Pada Mulanya Adalah Cahaya

Pada Mulanya Adalah Cahaya

Semoga Allah memberimu keberhasilan dalam melakukan segala tindakan yang diridai-Nya.

Pikirkanlah, tanamkan dalam pikiran, dan pahamilah segala yang kukatakan.

Makhluk pertama yang diciptakan Allah swt. dari Cahaya Ilahi Yang Maha indah adalah cahaya Muhammad saw. 

Dalam sebuah hadis qudsi Dia menyatakan:

“Telah Aku Ciptakan ruh Muhammad dari cahaya zat-Ku (Wajh).”

Pemimpin kita, Rasulullah saw. pun menyatakan dalam sabdanya:
“Pertama-tma Allah menciptakan ruhku, yang diciptakan-Nya sebagai cahaya Ilahi.”

“Pertama-tama Allah menciptakan Pena.”

“Allah pertama-tama menciptakan akal.”

Ciptaan pertama yang dimaksudkan dalam hadis-hadis itu adalah hakikat Muhammad, yang dirahasiaskan. Seperti Tuhannya, Muhammad juga memiliki nama-nama yang indah. Ia diberi nama Nur, Cahaya Ilahi, karena ia disucikan dari kegelapan yang tersembunyi di balik sifat kuasa dan keagungan Allah.


Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:

"Telah diturunkan kepadamu dari Allah cahaya dan Kitab yang terang"
(Al-Ma’idah (3) : 15).

Ia juga disebut Akal Universal ‘aql al-kulli) karena ia melihat dan memahami segala sesuatu. Ia disebut Pena (Al-Qalam), karena ia menyebarkan hikmah dan ilmu, serta menorehkan ilmu ke hamparan alam huruf.

Ruh Muhammad adalah hakikat semeua wujud. Ia adalah awal dan hakiakt alam semesta. Nabi saw. menyatakan hal ini dalam sabdanya:
“Aku berasal dari Allah dan orang beriman berasal dari diriku.”

Allah Swt. menciptakan semua ruh dari ruhnya di alam penciptaan pertama dengan sebaik-baik bentuk. Muhamamd adalah nama semua manusisa di alam arwah (‘alam al-arwah). Ia adalah sumber dan tempat kembali masing-masing dan segala sesuatu. Empatribu tahun setelah penciptaan Nur Muhammad, Allah menciptakan Arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia menciptakan seluruh makhluk dari Arasy.

Kemudian Dia mengutus ruh untuk turun kepada tingkatan penciptaan terendah, ke alam dunia ini, ke alam materi, atau alam jasadi.

"Kemudian Kami kembalikan dia kepada (tingkatan) yang terendah."
(Al-Thin : 5).


Dia mengirim cahaya dari tempat penciptaannya, Alam Ketuhanan (‘alam al-lahut), yakni alam manifestasi zat, keesaan, wujud mutlak Allah, ke alam manifestasi nama-nama Allah, manifestasi sifat-sifat, alam akal kausal, alam Ruh Universal. Di sana, jiwa itu diberi pakaian jubah cahaya.

Di sana pula jiwa itu diberi nama “jiwa sultan”. Berpakaian cahaya, mereka turun ke alam malaikat. Di sana mereka dipakaikan jubah terang para malaikat, lalu diberi nama “jiwa Ruhani”. Kemudian Dia memerintahkan mereka untuk turun ke alam materi, alam air, alam api, tanah dan eter, lalu mereka menjadi jiwa manusia. Dari alam inilah Dia menciptakan raga:

"Darinya Kami ciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan, lalu darinya Kami bangkitkan kamu sekalian untuk kedua kalinya."
(Thaha (20) : 55).


Setelah semua tahapan ini, Allah memerintahkan ruh untuk masuk ke dalam raga, dan atas kehendak-Nya, ia memasukinya:

"Maka apabila telah Kusempurnakan kejadian dan Kutiupkan ke dalamnya ruh-Ku ....
(Shad (38) : 72).


Seiring bergulirnya waktu, ruh-ruh itu mulai terikat kepada daging serta melupakan asal dan sumpah yang mereka ucapkan di alam arwah. Di sana, Allah bertanya kepada mereka, “Apakah Aku Tuhanmu?” dan mereka menjawab, “Ya!”. Mereka melupakan janji dan sumber mereka lupa jalan pulang mereka. Namun, Allah Maha Penyayang, sumber segala pertolongan dan keselamatan bagi makhluk-Nya. Dia mengasihi mereka sehingga diturunkan-Nya kitab-kitab suci dan para rasul untuk mengingatkan mereka akan sumber azali mereka.

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami (dan Kami perintahkan kepadanya):

“Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang, dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah .....
(Ibrahim (14) : 5).

Maksudnya, “Ingatkanlah ruh-ruh itu akan amsa-masa ketika mereka masih menyatu dengan Allah.”

Banyak rasul yang telah diutus ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian wafat. Tujuannya adalah membawa pesan kepada ummat manusia dan meneyadarkan mereka dari kelalaian. Tetapi dari amsa ke masa, orang yang mengingat-Nya, yang kembali kepada-Nya, yang ingin menyatu kepada sumber Ilahi mereka, dan yang tiba pada sumber azali mereka, jumlahnya semakin sedikit.

Para nabi datang dan pergi, dan pesan Ilahi terus disampaikan hingga datangnya risalah Muhammad saw, rasul terakhir yang menyelamatkan manusia dari kesesatan. Allah Swt. mengutusnya untuk membebaskan matahari dari kelalaian. Tujuan-Nya adalah membangkitkan mereka dari kealpaan dan menyatukan mereka dengan Keindahan Abadi, dengan zat Allah sebagaimana firman-Nya:

"Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yangg mengikutiku mengajakmu kepada Allah dengan hujjah yang nyata.....”
(Yusuf (12) : 108).


Rasulullah yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah jalan Nabi Muhammad saw.

Rasulullah, dengan maksud menunjukkan tujuan kita, bersabda:

"Sahabat-sahabatku laksana bintang di langit. Siapa saja di antara mereka yang kamu ikuti, niscaya kamu akan mendapati jalan yang benar.”

Pandangan ini muncul dari mata jiwa, mata yang dapat membuka sanubari orang yang dekat kepada Allah, yakni para kekasih Allah. Pandangan semacam ini takkan dilahirkan oleh semua pengetahuan lahiriah. Hanya pengetahuan ruhani, yang berasal dan mengalir dari kesadaran Ilahi saja yang dapat melahirkannya:

yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami"
(al-Kahfi (18) : 65).


Untuk meraihnya, manusia harus mencari orang yang memiliki pandangan batin, yang dibimbing oleh matahatinya. Guru yang menanamkan ilmu seperti itu haruslah orang yang dekat kepada Allah dan mampu mencapai Alam Tertinggi.

Wahai manusia, bangunlah dan bertobatlah agar mendapatkan ilmu dari Tuhanmu. Berjuanglah! Allah memerintahkanmu:

"Dan bergeraklah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yagn disediakan untuk orang yang bertakawa. (Yaitu) Orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang yang berbuat kebaikan."
(Al-Imran (3) : 133 – 134).

Pilihlah jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah ruhani yang menempuh jalan kembali kepada Allah. Sebentar lagi jalan itu akan ditutup, dan takkan kau dapati seorang pun teman seperjalanan. Kita tidak ditutunkan ke dunia yang luas dan rusak ini untuk bersanati kita tidak diutus ke sini hanya untuk makan minum, dan buang hajat. Nabi kita, Muhammad saw. selalu mengamatimu. Ia prihatin melihat keadaanmu. Ia tahu apa yang akan terjadi saat ia bersabda:

"Rasa sakitku disebabkan oleh ummatku di akhir zaman.”

Hanya ada dua hal yagn kita dapatkan, yaitu yang nyata dan yang gaib yang nyata berbentuk ajaran-ajaran agama atau yang gaib dalam bentuk hikmah, Allah Swt. memerintahkan kita untuk menyelaraskan wujud lahiriah kita dengan ajaran agama dan menata wujud batiniah kita dengan hikmah. Jika yang lahir dan yang batin telah menyatu, jika antara agama dan hikmah telah berpadu, kita akan meraih tingkatan hakikat. Perjalanan itu seperti pohon kebenaran yang menumbuhkan daun, lalu kuncup, dan kemudian bunga yang akhirnya menjadi buah.

"Dia membiarkan dua lautan mengalir yagn kemudian keduanya bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing."
(Al-Rahman (55) : 20).

Dua harus menjadi satu, Hakikat takkan bisa diraih hanya melalui pengetahuan inderawi, yang berkaitan dengan alam lahir. Tujuan akhir manusia, yaitu sumber azali, tidak dapat dicapai dengan cara itu. Ibadah sejati membutuhkan agama sekaligus pengetahuan.

Allah Swt. berfirman:

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku"
(al-Dzariyat (51) : 56).

Dengan kata lain, “Mereka diciptakan agar mengenal-Ku.” Bagaimana mungkin orang yang tidak mengenal Dia dapat sungguh-sungguh memuji-Nya, memohon pertolongan, dan mengabdi kepada-Nya?

Ilmu yang dibutuhkan untuk mengenal-Nya hanay dapat diraih dengan membuka tabir yang menutupi cermin hati, dan membersihkannya hingga berkilau. Barulah kemudian keindahan Ilahi yang selama ini tersembunyi akan memancar darinya.

Allah Swt., dalam sebuah hadis qudi, berfirman: “Aku adalah harta tersembunyi. Aku ingin dikenal, karena itulah Kuciptakan makhluk.”

Jadi, manusia diciptakan oleh Allah agar ia berusahha memperoleh pengetahuan dan mengenal Penciptanya.

Ilmu Ilahi terbagi ke dalam dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah mengenal sifat-sifat dan manifestasi Allah. Tingkatan kedua adalah mengenal zat Allah. Pada tingkatan pertama, manusia yang bersifat jasmani merasakan dunia ini maupun akhirat.

Namun, ilmu yang menuntun kepada pengetahuan tentang zat Allah berada dalam ruh suci yang memungkin manusia mengetahui rahasia-rahasia akhirat.

Allah menegaskan hal ini dalam Firman-Nya:

.... dan Kami perkuat dia dengan ruh kudus ..... (Al-Baqarah
(2) : 87).

Orang yang mengenal zat Allah memperoleh kekuatan ini melalui ruh suci yang telah dianugerahkan kepada mereka.

Kedua jenis pengetahuan ini diperoleh melalui dia macam ilmu, yaitu ilmu batin dan ilmu lahir. Setiap orang membutuhkan keduanya untuk meraih kebaikan. Rasulullah saw., menjelaskan bahwa:
Ilmu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu ilmu yang berada dalam lidah yang menjadi hujjah atas keberadaan Allah, dan ilmu yang berada dalam hati. Ilmu inilah yang dibutuhkan untuk mewujudkan harapan-harapan kita.

Manusia sangat membutuhkan ilmu agama untuk mengetahui manifestasi lahir zat Allah yagn tercermin pada alam sifat-sifat dan alam nama-nama. Setelah menguasainya, seseorang harus mendidik batinnya untuk memahami berbagai rahasia sehingga ia dapat memasuki alam ilmu ilahi dan mengenal hakikat. Pada tingkatan pertama, ia harus meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, kaum Sufi menganjurkan agar kita meninggalkan segala perilaku dan akhlak yang salah.

Caranya adalah melatih diri melaksanakan segala hal yang dibenci hawa nafsu, serta melakukan segala hal yang menahan hasrat jasmani. Untuk meraih semua tujuan ini, ia harus melatih dirinya secara sungguh-sungguh agar hawa nafsunya benar-benar lumpuh; dak dapat melihat atau pun mendengar. Lakukanlah semua itu semata-mata karena Allah dan demi kehadiran-Nya.

Allah berfirman:

"Barang siapa berharap akan bertemu dengan Tuhan, hendaklah ia beramal saleh dan tidak menyekutukan Tuhannya dalam beribadah kepada-Nya. "
(Al-Kahfi (18) : 110).

Inilah alam tertinggi, alam yang pertama diciptakan. Alam ini adalah sumber azali, tanah air yang didambakan setiap manusia. Di alam itulah ruh suci ruh manusia – diciptakan dalam bentuk yang terbaik.

Hakikat itu telah ditanamkan pada inti hati sebagai amanat Allah yang diserahkan kepadamu untuk kau jaga. Hakikat ini akan mewujud melalui pertobatan dan upaya sungguh-sungguh mempelajari ilmu agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan ketika seseorang senantiasa mengingat Allah dan selalu membaca kalimat penyaksian: La ilaha ilalah. Pada mulanya, ia membaca kalimat tauhid itu dengan lidanya, lalu hatinya menjadi hidup, dan akhirnya ia membacanya secara sirr dalam hatinya.

Kaum sifu menyebut berbagai tahapan ruhani ini dengan sebutan “thifl – bayi”, karena bayi dilahirkan dalam hati, lalu diasuh dan dibesarkan di sana. Hati. Layaknya seorang ibu, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anaknya. Ketika anak dunia diajari ilmu duniawi, anak hati diajari ilmu ruhani.

Sebagaimana seorang anak kecil suci dari dosa, anak hati pun suci dari kealpaan, sifat keras kepala, dan keraguan. Kesucian seorang anak sering kali tampak melalui keindahan fisik. Sedangkan kesucian anak hati tampak dalam bentuk malaikat, yang mewujud di alam mimpi. Manusia boleh mengharapkan surga sebagai balasan atas amal salehnya, namun karunia surga ini hanya akan mewujud melalui upaya anak hati.

"Berada dalam surga kenikmatan ..... mereka dikelilingi anak-anak muda yang tetap muda. "
(Al-Waqi’ah (56) : 12 – 17).

"Berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan."
(al-Thur (53) : 24).

Itulah anak-anak hati yang didambakan kaum sufi. Mereka disebut “anak-anak” karena keindahan dan keucian mereka, yang terpantul pada alam lahiriah dalam wujud manusia. Dari sisi kelembutan dan keluuannya, mereka adalah anak-anak hati, namun dari sisi fisik, mereka adalah manusia yang mampu mengubah penampilan karena ia terhubung kepada Sang Pencipta. Inilah gambaran sejati manusia. Baginya, tak ada materi, dan dirinya pun bukan materi. Tak ada tabir atau pun sekat antara wujud dirinya dan zat Allah.

Rasulullah saw., menjelaskan keadaan ini dalam sabdanya:

“Aku pernah berada bersama Allah. Ketika itu, tak ada pemisah antara kami, baik malaikat terdekat maupun seorang nabi.”

“Nabi yang tak dapat menyela antara Nabi dan Allah adalah raga rasulullah saw., sendiri. Malaikat yang terdekat kepada Allah adalah nur Muhammad, makhluk pertama. Dalam keadaan yang didamba semua sufi itu, ia berada sangat dekat dengan Tuhannya sehingga baik raga maupun jiwanya tak dapat memisahkan keduanya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Allah memiliki surga yang di dalamnya tidak terdapat istana, tanah, sungai madu, dan susu; surga yang hanya dapat dilihat seseorang saat bertemu dengan Allah.”


Allah menegaskan hal ini dalam firmannya:

Wajah-wajah (orang beriman) apda hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan merekalah mereka melihat.
(Al-Qiyamah (75) : 22-23).

Rasulullah saw. bersabda:

“Pada hari itu kau akan melihat Tuhanmu laksana melihat bulan purnama.”

Kendati demikian, keadaan ini, jika didekati oleh makhluk, bahkan malaikat sekalipun, akan menghancurkannya menjadi debu.

Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman:

“Seandainya Kubuka tabir sifat-Ku Yang Maha perkasa meski sesaat, niscaya segalanya terbakar musnah sejauh mata-Ku memandang.”

Malaikat Jibril, yang menemani Nabi Muhammad saw. dalam mikrajnya ke langit ke tujuh, mengatakan bahwa seandainya ia maju selangkah dari tempatnya saat itu, nisaya ia akan hangus terbakar

Tidak ada komentar