Tafsir Surat al-Insyirah

 

Tafsir Surat al-Insyirah

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:

Sesungguhnya diantara sekian banyak surat-surat Qur'an yang sering terulang-ulang mampir dalam pendengaran kita, dan kita sangat membutuhkan pemahaman serta mengetahui hukum dan pelajaran yang terkandung didalamnya ialah surat al-Insyarah.

Yaitu firman -Nya tabaraka wa ta'ala:

﴿ أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ ١ وَوَضَعۡنَا عَنكَ وِزۡرَكَ ٢ ٱلَّذِيٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ ٣ وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ ٤ فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ٥ إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ٦ فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب ٨ [ الانشراح: 1-8]

"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu, karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap". (QS Alam Nasyrah: 1-8). 

Penjabaran ayat:

Allah ta'ala memulai surat ini dengan firman -Nya:

﴿ أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ ١ [ الانشراح: 1]

"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?". (QS Alam Nasyrah: 1).

Allah ta'ala berkata kepada nabi -Nya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam  dalam rangka mengingatkan nikmat yang diberikan padanya, dengan keutamaan yang dimiliki, sebagai penggugah agar tatkala dirinya teringat hal tersebut mau segera mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan padanya tersebut, agar nantinya bisa memperoleh tambahan dari karunia tersebut. Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan, "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu, Wahai Muhammad, kami telah memberi cahaya untuk hatimu, kami jadikan hatimu terasa luas dan lapang, kami lapangkan dadamu untuk mudah menerima syari'at dan urusan agama, berdakwah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla serta kami sifati dengan budi pekerti yang luhur, mengedepankan urusan akhirat, mudah mengerjakan kebajikan, dan dirimu tidak merasa sempit lagi sesak sehingga sulit mengerjakan kebaikan yang terasa terbentang, sebagaimana dikatakan oleh Allah ta'ala dalam firman     -Nya: 

﴿ فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ ١٢٥ [ الأنعام: 125]

"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam". (QS al-An'aam: 125).

Dan diantara do'a yang dipanjatkan oleh nabi Musa 'alihi sallam ialah:

﴿ قَالَ رَبِّ ٱشۡرَحۡ لِي صَدۡرِي ٢٥ [ طه: 25]

"Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku". (QS Thahaa: 25).

Dan diantara bentuk lapang dada yang diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla pada nabi -Nya, ialah apa yang -Dia karuniakan pada malam Isra, serta segala perkara yang berkaitan dengan kejadian tersebut dari kelapangan secara maknawi yang beliau jumpai. Sebagaimana dijelaskan kisah Isra tersebut dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, berkata, "Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « بَيْنَا أَنَا عِنْدَ الْبَيْتِ بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ إِذْ سَمِعْتُ قَائِلاً يَقُولُ أَحَدُ الثَّلاَثَةِ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ. فَأُتِيتُ فَانْطُلِقَ بِى فَأُتِيتُ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيهَا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ فَشُرِحَ صَدْرِى إِلَى كَذَا وَكَذَا. قَالَ قَتَادَةُ فَقُلْتُ لِلَّذِى مَعِى مَا يَعْنِ, قَالَ: إِلَى أَسْفَلِ بَطْنِهِ. فَاسْتُخْرِجَ قَلْبِى فَغُسِلَ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ أُعِيدَ مَكَانَهُ ثُمَّ حُشِىَ إِيمَانًا وَحِكْمَةً » [أخرجه البخاري ومسلم]

"Tatkala diriku sedang berada disisi Ka'bah, dalam kondisi tidur dan terjaga tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara yang menyeru, "Salah satu dari tiga diantara dua orang. Kemudian ia mendatangiku serta membawaku pergi. Lalu dibawakan bersamaku bejana yang terbuat dari emas yang berisi air zam-zam, kemudian seteleh itu dadaku dibelah sampai batas ini dan itu". Berkata perawi hadits, yang bernama Qotadah, "Aku bertanya pada orang yang bersamaku, apa yang dimaksud? Dijawab, "Sampai bawah perut beliau". Nabi melanjutkan, "Kemudian hatiku dikeluarkan lalu dicuci dengan air zam-zam, setelah itu dikembalikan lagi ke tempatnya, maka sesudah itu hatiku dipenuhi dengan keimanan dan hikmah". HR Bukhari no: 3207. Muslim no: 164. 

Kemudian Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya:

﴿ وَوَضَعۡنَا عَنكَ وِزۡرَكَ ٢ [ الانشراح: 2]

"Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu".(QS.Alam Nasyrah: 2). 

Artinya kami telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lewat. Dan kami hilangkan beban yang berat yang menimpamu pada fase Jahiliyah, sebagaimana yang dikatakan oleh Allah ta'ala dalam firman -Nya yang lain:

﴿ لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ ٢ [ الفتح: 2]

"Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang". (QS al-Fath: 2). 

Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan kembali firman  -Nya:

﴿ ٱلَّذِيٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ ٣ [ الانشراح: 3]

"Yang memberatkan punggungmu". (QS Alam Nasyrah: 3).

Maksudnya sangatlah berat, sampai terdengar suara gemertak tulang punggung dikarenakan menanggung beban yang berat. Ahli bahasa menjelaskan, "Beban berat bawaan diatas punggung onta apabila sampai terdengar suara ringkihannya, dikarenakan begitu berat beban yang dibawanya, itulah makna naqodho".

Ulama lain mengatakan, "Hanya saja diletakan dosa para nabi dengan beban yang sangat berat seperti ini walaupun dosa mereka telah diampuni, yang disebabkan perhatian mereka terhadap perbuatan dosa, maka penyesalan manakala berniat melakukannya  dan  begitu merugi bila sampai melakukannya".

Selanjutnya Allah ta'ala mengatakan:

﴿ وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ ٤ [ الانشراح: 4]

"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu".(QS Alam Nasyrah: 4).

Berkata Mujahid, "Yakni pengumuman, inilah yang dikatakan Hasan bin Tsabit dalam untain bait syair:

Begitu mulia gelar yang disandang oleh penutup para nabi

Dari Allah yang bersaksi dengan isyarat serta kesaksian

Menyatukan dalam nama -Nya dengan nama nabi

Tatkala dikumandangkan muadzin lima kali dalam sehari

Sangatlah mustahil sebuah nama mampu menyamai kemuliaannya

Ketika disejajarkan bersama Maha Terpuji yakni Muhammad

Diriwayatkan oleh Imam adh-Dhahak dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, berkata, "Allah mengatakan pada nabi -Nya, "Tidaklah disebut diriKu melainkan engkau pun ikut disebut, dalam adzan, iqomah, tasyahud, pada hari jum'at diatas mimbar, hari raya idul fitri, dan adha serta hari-hari tasyriq, hari Arafah, tatkala melempar tiga jumrah, dibukit Shafa dan Marwah, pada khutbah nikah, serta dibelahan bumi timur dan barat dimanapun manusia berada.

Kalau seandainya ada seorang menyembah Allah Shubhanahu wa ta’alla yang Maha Terpuji serta percaya dengan adanya surga dan neraka plus dibarengi percaya dengan segala sesuatu, akan tetapi, dirinya tidak bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang rasul utusan Allah, maka semua perbuatan serta keyakinannya tersebut tidak berguna sama sekali, bahkan dirinya masih dalam keadaan kafir.

Ada lagi para ulama yang mengatakan, "Maksud ayat diatas, kami umumkan penyebutanmu, dengan kami cantumkan didalam kitab-kitab suci yang diturunkan pada para nabi sebelummu, kemudian kami perintahkan mereka supaya menyampaikan kabar gembira dengan kedatanganmu, dan tidak ada agama yang tersisa melainkan agama yang engkau bawa, yang akan mengguguli semua agama sebelumnya".

Ada pula yang menafsirkan, "Kami angkat penyebutan namamu di sisi para malaikat di langit, kemudian didunia dihadapan kalangan orang beriman, kemudian kami akan angkat kembali penyebutan namamu diakhirat dengan kedudukan terpuji yang kami anugerahkan padamu, serta kemuliaan yang berlipat-lipat". Dan yang nampak bahwa ayat diatas mencakup semua makna yang disebutkan oleh para ulama dimuka tadi".[1]

Sedangkan Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa'di, beliau menjelaskan, "Bagi beliau dalam hati umatnya memiliki kemulian serta kecintaan dan keagungan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun setelah Allah ta'ala, maka Allah membalas dari umatnya sebaik-baik balasan atas jasa yang diberikan oleh seorang nabi pada umatnya".[2]

Kemudian dilanjutkan oleh Allah ta'ala dengan firmanNya:

﴿ فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ٥ [ الانشراح: 5]

"karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan". (QS Alam Nasyrah: 5). 

Ini merupakan berita gembira dari Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada utusan -Nya serta umatnya. Sebagaimana kondisi Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam ketika berada di makah dengan keadaan yang begitu sulit lagi sempit. Ketika beliau mencoba dakwahnya di Thaif juga penerimaannya demikian, manakala sampai di madinah kesulitan itu masih saja ada yakni tatkala berhadapan dengan orang-orang munafik.

Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla pun benar-benar memenuhi janji yang telah -Dia janjikan padanya dahulu dengan kemudahan pada urusan dakwahnya, sehingga tidaklah beliau meninggal meliankan telah Allah Shubhanahu wa ta’alla taklukan baginya negeri Hijaz dan Yaman, lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla lapangkan rizkinya, sampai sekiranya ada dikalangan mukmin yang menerima dua ratus onta serta mendapat hibah yang luar biasa banyaknya sehingga dia simpan bagi keluarganya dan mampu mencukupi kebutuhannya selama satu tahun penuh.

Dan kemudahan ini yang dicapai oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam  demikian pula akan dirasakan oleh umat beliau. Begitu pula maksud firman Allah ta'ala pada ayat berikutnya:

﴿ إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ٦ [ الانشراح: 6]

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan". (QS Alam Nasyrah: 6).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيرًا وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا » [أخرجه أحمد]

"Ketahuilah, sesungguhnya pada kesabaran terhadap apa yang engkau benci mempunyai kebaikan yang sangat banyak. Dan sesungguhnya pertolongan itu bersama dengan kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan". HR Ahmad 5/19 no: 2803.

Ibnu Abbas menjelaskan, "Allah ta'ala berfirman, "Aku ciptakan satu kesulitan, kemudian gantinya Aku ciptakan dua kemudahan, dan tidak mungkin kesulitan itu mengalahkan kemudahan".[3] Yang ingin beliau jelaskan, walaupun bila dicermati bahwa ayat tersebut menyebutkan kesulitan sebanyak dua kali begitu juga kemudahan sebanyak dua kali. Maka sebagaimana dijelaskan oleh ahli balaghoh bahwa kesulitan didua ayat tidaklah disebut kecuali sekali saja, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

 

﴿ فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ٥ إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ٦  [ الانشراح: 5-6]

"karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan". (QS Alam Nasyrah: 5-6).

Kesulitan pertama dalam ayat di ulangi kembali pada ayat kedua dengan mengunakan alif lam, dan dua huruf ini memiliki pesan tersembunyi bahwa antara yang pertama dan kedua itu sama hakekatnya, adapun kemudahan yang disebut dalam dua ayat diatas tidak ditampilkan dengan alif dan lam namun datang dengan isim nakirah (umum), maka kaidahnya apabila ada sebuah kata benda yang diulang dua kali secara ma'rifah (jelas) maka yang kedua kalinya sama kedudukannya seperti pertama, melainkan sangat sedikit kasus yang keluar dari kaidah umum ini. Dan apabila ada kata benda yang diulang dua kali dengan ungkapan nakirah (umum) maka yang kedua bukan yang dimaksud pada jumlah pertama, dikarenakan yang kedua juga dengan lafad nakirah.

Maka kesimpulannya, didalam dua ayat diatas menjelaskan pada kita adanya dua kemudahan pada satu kesulitan. Dan dalam hal ini, ada seorang ulama yang mengatakan dalam untaian bait syairnya:

Tatkala hati penuh dengan kegundahan

Begitu sempit terasa dada nan luas ini

Kebencian seakan merasuk dan tinggal dengan tenangnya

Membuat dada sibuk menghapus perkaranya

Datang padamu keterputus asaan, lalu dirimu

Memohon pada Dzat Pemurah yang mengabulkan do'a

Karena tiap kejadian apabila sulit terselesaikan

Maka pertolongan akan segera menghampirinya

Ada lagi yang mengatakan:

Sekiranya ada kesedihan yang menimpa seorang

Di sisi Allah lah jalan keluar semuanya

Dikala semua hamba mengira tidak ada jalan lagi

Maka Dia angkat kesulitan yang telah disangka tertutup

Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan dalam ayat berikutnya:

﴿ فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧ [ الانشراح: 7]

"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain". (QS Alam Nasyrah: 7). 

Maksudnya jika engkau telah selesai dari urusan dunia serta kesibukannya, telah terputus hubunganmu bersamanya, segeralah menunaikan ibadah, kerjakanlah dengan penuh semangat, pikiran kosong dari dunia dan ikhlaskan niat dan tujuan hanya untuk Rabbmu. Ibnu Abbas dan Qotadah mengatakan, "Apabila engkau telah selesai dari sholatmu maka bersungguh-sungguhlah kamu didalam berdo'a dan mintalah pada -Nya untuk dimudahkan urusanmu".

Adapun Ibnu Mas'ud maka beliau menjelaskan, "Apabila engkau telah selesai dari perkara wajib, maka kerjakanlah sholat malam".

Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menutup surat ini dengan firman     -Nya:

﴿ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب ٨ [ الانشراح: 8 ]

"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap". (QS Alam Nasyrah: 8).

Ats-Tsauri mengatakan, "Jadikan niatmu serta tujuanmu hanya tertuju kepada Allah azza wa jalla".

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.


[1] . al-Jami li Akhamil Qur'an 22/357-368.

[2] . Tafsir Ibnu Sa'di hal: 888.

[3] . Tafsir al-Qurthubi 22/358.

Tidak ada komentar