Tujuan Puasa
Tujuan Puasa
Sebenarnya apa tujuan dari ibadah puasa? Apa yang ingin dicapai seseorang dari ibadah puasanya? Apa perubahan yang diharapkan setelah seseorang menyelesaikan ibadah puasa?
Hal ini sudah Allah ta’ala jelaskan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Jelas bahwa tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Dan takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mendefinisikan takwa:
اتخاذ وقاية من عذاب الله بفعل أوامره واجتناب نواهيه
“Menjaga diri dari adzab Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya” (Syarh Al Aqidah Al Washitiyyah).
Thalq bin Habib rahimahullah (ulama tabi’in) mendefinisikan taqwa :
العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ
“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap pahala dari Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap adzab Allah” (Siyar A’lamin Nubala, 8/175).
Maka tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang lebih taat kepada Allah dan Rasul-Nya, lebih serius menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Al Baghawi rahimahullah ketika menjelaskan ayat di atas, beliau memaparkan korelasi antara puasa dengan takwa:
الصوم وصلة إلى التقوى لما فيه من قهر النفس وكسر الشهوات
“Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat” (Ma’alim At Tanziil, 1/196).
Dalam Tafsir Al Jalalain juga dijelaskan:
لعلكم تتقون المعاصي فإنه يكسر الشهوة التي هي مبدؤها
“Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat” (Tafsir Al Jalalain, 189).
Yaitu ketika kita terlatih selama 30 hari bisa menahan diri dari perkara yang mubah (makan, minum, hubungan intim), maka diharapkan setelah itu, kita mampu menahan diri dari perkara yang haram.
Sehingga orang yang berpuasa, semestinya selesai berpuasa ia menjadi orang yang:
* meninggalkan syirik
* meninggalkan bid’ah
* lebih rajin shalat
* lebih rajin baca dan mempelajari Al Qur’an
* mendirikan shalat jama’ah di masjid 5 waktu bagi laki-laki (setelah wabah berakhir)
* menutup aurat
* berhijab syar’i bagi wanita, meninggalkan jilbab kecil dan pakaian ketat
* meninggalkan riba
* meninggalkan dusta, ghibah, kata-kata kotor
* meninggalkan musik, joget-joget, dugem
* meninggalkan rokok
* meninggalkan pacaran
* rajin belajar agama
Jika setelah puasa tidak ada perubahan apa-apa, maka kita khawatirkan puasa kita tidak manfaat dan tidak mencapai tujuannya. Sa’id bin Jubair rahimahullah mengatakan:
إن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها
“Diantara ganjaran bagi suatu amalan kebaikan adalah bisa melakukan amalan kebaikan lain setelahnya” (dinukil dari Majmu’ Al Fatawa Syaikhul Islam, 4/10).
Jika setelah amalan puasa Ramadhan selesai, ternyata kita tidak bisa melakukan ketaatan-ketaatan di atas, kita khawatir amalan puasa kita tidak dianggap sebagai amalan kebaikan oleh Allah ta’ala.
Semoga Allah ta’ala menerima amalan shalih kita dan menjadikan kita orang-orang yang bertaqwa.
***
Post a Comment