Kekuatan Sebuah Doa

Kekuatan Sebuah Doa 

Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu Ta’ala ‘anha mengatakan:

Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/42, al-Albani berkata: “mauquf jayyid” dalam Silsilah adh- Dha’ifah no. 1363)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang mengangankan sesuatu (kepada Allah), maka perbanyaklah angan-angan tersebut karena ia sedang meminta kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ibnu Hibban no. 889, dishahihkan al-Albani dalam Shahih alJami’ no. 437)

Dalam hadits lain disebutkan:

Hendaklah salah seorang diantara kamu sekalian meminta kepada Tuhannya akan segala kebutuhannya hingga meminta tali sandalnya yang putus atau sampai meminta garam sekalipun.” (HR. At-Tirmidzi no. 3604, dalam Silsilah adhDha’ifah [1362] al-Albani mengatakan: “hadits ini dhaif”)

Allah Ta’ala memerintahkan segenap hamba-Nya untuk memperbanyak doa dan permohonan kepada Allah Ta’ala.  Sering berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla merupakan indikasi betapa ia hamba yang sangat butuh pertolongan dari-Nya. Orang yang selalu berdoa, dia hakikatnya memperbanyak ibadah kepada-Nya, dan juga seorang insan yang begitu mencintai Dzat Yang Maha Mengabulkan doa.

Orang beriman akan selalu butuh kepada Allah Ta’ala, ia merasa dirinya tak memiliki kekuatan tanpa bersandar serta bertawakal kepada Dzat Yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Selayaknya, seorang mukmin tidak memiliki sifat sombong dengan meremehkan pentingnya sebuah doa.

Sebuah kenyataan memprihatinkan ketika banyak kaum muslimin terjebak  dalam kesyirikan dengan berdoa kepada selain Allah Ta’ala. Bukankah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan bahwa doa adalah ibadah. Dalam Alqur`an surat an-Naml ayat 62, Allah Ta’ala berfirman,

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain? Amat sedikitlah kamu mengingatNya?

Hendaklah kaum muslimin senantiasa memurnikan doanya kepada Allah Ta’ala agar ia dicatat sebagai hamba yang bertakwa. Dan orang yang berdoa kepada selain Allah Ta’ala maka doa itu akan sia-sia belaka dan tak memberi manfaat, bahkan akan dimurkai-Nya.

Maka dari itu, wahai saudaraku muslim, jauhilah berdoa dan memohon kepada selain Allah Ta’ala karena hal itu akan membuatmu kafir dan tersesat. Berdoalah kepada Allah Ta’ala yang mempunyai kemampuan mengabulkan sehingga engkau akan menjadi orang-orang beriman yang bertauhid. (“Jalan Hidup Golongan Yang Selamat” [terjemah], Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hlm. 106)

Doa adalah senjata orang mukmin dalam segala keadaan dan suasana, tatkala bahagia dia harus bersyukur  dengan banyak memuji kepada Allah Ta’ala. Dalam keadaan berduka seorang hamba harus mohon kekuatan dan keteguhan hati agar Allah Ta’ala menjadikannya kuat dan tegar. Begitulah doa dengan izin Allah Ta’ala, akan selalu memotivasi kita untuk optimis menjalani kehidupan, membuat semangat menatap masa depan dan menjauhkan dari berbagai bisikan-bisikan setan yang melemahkan iman.

Betapa dahsyatnya kekuatan sebuah doa. Banyak kesusahan diangkat, penyakit disembuhkan, kesuksesan diraih, dan berbagai prahara kehidupan dapat diselesaikan dengan doa dan pertolongan Allah Ta’ala. Sesuatu yang sepertinya mustahil terjadi bisa menjadi kenyataan indah karena kekuatan sebuah doa yang diucapkan dengan ikhlas kepada Allah Ta’ala, dengan kesabaran yang disertai  keimanan yang mantap hanya fokus pada pertolongan Allah Ta’ala.

Jangan berputus asa ketika doa belum dikabulkan, yakinlah Allah Ta’ala akan mencintai orang yang banyak bermunajat kepada-Nya. Bisa jadi doa Anda dikabulkan dalam bentuk lain atau dikabulkan di akhirat. Yang pasti, Allah Maha Mendengarkan lagi Mengabulkan doa.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi

  1. Jalan Golongan yang selamat, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Media Hidayah, Yogyakarta, 2003.
  2. Doa dan Sholat Istikharoh, Samir Qorni Muhammad Rizq, Media Hidayah, Yogyakarta, 2002.
  3. Mutiara Faidah Kitab Tauhid, Abu Isa Abdullah bin Salam, LBI al-Atsari, Yogyakarta, 1426 H.

Tidak ada komentar