Ziarah Ke Makam Rasulullah SAW di Madinah. Pada saat berziarah ke makam Muhammad SAW ada sebuah getaran kuat yang kita rasakan. Getaran tersebut menyerupai saat kita berada didepan Multazam, pintu Ka’bah. Di bagian awal bab sudah kuceritakan, bahwa kita tidak kuasa menahan haru dan gembira. Tanpa terasa air mata membasahi pipi sebagai tanda bangga dan bahagia. Mimpi untuk berziarah ke makam Nabi sudah tersampaikan. Shalawat dan salam kuhaturkan kepada baginda Muhammad SAW.
Setiap muslim yang berziarah ke makam beliau hampir bisa dipastikan juga merasakan hal yang sama. Sebuah perjumpaan yang dapat mengisi ruang batin yang haus akan sentuhan ruhani dalam rangka memperbarui Iman, Islam, dan Ihsan. Ketiga ajaran tersebut merupakan inti dari tuntunan yang dibawa Muhammad SAW. Ketika berziarah ke makam beliau, semuanya hadir dalam waktu bersamaan.
Berziarah ke makam Nabi mempunyai kenikmatan tersendiri. Utamanya kenikmatan batin, yang tidak mudah didapatkan ditempat lain, kecuali di Ka’bah. Sebab itu, barangsiapa mendapat “panggilan” untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah, Nabi juga mengundang agar berziarah ke Masjid Nabawi, yang dulunya juga menjadi tempat tinggal Nabii selama di Madinah. Jika dulu, rumah Nabi terpisah dengan Masjid Nabawi, sekarang rumah tersebut sudah menjadi satu dalam area Masjid Nabi. Makam Nabi terdapat didalam lingkungan masjid.
Sebab itu, berziarah ke Masjid Nabawi diantara daya tariknya adalah berziarah ke makam Nabi. Apalagi kalangan Sunni yang meyakini ziarah makam Nabi sebagai sebuah keutamaan, ada sentuhan batin dan pengalaman spiritual yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Berziarah ke makam para ulama saleh adalah keutamaan, apalagi ke makam Muhammad SAW yang telah membawa ajaran Islam dengan segala perjuangan dan pengorbanannya.
Di pesantren, pelajaran tentang perjalanan hidup Nabi (al-sirah al-nabawiyyah) merupakan pelajaran utama. Sejak tahun-tahun pertama, kita dikenalkan dengan perjalanan hidup Nabi sejak sebelum lahir hingga meninggal dunia di Madinah. Kiai Idris Jauhari adalah kiai yang kita banggakan, karena dari buku beliaulah kita mengerti secara detail tentang perjalanan hidup Nabi.
Intinya, mengenal perjalanan hidup Nabi merupakan sebuah petualangan intelektual yang mencerahkan. Setiap gerak, ucapan, dan kebijakan Nabi merupakan teladan yang sangat baik, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, Sungguh bagi kalian dalam diri Rasulullah SAW terdapat teladan yang baik (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Sembilan tahun kemudian kita mendapatkan panggilan untuk berziarah ke makam Nabi. Sebuah kesempatan emas yang harus digunakan sebaik mungkin agar pengenalan dan pemahaman yang menghujam kuat dalam sanubariku menjelma sebagai tuntunan hidup dan sumber inspirasi. Bagiku yang dibesarkan dalam tradisi Nahdlatul Ulama, ziarah ke makam Nabi akan memberikan tambahan nilai yang sangat berharga untuk senantiasa mengikuti ajarannya yang lurus dan toleran (al-hanifiyyah al-samhah).
Berziarah ke makam Nabi hakikatnya dalam rangka menghadirkan kembali makna-makna yang dapat mengisi kehidupan pada kedamaian dan keadaban publik. Salah satu makna tersebut adalah pentingnya ilmu. Saat berziarah ke makam Nabi, posisiku sebagai mahasiswa Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, yang sedang terhanyut dalam lautan ilmu merupakan fondasi yang sangat penting untuk mengayuh perahu di samudera peradaban yang amat luas. Apalagi pada masa modern yang salah satu ukurannya adalah ilmu pengetahuan.
Berziarah ke makam Nabi dengan subyektivitas personal yang terlibat langsung dengan sejarah dan ajarannya memberikan harapan yang sangat berarti. Pengalaman berziarah telah menyisakan sebuah kenangan indah, yaitu perjumpaan batin yang tidak akan pernah terlupakan.
Post a Comment