Hanya Allah yang Berhak Disembah
Hanya Allah yang Berhak Disembah
Ketika kita membaca lembaran Al Qur’an, maka perintah pertama yang akan kita dapatkan adalah perintah untuk menyembah kepada Allah Ta’ala semata. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2] : 21-22)
Dalam ayat ini, ketika memerintahkan manusia agar beribadah kepada-Nya semata, Allah Ta’ala berdalil bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang telah memelihara mereka dengan berbagai jenis kenikmatan, yang telah menciptakan mereka setelah sebelumnya tidak ada, dan memberikan nikmat kepada mereka dengan nikmat dzahir maupun batin. Sehingga Allah pun melarang manusia untuk mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Ta’ala dari para makhluk-Nya, sehingga mereka menyembahnya sebagaimana menyembah Allah dan mencintainya sebagaimana mencintai Allah Ta’ala. Padahal sesembahan-sesembahan selain Allah itu juga makhluk yang diberi rizki dan dipelihara oleh Allah Ta’ala, tidak memiliki sedikit pun di langit maupun di bumi, dan mereka juga tidak mampu mendatangkan manfaat atau menolak bahaya. (Lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 45)
Nabi Muhammad Tidak Berhak untuk Disembah
Meskipun sudah sedemikian jelasnya petunjuk dari Allah Ta’ala, namun ternyata masih banyak kita jumpai kaum muslimin yang bersikap berlebih-lebihan terhadap sebagian dari para makhluk-Nya. Salah satunya adalah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melebihi batas, sampai-sampai mengangkatnya kepada derajat yang sejajar dengan Allah, yang memiliki sifat-sifat rububiyyah seperti mencipta, mengurus makhluk, mendatangkan manfaat, dan menolak bahaya.
Sebagian kaum muslimin meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menolong mereka terkait masalah-masalah yang mereka hadapi. Atau meyakini bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat mengabulkan doa, keinginan atau permohonan mereka. Atau keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat memenuhi dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Demikianlah sikap yang berlebih-lebihan sebagian kaum muslimin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyifati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat-sifat yang hanya berhak dimiliki oleh Allah Ta’ala. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
”Janganlah kaliah berlebih-lebihan memuji (menyanjung) diriku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Ibnu Maryam (Isa). Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah,’Hamba Allah dan Rasul-Nya.’“ (HR. Bukhari no. 3445)
Maksud berlebih-lebihan dalam memuji adalah tidak menyembah Muhammad. Sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah ‘Isa Ibnu Maryam, sehingga mereka terjerumus kepada kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki kekuasaan sedikit pun untuk mendatangkan manfaat dan menolak bahaya serta tidak pula mengetahui hal yang ghaib.
Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kuasa untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, tentu Rasulullah tidak akan membiarkan pamannya yang sangat beliau cintai -yaitu Abu Thalib- meninggal dalam status sebagai orang kafir dan kekal di neraka. Dakwah beliau juga tidak akan mendapat rintangan yang bertubi-tubi dari masyarakat kafir Quraisy dan tidak perlu hijrah ke Madinah, kalau memang beliau mampu menolak segala kesulitan dan marabahaya.
Kalau Rasulullah memiliki sifat rububiyyah, tentu Rasulullah tidak akan terluka di bagian kepala dan gigi taringnya pada waktu perang Uhud. Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُسِرَتْ رَبَاعِيَتُهُ يَوْمَ أُحُدٍ، وَشُجَّ فِي رَأْسِهِ، فَجَعَلَ يَسْلُتُ الدَّمَ عَنْهُ، وَيَقُولُ: «كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ، وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ، وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللهِ؟» ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ} [آل عمران: 128]
“Pada waktu peperangan Uhud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terluka di bagian kepala dan gigi taringnya. Beliau pun kemudian mengusap darahnya. Beliau bersabda, ‘Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melukai Nabi mereka, melukai gigi taringnya, sedangkan dia mengajak mereka kepada Allah Ta’ala?‘ Lalu Allah menurunkan ayat, ‘Tidak ada hak apa pun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka itu’ (QS. Ali Imran [3]: 128).“ (HR. Muslim no. 1791)
Dan apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu mendatangkan maslahat dan menolak bahaya, mengapa sampai terjadi kekeringan di zaman Rasulullah, sehingga beliau pun berdoa kepada Allah Ta’ala agar hujan diturunkan?
Diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berkhutbah. Sahabat tersebut berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ: هَلَكَتِ المَوَاشِي، وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ، فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا
“Wahai Rasulullah, harta ternak telah binasa, jalan-jalan telah rusak (putus), berdoalah kepada Allah untuk menurunkan hujan!”
قَالَ: فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: «اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا»
Anas berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengangkat kedua tangannya seraya berdoa,’Ya Allah, berilah kami hujan, ya Allah, berilah kami hujan, ya Allah, berilah kami hujan.’” (HR. Bukhari no. 1013)
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa yang tidak memiliki sifat-sifat rububiyyah, sehingga tidak berhak untuk disembah. Hendaklah orang-orang yang berlebih-lebihan dalam menyanjung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sampai berdoa meminta kepada Rasulullah memikirkan hal ini. Semoga Allah mencurahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
***
Post a Comment