Ingin Betah Membaca Al Qur'an? Tadabbur Kuncinya
Ingin Betah Membaca Al Qur'an? Tadabbur Kuncinya
Bulan Ramadan adalah bulan Al-Qur’an. Bulan Ramadan disebut demikian karena Al-Qur’an diturunkan di bulan yang penuh keberkahan ini. Tahukah engkau bahwa malaikat Jibril mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi pada setiap malam di bulan Ramadan?
أن رسول الله -صلي الله عليه وسلم- كان من أجود الناس، وأجودُ ما يكون في رمضان، حين يلقاه جبريلِ، يلقاه كل ليلة يدارسه القرآن، فكان رسول الله صلى الله عليه وسلم حين يلقاه جبريل أجودَ من الريح المرسَلة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau bertambah pada bulan Ramadan ketika malaikat Jibril datang menemui beliau. Jibril biasa menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadan untuk membacakan Al-Qur’an kepada beliau. Sungguh kedermawanan beliau di bulan ini lebih cepat daripada angin yang berhembus.” (HR. Ahmad (3/475 no. 3538))
Hadis ini adalah isyarat untuk kaum muslimin agar memperbanyak interaksi dengan Al-Qur’an di bulan Ramadan. Hal tersebut sudah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para salaf pun selalu berusaha menyibukkan diri dengan Al-Qur’an. Baik itu membaca, mentadaburi, dan mempelajarinya.
Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan setiap hari. Sebagian salaf mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh malam sekali. Bahkan Imam Asy-Syafi’i bisa mengkhatamkan 60 kali dalam salat ketika bulan Ramadan tiba. Benarlah perkataan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berikut ini.
لو طهرت قلوبكم ما شبعت من كلام الله
“Jika hati kalian bersih, niscaya kalian tidak akan bosan membaca Al-Qur’an.” (Mawa’id As-Sahabah lilumri Muqbil, hal 40)
Namun, banyak orang yang ternyata sulit menikmati momen membaca Al-Qur’an. Target khatam sekian kali malah menjadi beban yang hanya untuk ditunaikan saja. Mereka membaca Al-Qur’an hanya di lisan karena buru-buru dikejar deadline. Namun, di balik target khataman itu, ruh terasa kosong ketika membacanya. Tak sedikit yang akhirnya bosan hingga tak bisa berlama-lama bersama Al-Qur’an.
Padahal, Al-Qur’an adalah nutrisi bagi jiwa. Ialah satu-satunya kitab yang kita tak bisa mengubahnya tetapi ia bisa mengubah hidup kita. Mengapa kita tak betah membacanya? Bisa jadi karena kita tidak mentadaburinya.
Membaca Al-Qur’an tanpa mentadaburi dan memahaminya bukanlah petunjuk salafush shalih. Para salafush shalih berusaha memahami kandungan Al-Qur’an ketika membacanya.
Sebagai contoh, pada suatu kesempatan, Imam Ats-Tsauri mengimami salat. Ketika sampai ayat,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah: 5)
Beliau pun menangis hingga terputus bacaannya sehingga beliau mengulangi dari awal. Mungkinkah beliau akan menangis jika tidak memahami maknanya?
Di kesempatan lain, Abdullah bin Mas’ud membaca surat Al-Muthaffifin hingga sampai di ayat,
يَّوۡمَ يَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِيۡنَ
“(Yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Rabb seluruh alam.” (QS. Al-Muthaffifin: 6)
Beliau pun menangis hingga tak mampu melanjutkan ke ayat berikutnya. Apakah mungkin beliau terdiam tak bisa melanjutkan ke ayat berikutnya jika tidak tahu apa yang ia baca?
Inilah letak kelezatan membaca Al-Qur’an itu. Yaitu ketika kita berusaha memahami dan mentadaburinya. Bukankah Al-Qur’an turun di antaranya untuk membersihkan hati kita? Dan bagaimana mungkin hati kita bersih jika tidak memahaminya?
Ketahuilah bahwa tadabur Al-Qur’an adalah ibadah yang agung, Yang mana Allah memotivasi kita melakukannya dalam firman-Nya berikut ini,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 82)
Begitu juga dalam firman-Nya
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Inilah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadaburi ayat-ayatnya dan orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS. Shad: 29)
Ibnu Taimiyyah dalam kitab Khulashah fii Tadabburi Al-Quranul Karim mengatakan, “Siapa saja yang mendengar kalamullah dan kalam Rasul dengan akalnya dan mentadaburinya dengan hatinya, ia akan mendapatkan pemahaman, rasa manis, dan keberkahan, yang mana tidak dia dapati hal tersebut pada kalam lainnya, baik dalam bentuk sajak maupun prosa.”
Ketahuilah saudariku, tidak ada kehidupan hati dan keselamatan jiwa tanpa membaca kitab yang mulia ini. Tentu yang dimaksud membaca di sini bukan hanya membaca dengan lisan saja, tetapi juga dengan hati. Sesungguhnya sifat seorang muslim akan tergambar dari interaksinya dengan Al-Qur’an. Ia akan mendapatkan kemuliaan, penjagaan, rahmat, petunjuk, dan peringatan dari interaksinya dengan Kitabullah tersebut.
Oleh karena itu, marilah kita tidak sekedar membaca Al-Qur’an dengan lisan saja. Berilah ruh kita nutrisi dengan berusaha memaknai apa yang kita baca. Ketika membaca Al-Quran, bacalah juga terjemahannya. Pun juga tafsir yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut. Alhamdulillah, kini telah terdapat banyak aplikasi yang memungkinkan kita membaca tafsir lewat layar handphone kita. Semoga tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak berusaha mentadabburi Al-Quran karena berbagai kemudahan telah Allah berikan di zaman ini.
Tak lupa, kita mohon kepada Allah kemudahan dalam membaca Al-Quran baik secara lisan maupun secara hati. Semoga Allah beri petunjuk dan kemudahan dalam melakukan ketaatan ini.
—
Penulis: Rahma Aziza Fitriana
Artikel Muslimah.or.id
Daftar Pustaka:
- Khulashah fii Tadabburi Al-Quranul Karim, Khalid bin Utsman As-Sabt, Dar Al-Hadarah Lin Nashr wa At-Tauzi’, Tahun 1437H/2016 M.
- Mawa’id As-Sahabah lilumri Muqbil, Umar bin Abdillah bin Muhammad Muqbil, Maktabah Dar Al-Minhaj Lin Nashr wa At-Tauzi’, Riyadh-KSA, Tahun 1435 H.
- Musnad Ahmad, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Tahqīq Ahmad Muhammad Syakir, Darul Hadits-Kairo, Tahun 1416 H/1995 M.
- Abu Ihsan Al-Atsari, tidak menyebutkan tahun. Renungan Ramadhan. Solo: At-Tibyan.
Post a Comment