Kefakiran Yang Paling Benar

Kefakiran Yang Paling Benar 

Ibnu Rajab rahimahullah berkata:

ولا تحسبن الفقر من فقد الغنى، ولكن فقد الدين من أعظم الفقر

“Janganlah sekali-sekali engkau menganggap bahwa fakir itu dengan hilangnya kekayaan akan tetapi hilangnya agama adalah bentuk kefakiran yang paling besar.” (Kitab Majmu’u ar-Rasa`il, I/65)

Faktor agama merupakan standar hidup yang harus diupayakan setiap mukmin. Status seseorang itu miskin (harta), namun dia menjadi unggul karena keshalihannya di sisi Allah Ta’ala. Demikian pula, ketika seseorang dianugerahi kekayaan atau harta yang melimpah maupun kedudukan, namun tak memiliki adab, tidak mau belajar agama, enggan beramal shalih, dan mengutamakan dunia dibandingkan kehidupan akhirat, maka merekalah orang yang fakir.

Makhluk cerdas tak tergoyahkan imannya ketika mayoritas manusia berlomba-lomba membangun kehidupan dunia. Mukmin bertakwa justru lebih fokus menghibahkan untuk membangun kehidupan akhiratnya.

Yahya Bin Mu’adz berkata: “Dunia hanya jembatan menuju akhirat, lewati saja dan jangan memperindahnya, tidak masuk akal membangun istana di atas jembatan.” (Al-Hilyah, 3/260)

Seorang mukmin yang beriman dan bertakwa akan mulia di sisi Allah Ta’ala meskipun kehidupan ekonominya serba kekurangan. Kesabarannya dalam menghadapi keterbatasan makanan, tempat tinggal, pakaian, dan berbagai fasilitas penunjang hidup tidak menggoyahkannya untuk tetap komitmen pada syariat Islam. Kemiskinan dihadapinya dengan penuh tawakal dan sabar karena inilah yang telah dipilihkan Allah Ta’ala yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ ….

” … dan tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas bagi seseorang daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari (no.1469) dan Muslim (no. 1053) dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu)

Selama seorang mukmin masih kokoh memegang agama, menjaga sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya ia akan bahagia meskipun orang-orang menilai mereka orang yang menderita dan serba kekurangan. Kenikmatan yang tiada tandingnya telah mereka nikmati ketika hidup mereka diniatkan sebagai ibadah, hari-harinya dipenuhi dengan giat menuntut ilmu agama, hak-hak mereka mulia karena meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka senantiasa beramal shalih.

Inilah sejatinya kekayaan hati dan nikmat iman yang jarang diraih oleh para pemburu dunia yang lebih mengutamakan kenikmatan sesaat dan memandang remeh orang yang mencintai kehidupan akhirat.

Di zaman fitnah ini seorang mukmin harus selalu memperkokoh iman, giat belajar agama, dan senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala agar tetap memegang agama dan menjadikannya sebagai petunjuk agar hidupnya tidak tersesat. Agama merupakan harta termulia, termahal, dan tiada bandingannya yang harus selalu dijaga dan dibela sampai mati.

Banyak kisah-kisah mengagumkan orang-orang yang ikhlas meninggalkan dunia demi mencari kebahagiaan hakiki dalam Islam. Mereka rela menderita untuk mempertahankan agamanya dengan pengorbanan yang sedemikian besar. Semua ini karena keyakinannya yang tinggi bahwa agama adalah kekayaan terbesar dan harus dijaga dan dipertahankan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُوشِكَ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنْ الْفِتَنِ

Hampir-hampir sebaik-baik harta orang muslim ialah kambing yang digembalakannya di gunung dan di lembah karena ia lari mengasingkan diri demi menyelamatkan agamanya dari fitnah.” (HR. Al Bukhari no. 19, dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu)

Alangkah beruntungnya para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terjebak dalam fitnah harta sehingga mereka berhijrah menuju Madinah untuk menyelamatkan agamanya. Dan sangat cerdasnya para sahabat Anshor yang demi ukhuwah iman, mereka membantu para Muhajirin agar tetap kokoh agamanya dengan berbagai bantuan meskipun mereka juga sangat membutuhkannya. Sedikit maupun banyaknya kekayaan bagi seorang mukmin tetap mulia ketika semua itu tidak melalaikannya dalam ibadah. Bahkan, kekayaan yang mampu mengokohkan dalam ketaatan dan amal shalih, inilah harta yang berkah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ

Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang shalih.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, Juz 4 no. 197 dan 202, di-shahih-kan al-Albani dalam Ghayatul Maram, no. 454).

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Referensi:

1). Kiat-kiat Islam Mengatasi Kemiskinan, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka at- Taqwa, Bogor, 2015.

2).Mencari Kunci Rizki yang Hilang, Zainal Abidin Syamsudin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008.


Tidak ada komentar