dalil
akan hal ini adalah firman Allah Ta’ala:
قال الله تعالى: ﴿ يا أيهاالناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين
من قبلكم لعلكم تتقون﴾
[البقرة :21]
“Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)
Dan juga firman-Nya:
قال الله تعالى: ﴿ ولقد بعثنا في كل أُمة رسولا أنِ اعبدوا الله
واجتنبوا الطاغوت﴾
[النحل:36]
“Dan sungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah taghut.” (QS. An-Nahl:
36)
Dan taghut adalah semua sembahan selain Allah dalam
keadaan dia ridha untuk disembah.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda ketika mengutus
Muadz bin Jabal radhiallahu anhu ke Yaman:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ» [ متفق عليه ]
“Sesungguhnya kamu menghadapi suatu
kaum Ahli Kitab, maka hendakah pertama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka
adalah penyembahan kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Al-Bukhari no. 1365 dan Muslim no. 28 dari Ibnu Abbas)
Sementara larangan terbesar yang Allah Ta’ala pernah
larang adalah kesyirikan, yaitu beribadah kepada selain Allah disamping
beribadah kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر مادون ذلك
من يشاء﴾ [النساء :48]
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang di bawah
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa`: 48)
Ayat ini berlaku bagi mereka yang tidak bertaubat. Dan
semua dosa yang derajatnya di bawah dari kesyirikan, itu tergantung dengan
kehendak Allah. Jika Dia berkenan maka Dia akan mengampuninya, dan jika tidak
maka Dia akan menyiksa pelakunya.
Allah Ta’ala juga berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة
ومأواه النار وما لظالمين من أنصار﴾ [المائدة:72]
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.” (QS.
Al-Maidah: 72)
Jika surga telah diharamkan untuknya maka keharusannya dia
akan kekal di dalam neraka selama-lamanya, karena ayat ini berbicara tentang
syirik akbar.
Dalam As-Sunnah, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu
berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ
نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قَالَ قُلْتُ لَهُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قَالَ قُلْتُ
ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ» [ متفق عليه ]
“Aku bertanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab: “Kamu membuat tandingan bagi Allah (syirik), sedangkan
Dialah yang menciptakanmu.” Aku berkata, “Sesungguhnya dosa demikian memang
besar. Kemudian apa lagi?” Beliau bersabda: “Kemudian kamu membunuh anakmu
karena khawatir dia makan bersamamu.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda: “Kamu berzina dengan isteri
tetanggamu.” (HR. Al-Bukhari no. 4117 dan
Muslim no. 124)
Maka hadits di atas menunjukkan bahwa dosa terbesar di
sisi Allah adalah kesyirikan. Dan juga menunjukkan bahwa hal ini (syirik dosa
terbesar) telah tertanam di dalam hati-hati para sahabat. Berdasarkan ucapan
Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya dosa demikian memang besar.”
Lawan dari kesyirikan adalah tauhid, dan inilah agama
Islam yang Allah tidak akan menerima agama lain selainnya dari siapapun.
Sebagaimana ucapan Nabi Yusuf alaihissalam:
قال الله تعالى: ﴿ إن الحكم إلا لله أمر أن لا تعبدوا إلا إياه﴾ [يوسف:40]
“Keputusan itu hanyalah
kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” (QS. Yusuf: 40)
Inilah agama yang karenanya Allah Ta’ala mengutus para rasul-Nya dan menurunkan
kitab-kitabNya. Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ شرع لكم من الدين ما وصي به نوحا والذي أوحينا
إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه﴾ [الشرى:13]
“Dia telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah di dalamnya.” (QS.
Asy-Syura: 13)
Dan Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu
alaihi wasallam:
قال الله تعالى: ﴿ قل إنما أُمرت أن أعبد الله ولا أشرك به إليه
أدعو وإليه مآب﴾ [الرعد: 36 ]
“Katakanlah
“Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak
mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan
hanya kepada-Nya aku kembali.” (QS. Ar-Ra’d:
36)
Maka Dia memerintahkannya untuk beribadah kepada-Nya
semata dan juga memerintahkan agar dia mengajak manusia kepadanya.
Dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu dia berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ يَا مُعَاذُ هَلْ
تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ
وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ
مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ
النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا» [متفق عليه]
“Aku pernah membonceng di belakang
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diatas seekor keledai yang diberi nama ‘Uqoir
lalu Beliau bertanya: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas para
hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Allah?” Aku jawab: “Allah dan Rosul-Nya
yang lebih tahu”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hak Allah atas para hamba-Nya
adalah hendankah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun dan hak para hamba-Nya atas Allah adalah seorang hamba tidak akan
disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”. Lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku menyampaikan
kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kamu beritahukan
mereka sebab nanti mereka akan berpasrah saja”. (HR. Al-Bukhari no. 2644 dan Muslim no. 44)
Makna hadits di atas adalah: Allah Ta’ala tidak akan menyiksa siapa saja yang
menyempurnakan tauhid. Sementara konsokuensi menyempurnakan tauhid adalah
menjauhi semua bid’ah dalam agama dan maksiat.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata:
حق
الإله عبادة بالأمر لا * بهوى النفس فذاك للشيطان
من
غير إشراك به شيئاً هما * سبب النجاة فحبذا السببان
لم
ينج من غضب الإله وناره * إلا الذي قامت به الأصلان
والناس
بعد فمشرك بإلهه * أو ذو ابتداع أوله الوصفان
“Hak Allah adalah menyembahnya berdasarkan perintah, bukan
dengan hawa nafsu, karena hawa nafsu itu untuk setan.
Tanpa disertai kesyirikan kepada-Nya sedikitpun, karena keduanya (menyembah
dan menjauhi kesyirikan) adalah sebab keselamatan, maka betapa hebatnya kedua
sebab ini.
Tidak ada yang akan selamat dari kemurkaan dan neraka Allah, kecuali orang
yang menegakkan kedua sebab di atas.
Manusia selain itu hanyalah orang yang berbuat kesyirikan kepada Allah atau
pelaku bid’ah.”
Beliau juga berkata:
ما
للعباد عليه حق واجب * كلا ولا سعي لديه ضائع
إن
عذبوا فبعدله أو نعموا * فبفضله وهو الكريم الواسع
“Hamba sama sekali tidak mempunyai hak yang wajib
atas-Nya, sekali-kali tidak. Dan tidak ada sedikitpun usaha (amalan) yang
sia-sia di sisi-Nya.
Jika mereka disiksa maka itu semata-mata karena
keadilan-Nya, atau jika mereka diberi nikmat maka itu semata-mata karena
keutamaan dari-Nya. Dan Dialah Maha Pemurah lagi Maha luas pemberian-Nya.”
Di antara bentuk syirik akbar adalah: Meminta kebutuhan dan keperluan kepada
orang yang telah meninggal atau kepada orang yang masih hidup akan tetapi
kebutuhan yang dia minta itu hanya Allah yang bisa memenuhinya. Juga meminta
pertolongan (istighatsah) kepada orang yang telah meninggal, bernadzar
untuknya, dan ibadah lainnya yang jika diserahkan kepada selain Allah akan
menjadi syirik akbar.
Post a Comment