Yang Terlupakan Dari Orang Yang Terzalimi

Yang Terlupakan Dari Orang Yang Terzalimi 

Ketika anda merasa disakiti oleh seseorang, baik secara fisik maupun verbal, apa yang ada di benak anda? Apakah anda ingin langsung membalas dengan pukulan seimbang bahkan lebih sakit? Atau anda diam dan bersabar bahwa peristiwa itu adalah hanya ujian kehidupan untuk anda?

Saudaraku, perhatikanlah, bahwa menyakiti orang lain adalah kezaliman dan orang yang melakukannya disebut zalim. Sedangkan orang yang menjadi objek kezaliman itu adalah mazlum.

Lantas, sebagai seorang yang mazlum, apa yang sebaiknya anda lakukan sebagai seorang mukmin? Bukankah doa orang yang terzalimi itu maqbul?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ: دَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Tiga doa mustajab, yaitu: doa orang yang sedang berpuasa, doa orang yang terzalimi, dan doa musafir.” (HR. At-Thabrani (1313), Baihaqi (648), dan Asy-Syajari (1014), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Kekhawatiran terhadap kezaliman

Pada dasarnya, fitrah manusia tidak ingin disakiti, ingin hidup aman dan tenteram tanpa gangguan siapa pun. Namun, pada kenyataannya, di luar daripada kendali diri, ada saja yang menyinggung atau menyakiti hati, bahkan fisiknya dengan berbagai motif hingga berujung pada kegelisahan, kesengsaraan, hingga hilangnya nyawa.

Namun, sebagai seorang mukmin, kita wajib meyakini bahwa selama iman dan takwa terpatri di hati kita yang kemudian dibenarkan oleh keistikamahan kita dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, yakinlah bahwa Allah Ta’ala senantiasa akan melindungi kita dari segala marabahaya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضࣲ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَـٰلَمِینَ

“Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)

Oleh karenanya, memahami kebesaran rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala yang diberikan kepada kita, sudah sepatutnya kita tidak mengkhawatirkan segala hal yang buruk yang datang dari makhluk selama kita tetap berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Aturan syariat terhadap perbuatan zalim

Sesungguhnya, ketentuan syariat secara paripurna telah menegaskan bagaimana keadilan dan kebijaksanaan Allah Ta’ala dalam mengatur berbagai persoalan kehidupan umat manusia. Termasuk dalam urusan pidana maupun urusan keperdataan di mana di dalamnya diatur bagaimana hukum yang seharusnya diterapkan kepada para pelaku kezaliman.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَتَبۡنَا عَلَیۡهِمۡ فِیهَاۤ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَیۡنَ بِٱلۡعَیۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاصࣱۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةࣱ لَّهُۥۚ وَمَن لَّمۡ یَحۡكُم بِمَاۤ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qiṣāṣ-nya (balasan yang sama). Barangsiapa melepaskan (hak qiṣāṣ)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim”. (QS. Al-Ma’idah: 45)

Oleh karenanya, tidak terlarang bagi kita yang terzalimi untuk mengambil hak (balasan) qisas terhadap suatu perbuatan zalim yang menimpa diri kita sesuai dengan ketentuan syariat yang telah digariskan. Tapi, satu hal yang perlu diingat, bahwa apabila kita merelakan dan memaafkan perbuatan zalim tersebut, maka kita akan memperoleh keuntungan berupa penghapusan dosa-dosa kita.

Hak seorang mazlum

Hal yang sering kita dengar terkait dengan sikap terhadap suatu kezaliman adalah bahwa doa orang terzalimi itu maqbul sebagaimana makna hadis yang telah disebutkan di atas. Dan yang sering teringat juga bahwa sebagian orang yang terzalimi mendoakan hal yang buruk menimpa orang yang menzaliminya.

Saudaraku, sekilas terlihat memang tidak ada yang salah dalam hal ini. Mendoakan keburukan bagi orang yang menzalimi adalah hak seorang mazlum. Bahkan, meskipun orang mazlum tersebut adalah kafir. Sebagaimana hadis Rasulullah yang disebutkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya,

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أيُّوبَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ

Yahya bin Ishaq mengabarkan kepadaku (Imam Ahmad). Ia berkata, ‘Yahya bin Ayyub mengabarkan kepadaku.’ Ia berkata, ‘Abu Abdillah Al-Asadi berkata, ‘Aku mendengar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Hati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir. Sesungguhnya tak ada penghalang baginya.’” (Musnad Ahmad, no. 12549)

Hal yang sering luput dari doa seorang mazlum

Sekali lagi, berdoa adalah hak seorang hamba, terlebih seorang mazlum yang jelas-jelas mengalami kezaliman dari seorang zalim. Berdoa apa pun yang ia ingin ucapkan, bahkan memohon agar Allah Ta’ala membalas perbuatan zalim kepada orang yang melakukan kezailman tersebut.

Namun, bukankah tanpa mendoakan keburukan terhadap seorang zalim tersebut, Allah Ta’ala tetap memberikan balasan?

Ingatlah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Maka, barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Oleh karenanya, hendaklah kita memanfaatkan momen maqbul-nya doa saat terzalimi tersebut dengan memohon karunia dan inayah dari Allah Ta’ala agar diberikan keistikamahan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Meminta kebahagiaan dunia dan akhirat berupa jodoh, keturunan yang banyak, rezeki yang melimpah, umur yang panjang, keistikamahan dalam keimanan dan ketakwaan, dan kasih sayang Allah di dunia dan akhirat-Nya agar kelak menjadi ahli surga yang didamba-dambakan seluruh makhluk di seluruh tempat dan seluruh zaman.

Hal inilah yang sering luput dari doa seorang mazlum. Mereka hanya cenderung mendoakan balasan setimpal kepada orang yang menzalimi. Padahal, sudah pasti, dengan kemahaadilan Allah Ta’ala, pastilah suatu kezaliman akan dibalas dengan kezaliman.

Allah Ta’ala berfirman,

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal.” (QS. As-Syura: 40)

Ingatlah bahwa doa yang maqbul adalah bagian dari kasih sayang Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang sedang ditimpa ujian kesabaran. Karena dengannya, Allah menghapus dosa-dosanya dan mengabulkan doa-doanya. Maka, berdoalah untuk kebaikan dunia dan akhiratmu saat engkau dizalimi.

Wallahu a’lam.

***

Tidak ada komentar